Rabu, 24 Juli 2013

Menstabilkan Harga Pangan Pokok

Menstabilkan Harga Pangan Pokok
Sugiyono Madelan  ;  Peneliti Indef
REPUBLIKA, 22 Juli 2013


Harga daging sapi meningkat meskipun hasil survei yang dilakukan BPS menunjukkan terjadi peningkatan jumlah populasi sapi potong daripada periode 2000-2011. Jumlah ternak sapi potong pada tahun 2011 diperkirakan sebesar 14,8 juta ekor.

Keyakinan untuk mencapai swasembada daging semula sedemikian besar sehingga pemerintah mengurangi jumlah impor daging sapi. Akan tetapi, kenaikan harga daging sapi yang dianggap tidak wajar itu tetap terjadi bukan hanya sebelum kenaikan harga BBM, bulan puasa, dan seminggu setelah awal puasa. Ketidakstabilan harga daging sapi tersebut telah menimbulkan keraguan terhadap optimisme tentang data kecukupan pasokan daging sapi.

Terungkapnya kasus suap kuota impor daging sapi pun dan operasi pasar dag- ing sapi oleh BUMN PT RNI ternyata tidak langsung mampu menurunkan harga daging sapi eceran. Sementara itu, pedagang daging sapi bertindak kurang bekerja sama untuk menyalurkan daging sapi impor. Bersamaan dengan itu pula, dari sisi pengeluaran konsumsi untuk daging dijumpai data yang mengejutkan. Harga daging sapi menjadi lebih mahal, diikuti oleh penurunan pangsa pengeluaran konsumsi daging per kapita per bulan secara bertahap dari 2,85% pada tahun 2004 menjadi 2,26% bulan September tahun 2012. Dari 14,8 juta ekor sapi potong tersebut, sapi yang dipotong pada tahun yang sama berjumlah sebesar 1,5 juta ekor. Keberadaan jumlah sapi yang dipotong sebanyak 10 persen itu semula juga dijadikan penjelas tentang mengapa harga daging sapi masih tinggi.

Berdasarkan pengamatan pandangan mata secara langsung di Provinsi Gorontalo minggu ini, memang secara mudah dijumpai banyak sapi yang sedang makan rumput di tepi jalan, yang dapat memperjelas makna rasio sapi potong yang dipotong sebanyak 10 persen itu. Rasio 10 persen itu juga menepis anggapan jumlah sapi lokal yang dianggap banyak, sehingga sebagian orang menolak rencana impor daging sapi untuk menormalkan harga daging sapi.

Penjelas lainnya adalah sapi bakalan akan lebih layak apabila sapi potong tersebut dipotong untuk memperingati Idul Adha dibandingkan pada periode sebelumnya. Dugaan lainnya adalah terdapat kartel pangan yang sedemikian kuat, sehingga rencana pemerintah mempercepat impor daging dan operasi pasar tidak cukup menggetarkan hipotesis adanya kartel pangan.

Badan hukum ternak besar dan kecil di Indonesia berjumlah sebanyak 183 perusahaan pada tahun 2011, sehingga informasi jumlah perusahaan daging sapi kurang jelas. Dari jumlah 183 perusahaan, sebanyak 127 perusahaan berupa PT/CV/firma dan berdasarkan permodalan PMA sebanyak 7 perusahaan. Dengan struktur usaha formal yang seperti itu, maka dugaan adanya kartel pangan memerlukan pembuktian yang kuat guna membuktikan adanya pelanggaran pada Undang-Undang Persaingan Usaha. 

Adanya indikasi keterkaitan antara satu perusahaan dengan anak perusahaan telah menambah informasi, meskipun belum cukup menjelaskan tentang adanya potensi persekongkolan untuk menentukan harga daging sapi.

Fleksibilitas harga

Estimasi elastisitas jumlah penawaran daging sapi terhadap daging sapi jangka pendek sebesar 1,06, sehingga koefisien fleksibilitas harga sebesar 0,94. Untuk menurunkan harga daging sapi eceran sebesar 20 persen, maka diperlukan pasokan daging sapi sebanyak 0,94 x 20 persen x 1,5 juta ekor x 0,23 rasio daging terhadap jumlah sapi yang dipotong yaitu 64.860 ton.

Jadi sebenarnya, apabila pemerintah akan mengimpor 84 ribu ton daging sapi untuk sepanjang tahun 2013, maka masuk akal apabila harga daging sapi eceran belum turun sebesar 20 persen. Sementara itu, elastisitas jumlah permintaan daging ayam ras terhadap harga daging sapi jangka pendek bersifat tidak elastis sebesar 0,56 di Indonesia. Setiap 1 persen kenaikan harga daging sapi meningkatkan 0,56 persen jumlah permintaan daging ayam ras. 


Ketidakelastisan tersebut menjelaskan tentang mengapa ketika harga daging sapi meningkat, kemudian konsumen yang berpindah dari mengonsumsi daging sapi ke daging ayam juga menghadapi kenaikan harga daging ayam. Kondisi tersebut merupakan implikasi atas peningkatan jumlah permintaan daging ayam, terlebih data pengeluaran konsumsi per kapita per bulan untuk total daging di atas menurun. Dengan menggunakan elastisitas di atas pada komoditas makanan pokok yang lainnya, akan memperjelas berapa kebutuhan penambahan pasokan. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar