Bagi banyak orang Indonesia, mendiang Presiden Venezuela Hugo Chavez
termasuk negarawan Amerika Latin yang paling terpuji selama abad ke-21.
Ia dianggap berpihak kepada wong cilik sedunia, terutama sikapnya
yang menentang kesewenangan Barat. Namun, bagi saya, prestasi mantan
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, yang juga mewakili sayap kiri,
jauh lebih patut dihargai dan diteladani.
Lula lahir pada 1945 dari keluarga miskin di Pernambuco, salah satu
provinsi termiskin di Brasil. Tak sempat lulus SD, ia mulai bekerja sebagai
buruh pabrik pada umur 14 tahun.
Beberapa tahun kemudian, ia menjadi aktivis serikat buruh dan pernah
dipenjarakan pemerintahan militer. Ia ikut mendirikan Partido dos
Trabalhadores, Partai Buruh, pada 1980 dan terpilih menjadi anggota
parlemen enam tahun kemudian. Dalam proses transisi ke demokrasi, Lula dan
partainya berhasil memperkuat hak buruh tatkala UUD diamendemen. Dia calon
presiden dari partainya pada Pemilu 1990, 1994, dan 1998, tetapi baru
menang pada 2002 dan terpilih kembali empat tahun kemudian.
Di mana keistimewaan Lula? Kebijakan ekonominya mengandung tiga unsur
pokok yang saling menopang. Pertama, dia melanjutkan semua kebijakan
makroekonomi pendahulunya, termasuk pembayaran kembali utang negaranya
kepada IMF. Perbuatan itu penting demi menjamin kestabilan ekonomi Brasil
mengingat reputasi lama Lula selaku aktivis kiri yang garang.
Kedua, program pengentasan orang miskin serius ditangani. Program
terbesar, Bolsa Familia (Tunjangan Keluarga) berbentuk bantuan untuk
keluarga miskin yang punya anak bersekolah. Fome Zero (Zero Kelaparan)
menggabungkan sejumlah program khusus menghapus kelaparan.
Ketiga, program sosial itu diberi landasan kukuh melalui program
pembangunan infrastruktur besar-besaran (350 miliar dollar AS selama masa
jabatan kedua) bernama PAC (Programa de
Aceleracao do Crescimento/Program Akselerasi Pertumbuhan). Modalnya
diperoleh dari anggaran pemerintah pusat, BUMN, dan swasta. Proyek
konstruksi bidang sanitasi, energi, pengangkutan, dan logistik
diprioritaskan agar sektor swasta terdorong bertumbuh lebih cepat.
Kebijakan ini berhasil. Menurut Bank Dunia, ekonomi Brasil kini
tergolong maju dan stabil selaku ekonomi terkaya ketujuh di dunia. PAC
berdampak cukup besar bagi laju pertumbuhan yang mencapai 7,5 persen pada
2010. Setahun kemudian, ketika pasar global terguncang, ekonomi Brasil
mampu bertumbuh 2,7 persen. Kemiskinan ekstrem (pendapatan di bawah 1,25
dollar AS per hari) berkurang dari 10 persen pada 2004 menjadi 2 persen
pada 2009.
Tak kurang penting, sukses ini terjadi di negara demokratis. Menurut
ukuran baku Freedom House, Brasil
terhitung negara bebas seperti Indonesia. Namun, tingkatnya sedikit lebih
tinggi dari Indonesia dengan freedom
rating 2,0 lawan 2,5. Pers dan tingkat kebebasan sipil dinilai lebih
baik ketimbang Indonesia. Freedom House
menggunakan skala 1-7 dengan 1 sebagai tingkat paling bebas atau
demokratis.
Bagaimana kebijakan Chavez di Venezuela? Menurut Bank Dunia,
kemiskinan ekstrem dikurangi dari 32 persen pada 1995 menjadi 19 persen
pada 2005. Keberhasilan itu disebabkan program perawatan kesehatan gratis,
makanan pokok yang disubsidi, pembagian tanah kepada ratusan ribu petani
miskin, dan pembentukan 100.000 koperasi yang memberi pekerjaan kepada 1,5
juta anggotanya.
Tak Sulit Dicapai
Selain itu, sulit mencari berita bagus tentang ekonomi Venezuela,
yang kian banyak dimiliki negara sejak Chavez jadi presiden. Masalah
utamanya mungkin bukan ideologi sosialisnya, tetapi ketergantungannya
kepada minyak yang merupakan 30 persen dari produk domestik bruto dan 90
persen dari hasil ekspor. Selama ia berkuasa, laju pertumbuhan ekonomi
Venezuela tidak pernah stabil dan sering negatif, termasuk pada 2009 dan
2010.
Lebih berat lagi, politik Venezuela kacau-balau di bawah Chavez.
Statusnya, menurut Freedom House,
hanya partly free, sebagian
bebas. Hak politik dan kebebasan sipil diberi ukuran 5, jauh di bawah
Brasil dan Indonesia. Para hakim tak berani melawan kehendak pemerintah.
Pers disensor dan diintimidasi.
Akhirulkata, posisi Indonesia sebagai negara terbesar di Asia
Tenggara dan terbesar ketiga di dunia tak banyak berbeda dengan Brasil
sebagai negara terbesar di Amerika Latin dan terbesar kelima di dunia.
Jadi, tingkat keberhasilan Brasil seharusnya tak sulit dicapai di Indonesia
asal masyarakatnya pinter memilih pemerintahan yang tepat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar