|
KOMPAS,
08 Juli 2013
Kurikulum 2013 pasti dilaksanakan di
sekolah-sekolah di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun
ajaran baru ini pada pertengahan Juli. Meskipun demikian, sekolah-sekolah di
bawah koordinasi Kementerian Agama belum akan melaksanakannya.
Kemenag tampaknya sangat
mendengarkan saran para pakar pendidikan—juga para tokoh masyarakat
penyelenggara pendidikan swasta—di negeri ini agar pelaksanaan Kurikulum 2013
terlebih dahulu diawali dengan mempersiapkan daya dukung Kurikulum 2013. Hal
tersebut terutama dalam bidang sumber daya manusia, seperti guru, kepala
sekolah, dan pengawas.
Perbedaan pandangan antara Kemenag
dan Kemdikbud itu justru bagus, dalam arti nanti bisa dinilai kisah suksesnya
dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. Penilaian tersebut nantinya akan bisa
menjadi pelajaran berharga manakala kita harus mengimplementasikan sebuah
kurikulum baru.
Kurikulum 2013 memang belum
disosialisasikan secara intensif; yang ada baru uji publik melalui berbagai
media dan forum pertemuan. Sosialisasi tentu berbeda dengan uji publik.
Sosialisasi lebih bersifat mengenalkan konsep yang telah kuat dan siap
dilaksanakan setelah melalui berbagai uji publik agar konsep Kurikulum 2013
benar-benar telah mantap dilihat dari berbagai aspek. Sebutlah aspek pedagogi,
pendekatan, kesiapan buku, guru, kepala sekolah, alat evaluasi, bahkan pemerintah
daerah sebagai unsur pemerintahan yang akan melaksanakannya di era
desentralisasi seperti saat ini.
Pertanyaannya, apakah jika demikian
Kemdikbud tidak mendengarkan berbagai usulan dan kritik dari masyarakat?
Kemdikbud juga mengakomodasi berbagai saran dari berbagai pihak. Namun, saran
untuk menunda pelaksanaan kurikulum sampai tahun depan, sebagaimana yang telah
diputuskan Kemenag, memang tidak. Meski demikian, Kemdikbud rela menurunkan
target pelaksanaan yang awalnya sangat ambisius menjadi target yang sangat
kecil dibandingkan dengan cita-cita awal, yaitu 30 persen dari total SD serta
seluruh SMP dan SMA/SMK. Bila dilaksanakan, target itu akan melibatkan 44.606
SD, 35.596 SMP, dan 22.251 SMA/SMK, paling tidak 676.414 guru untuk ditatar
dalam waktu singkat, serta sekitar 78 juta buku harus dicetak dan
didistribusikan.
Setelah melalui berbagai kritik
baik yang pedas maupun yang halus dan santun, akhirnya Kemdikbud sadar,
cita-cita untuk melaksanakan Kurikulum 2013 secara masif tidaklah mungkin.
Akhirnya, sampailah pada target yang sangat lebih masuk akal dan realistis,
yaitu hanya meliputi 6.325 sekolah untuk seluruh jenjang (SD 2.598, SMP 1.436,
SMA 1.270, SMK 1.021), dengan jumlah rombongan belajar 14.805, jumlah guru
hanya 55.762 orang, dan jumlah buku yang harus dicetak dan didistribusikan
turun drastis: tinggal 9.767.280 eksemplar.
Kunci
sukses
Pertanyaan implementatif yang harus
dijawab, siapa saja pemegang kunci sukses terpenting dalam pelaksanaan
Kurikulum 2013? Jawabnya: guru. Jadi, guru merupakan unsur terpenting dari
pemangku kepentingan pendidikan dalam konteks implementasi Kurikulum 2013.
Karena itu, guru harus ditatar dan
memang akan ditatar selama enam hari kerja sebelum melaksanakan Kurikulum 2013.
Siapa saja yang menentukan sukses dalam pelatihan guru? Kunci sukses pelatihan
guru itu akan terletak pada 60 narasumber nasional yang akan memberikan
penyegaran kepada 372 instruktur nasional. Kemudian, secara hierarkis 372
instruktur nasional itu akan memberikan pelatihan kepada 3.036 guru inti.
Di tangan guru inti inilah,
keberhasilan mengubah cara berpikir para pelaksana Kurikulum 2013 akan
bergantung. Pada lapis paling akhir, guru inti tersebut akan melatih 6.325
kepala sekolah dan pengawas yang sekolah mereka terpilih jadi target pelaksanaan
Kurikulum 2013 beserta 55.762 gurunya sekaligus.
Dari tugas pelatihan itu, yang
penting adalah harus mampu mengubah cara pandang guru untuk bisa berpikir
dengan cara, metode, dan evaluasi yang baru sesuai tuntutan Kurikulum 2013.
Tugas paling berat ialah melatih para guru SD, yang pada kurikulum baru ini
mengalami perubahan pendekatan pembelajaran secara signifikan: dari pendekatan
bidang studi beralih ke pendekatan tematik integratif.
Dalam proses belajar, orang selalu
dilibatkan dalam tiga kegiatan utama: to learn (belajar); to
relearn (belajar kembali); dan to unlearn (melupakan). Dari tiga
kegiatan itu, yang paling sulit dilakukan adalah to unlearn. Guru SD
bertahun-tahun memiliki pengalaman dan pengetahuan lama mengenai kurikulum
dengan pendekatan bidang studi. Tantangan bagi guru inti ketika melatih mereka
adalah mampu tidak mengubah cara pandang guru SD dari pembelajaran bidang studi
menjadi pembelajaran tematik integratif. Pertanyaan itu adalah
persoalan how to unlearn dalam teori pelatihan dan pembelajaran
modern. Hal itu jauh lebih sulit dilakukan daripada how to
learn dan how to relearn.
Pendampingan
Kalau pelatihan tidak bisa mengubah
pola pikir dan cara pandang para guru, katup pengaman terakhir terletak pada
pendampingan di kelas ketika para guru mengajarkan kurikulum baru nanti.
Pendampingan akan efektif untuk membelajarkan para guru dalam melaksanakan
Kurikulum 2013.
Para pendamping nanti akan jadi
model bagi guru pelaksana Kurikulum 2013 di kelas. Karena itu, tim pendamping
Kurikulum 2013 yang terdiri atas kepala sekolah inti, pengawas inti, dan guru
inti akan menjadi katup pengaman strategis bagi sukses implementasi Kurikulum
2013.
Apa lagi pemegang kunci sukses
Kurikulum 2013? Jawabnya adalah pengadaan buku. Buku ajar, buku pedoman, dan
juga buku mengenai dokumen kurikulum. Itu semua sangat penting bagi guru yang
akan melaksanakan kurikulum. Jika buku-buku itu datang tidak tepat waktu,
dijamin para guru akan panik dan tidak percaya diri dalam mengimplementasikan
Kurikulum 2013. Karena itu, jangan sampai distribusi buku mengalami
keterlambatan seperti distribusi soal UN yang baru lalu. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar