UNTUK
kali kesekian, Australia memanaskan hubungan dengan Indonesia. Duta Besar
Nadjib Riphat Kesoema sudah dipanggil pulang ke tanah air untuk menunjukkan
sikap protes SBY. Jakarta benar-benar serius mereaksi aksi penyadapan
terhadap SBY dan nyonya serta beberapa orang pembantu penting SBY.
Bukan hanya soal penyadapan semasa pemerintahan Perdana Menteri (PM) Kevin
Rudd pertama (2007-2010), beberapa waktu lalu pemerintah Tony Abbott juga
menunjukkan sikap merendahkan Indonesia. Abbott menggagas ide ekstrem seperti
yang dijanjikan dalam kampanyenya, namun aktivitasnya menerobos Indonesia
sebagai negara yang berdaulat.
PM yang menggantikan Kevin Rudd saat memenangi pemilu 7 September 2013 itu
bermaksud merekrut lurah atau kepala desa sebagai intelijen Australia di
Indonesia. Australia hendak membeli sejumlah perahu nelayan Indonesia dan,
yang keterlaluan, akan membayari anggota Polri untuk kepentingan Australia.
Abbott tampaknya kesulitan mengatasi persoalan pemohon suaka politik dan
menggunakan Indonesia sebagai buffer.
Berkali-kali Australia menampakkan sikap politik superior. Tidak sebersit
pun terpikir untuk membantu kesulitan pangan negeri tetangga Indonesia
karena itu berita yang terbaru. Negeri itu juga menolak rencana Indonesia
membeli lahan sejuta hektare dengan ternaknya untuk cadangan daging
Indonesia. Padahal, pasokan daging Tiongkok difasilitasi.
Kasus yang terus menghangat menyangkut hubungan Indonesia-Australia adalah
soal Schapelle Leigh Corby. Tampak sekali usaha Australia memarginalkan
Indonesia dari sisi ekonomi untuk pembebasan terpidana kasus ganja itu.
Australia tiba-tiba sangat baik dengan instansi Polri dan beberapa instansi
lain di Indonesia. Bantuan pemerintah Australia melalui Australia Federal
Police kepada Polri pada 2010, misalnya, sebesar AUD 20 juta (sekitar Rp
200 miliar) dalam bentuk peralatan laboratorium forensik terbesar di Asia,
bahkan lebih besar daripada milik polisi Australia sendiri.
Awal 2012 Australia juga memberikan hibah berupa tiga kapal patroli polisi
tipe C serbaguna yang lincah berkecepatan 30 knot. Alasan hibah itu agar
Polri mampu melakukan tindakan pencegahan kejahatan laut, misalnya
narkotika, terorisme, penyelundupan orang, bahkan perdagangan manusia. Pada
tahun yang sama Kemenhan RI juga menerima hibah empat Hercules jenis C-130
seri H dari Australia.
Di sektor lain, seperti transportasi, negeri ini juga "terpaksa"
menerima kebaikan Australia dalam bentuk hibah senilai AUD 24,5 juta (Rp
245 miliar) pada 2009 dan berlanjut pada 2012 sebesar AUD 14,5 juta (Rp 145
miliar). Kementerian PU juga menerima hibah baru-baru ini senilai AUD 190
juta (Rp 1,9 triliun) untuk perbaikan air minum dan sanitasi.
Ini hebatnya Australia yang memahami betul budaya Indonesia, janganlah
bersikap kontra secara terang-terangan, namun bantulah, kelak mereka akan
membalasnya dengan lebih besar. Tidak akan membalas "air susu dengan
air tuba".
Dengan demikian, grasi lima tahun dari hukuman 20 tahun kepada Ratu Ganja
Schapelle Leigh Corby oleh Presiden SBY pada tahun lalu itu tentu memiliki
banyak alasan. Alasan mendasar tersebut adalah mentransaksikan hukum dengan
ekonomi atau jual beli hukum antara dua negara.
Masa pemidanaan Corby saat ini sudah berlangsung selama sembilan tahun,
terhitung sejak ditangkap pada Oktober 2004. Dengan demikian, agar
hukumannya pas menjadi 15 tahun, sisa hukumannya enam tahun lagi. Namun,
dia mendapat diskon hukuman atau remisi Hari Kemerdekaan RI dan Natal total
25 bulan atau 2 tahun 1 bulan.
Selain remisi, penghuni Lapas Kerobokan, Denpasar, itu masih berpeluang
mendapat pembebasan bersyarat. Masa dua pertiga lama hukuman Corby yang
sudah dijalani sekarang sudah memenuhi ketentuan PP 28/2006 untuk
mendapatkan pembebasan bersyarat. Pas momentum pencitraan bertepatan dengan
forum KTT APEC yang digelar di Bali pada 1-8 Oktober 2013.
Inilah maujud ekonomi transaksional Indonesia-Australia yang secara
kasatmata nyata, namun sekaligus kesalahan Jakarta yang amat fatal.
Dalam sejarahnya, politik transaksional memang tidak dapat dipisahkan
dengan pendekatan ekonomi. Tokoh ekonomi neoklasik William Stanley Jevons
kelahiran Inggris yang pindah ke Australia pada 1854 mulai mengembangkan
sistem ekonomi untuk kebijakan yang tidak lain adalah hukum transaksi itu
sendiri.
Menurut Jevons, pemerintah boleh mengambil tindakan yang dianggap perlu
untuk memuaskan orang tertentu dengan tidak mengurangi kepuasan orang lain,
namun semua dampak tidak langsung sudah diperhitungkan. Pemerintah
Australia tampaknya menjadi penganut mazhab Jevons tersebut. Karena itu,
selama ini mereka bersikap baik kepada pemerintah Indonesia, namun dengan
tujuan tertentu.
Sangat berat konsekuensi menjadi negara berdaulat. Jadilah negara yang
tidak mudah menerima bantuan, hibah, atau sumbangan. Tidak ada yang gratis
di dunia ini.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar