Kamis, 04 Juli 2013

PTN Masih Bermoral

PTN Masih Bermoral
M Hadi Shubhan ;   Sekretaris Universitas Airlangga
JAWA POS, 03 Juli 2013



CUKUP menarik tulisan Saudara Anwar Hudijono yang berjudul PTN Jer Basuki Wani Pira (Jawa Pos, 1 Juli). Namun, tulisan tersebut perlu diklarifikasi karena semua fakta yang diuraikan hanya berdasar asumsi. Tidak seperti yang digambarkan di sana, PTN tetap dapat diandalkan sebagai salah satu benteng terakhir dari komponen bangsa ini. PTN dijadikan rujukan untuk menguraikan masalah-masalah yang pelik negeri ini, karena memiliki kapasilitas dan integritas untuk itu.

Dikatakan, jalur undangan, sebagai salah satu jalur masuk PTN, ternyata ada transaksi "wani pira". Pendapat ini jelas sangat tendensius karena jalur undangan tidak mensyaratkan adanya uang sumbangan masuk. Mulai tahun ini diberlakukan uang kuliah tungggal (UKT). UKT berlaku untuk semua PTN, baik yang berbadan hukum, PPK-BLU (pola pengelolaan keuangan-badan layanan umum), maupun PTN Satker (satuan kerja). Pemberlakuan UKT didasarkan pada Peraturan Mendikbud RI Nomor 55/2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada PTN di Lingkungan Kemendikbud.

Dengan uang kuliah tunggal tersebut dimungkinkan calon mahasiswa yang lulus seleksi, tetapi kurang mampu secara ekonomis, tidak membayar sama sekali. Uang kuliah itu akan ditanggung negara sesuai perintah UU Nomor 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi melalui skema BOPTN (biaya operasional PTN). Penentuan bagi mahasiswa yang dibebaskan membayar uang kuliah dilakukan setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus oleh PTN melalui jalur undangan tersebut, dan bukan ditentukan sebelum dinyatakan lulus.

Jalur masuk lain yang disoroti adalah seleksi bersama masuk PTN (SBM PTN). Disesalkan bahwa nilai unas dan nilai rapor tidak dipertimbangkan sebagai salah satu penentu kelulusan. Dinilai pula, pada jalur SBM PTN masih ada percaloan, bocornya soal sampai jawaban melalui SMS atau BBM. Padahal, justru yang sering terjadi kebocoran dan beredar jawaban melalui SMS dan BBM adalah soal-soal unas. Hampir tidak ada kasus yang besar dan sistematis tentang kebocoran soal SBM PTN (dulu jalur tulis nasional bernama SNM PTN, SPMB, UMPTN, Skalu, Perintis, dan nama sejenisnya). 

Pelaksanaan ujian tulis nasional (SBM PTN, dan nama sejenisnya) masih merupakan jalur terbaik, kredibel, akuntabel dari berbagai jalur masuk perguruan tinggi. Bahkan, ini merupakan jalur tes tulis terbaik dari berbagai tes tulis di negeri ini, seperti tes unas dan tes CPNS. Semua orang pasti akan mengakui bahwa yang lulus melalui tes tulis nasional ini adalah putra-putri terbaik yang pantas mendapatkan kursi untuk belajar di PTN.

Pelaksanaan ujian tulis nasional ini juga jauh dari percaloan. Panitianya terpusat, bukan dilaksanakan setiap PTN. Jika ada pihak yang mengaku-ngaku dapat memasukkan seseorang melalui jalur tulis nasional ini, pasti itu spekulan belaka. Penentuan kelulusan di pusat pun hanya dihadiri rektor langsung dari masing-masing PTN. 

Tentang masalah kuota yang terbatas pada jalur tes tulis nasional adalah suatu keniscayaan dari terbatasnya daya tampung di PTN, sekitar 10 persen. Peminatnya 10 kali lipat. Ini fenomena seluruh dunia, dan bahkan di Amerika Serikat sekalipun tidak 100 persen penduduknya berkesempatan dan mengenyam pendidikan tinggi. Hampir mustahil mencanangkan wajib belajar hingga perguruan tinggi di PTN.

Seleksi mahasiswa baru lain yang ada di PTN adalah jalur mandiri. Dikatakan, mekanisme pemilihannya dibuat ranking berdasar jumlah bayaran. Tuduhan ini jelas sama sekali tidak benar, karena tidak terdapat satu PTN pun yang mengeluarkan kebijakan penerimaan mahasiswa baru berdasar besar-besaran jumlah sumbangan yang diberikan. Logika sederhananya saja, jika terdapat kebijakan tersebut, tentu banyak mahasiswa di PTN dari kelompok anak-anak pengusaha dan konglomerat. Nyatanya hal tersebut tidak ada di PTN mana pun. 

Untuk membuktikan bahwa penerimaan jalur mandiri tidak berdasar besaran sumbangan yang diberikan adalah banyak calon mahasiswa yang diterima dengan menuliskan sumbangan minimal. Sebaliknya, banyak calon mahasiswa yang tidak diterima, padahal menuliskan jumlah sumbangan yang jauh di atasnya. Selain itu, dengan pemberlakuan UKT tersebut, besaran uang kuliah yang dapat ditarik PTN tidak boleh melebihi apa yang ditentukan Mendikbud. Dengan demikian, tidak benar bahwa di PTN, apalagi pada tahun akademik 2013 ini, terdapat jor-joran sumbangan pendidikan agar dapat diterima sebagai mahasiswa di PTN.

PTN dari dulu dan sampai sekarang adalah medan kawah candradimuka tempatnya menggodok para pemimpin dan calon pemimpin negeri ini. Integritas PTN tentu masih menjadi hal utama dalam penyelenggaraannya. Jika terdapat PTN yang sudah keluar dari khittah-nya, mari kita sama-sama mengingatkan dengan cara yang elegan dan tidak dengan menggeneralisasi. Wallahu a'lam bi shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar