Minggu, 24 Maret 2013

Solusi Atasi Banjir Jakarta


Solusi Atasi Banjir Jakarta
HM Taufik  ;  Kepala Unit Penyelidikan Pengukuran dan Pengujian
Dinas Pekerjaan Umum Pemprov DKI Jakarta 
REPUBLIKA, 23 Maret 2013

  
Kanal Banjir Barat (KBB)dan Kanal Banjir Timur (KBT) merupakan dua buah kanal utama yang mengendalikan banjir dengan cara menampung air dari sungai dan kali di hulunya. Tujuannya, air tidak membanjiri Kota Jakarta.
Setiap musim hujan, Kanal Banjir Barat yang menampung air Sungai Ciliwung sering meluap. Pada 17 dan 18 Januari 2013, permukaan air KBB di sekitar Jalan Latuharhari meluap melewati kepala turapnya dan membanjiri jantung Kota Jakarta. Akan tetapi, Kanal Banjir Timur (KBT) di sekitar Buaran, relatif tidak terisi dan permukaan airnya masih lebih rendah satu sampai dua meter di bawah kepala turapnya.

Bagian hulu KBT menampung air dari Kali Cipinang, Kali Sunter, dan Kali Buaran. Kanal ini mampu menampung air hingga 300-400 meter kubik per detik. Ketika KBB meluap, KBT relatif tidak terisi dan masih mampu menampung tambahan air dari Sungai Ciliwung sekitar 60 meter kubik per detik. Untuk itu, Kementerian Pekerjaan Umum memprioritaskan membuat sodetan berupa saluran sepanjang kurang lebih dua kilometer yang mengalirkan sebagian air dari Sungai Ciliwung menuju KBT. Usulan ini sudah disetujui oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden menegaskan program ini dalam jumpa pers setelah rapat penanggulangan banjir di Jakarta, Ahad (20/1). 

Ketinggian permukaan tanah dan sungai yang diukur oleh Unit Penyelidikan Pengukuran dan Pengujian DPU Provinsi DKI Jakarta pada Senin (28/1), menunjukkan, perbedaan tinggi permukaan air rata-rata di Sungai Ciliwung sekitar Kelurahan Bidara Cina dan Kali Cipinang (di hulu KBT) hanya sekitar 30 cm. Perbedaan tinggi permukaan air yang sedikit ini membuat kita harus lebih teliti dalam merencanakan sodetan tersebut. Sebab, jika air dari Sungai Ciliwung disodet begitu saja menuju KBT, dikhawatirkan air berbalik mengalir kembali ke Sungai Ciliwung pada waktu permukaan air Kali Cipinang lebih tinggi. Sebagai jalan keluarnya, di lokasi sodetan harus dibuatkan suatu bangunan yang dapat membagi air (Bangunan Pembagi Air/BPA) agar sebagian air dari Sungai Ciliwung selalu dapat mengalir ke hulu KBT.

BPA harus mampu berfungsi mengatur jumlah debit air, baik yang mengalir menuju KBB maupun KBT. Pengaturan ini sangat dibutuhkan karena dari waktu ke waktu, besarnya curah hujan sangat berbeda antara daerah hulu Sungai Ciliwung dan curah hujan di daerah hulu Kali Cipinang, Sunter, dan Buaran. Hal ini mengakibatkan banyaknya air dari sungai dan kali tersebut yang akan di- tampung oleh KBB dan KBT juga akan berbeda.

BPA tersebut dapat mengalirkan air melalui pipa saluran di bawah ta- nah yang memotong Jalan Otista dan menyusur di bawah Jalan Otista 3, kemudian memotong Jalan DI Panjaitan sampai bermuara di pertemuan Kali Cipinang dengan hulu KBT. Hal ini dapat dilakukan karena permukaan Jalan Otista (di dekat simpang Jalan Otista 3) lebih tinggi sekitar lima meter dari permukaan Jalan DI Panjaitan (di dekat pom bensin Kebon Nanas). Sedangkan, permukaan Jalan DI Panjaitan masih lebih tinggi, sekitar 3,5 meter dari permukaan air Kali Cipinang di hulu KBT. 

Perhitungan perencanaan pembagian air secara tradisional yang menggunakan asumsi-asumsi kehilangan energi, seperti perubahan kecepatan air dan sebagainya, sering kali hasilnya kurang tepat. Untuk itu, pelaksanaan perencanaan (design engineering) sodetan saluran ini, selain dihitung tradisional, sebaiknya dilakukan juga simulasi model (system dynamics).
Pelaksanaan simulasi model akan lebih menjamin hasil perencanaan yang baik dan mendekati kenyataannya nanti (realitas).

Adapun konstruksi sodetan salurannya, selain dapat berupa pipa di bawah tanah, dapat juga berupa saluran boks beton. Yang jadi masalah, pada waktu pembangunannya nanti adalah gangguan la lu lintas selama masa pelaksanaan konstruksi. Pembuatan pipa saluran di bawah jalan dengan cara membuat terowongan mini (microtunneling) dapat mengurangi gangguan lalu lintas.

Sayangnya, cara ini hanya cocok mengatasi gangguan lalu lintas untuk pelaksanaan konstruksi yang memotong Jalan Otista dan memotong Jalan DI Panjaitan saja, tetapi kurang cocok untuk pelaksanaan konstruksi yang menyusur di bawah Jalan Otista 3. Hal ini karena cara tersebut mengharuskan adanya sumur-sumur (manhole) untuk pemasangan pipa.

Alternatif pembuatan saluran berupa boks beton di bawah jalan relatif lebih murah dan mudah. Hanya, pelaksanaan pekerjaannya harus secepat mungkin agar gangguan lalu lintas tidak terlalu lama. Boks beton yang dibuat terlebih dahulu di pabrik digunakan untuk mempercepat pelaksanaan konstruksinya.
Saluran boks beton tersebut harus kedap air karena pada waktu permukaan air Ssungai Ciliwung lebih tinggi dari mulut sodetan dan saluran tertutup tersebut bocor, rembesan airnya dapat mengganggu lingkungan.

Untuk itu, sambungan antarboks hendaknya menggunakan sejenis karet khusus (synthetic rubber) bermutu tinggi, seperti tipe karet yang pernah dipakai untuk sambungan antarboks Sydney Harbour Tunnel di Australia. Kelebihan penggunaan boks beton ini dapat dibuat lebih besar daripada penggunaan pipa sehingga lebih memudahkan pemeliharaannya pada kemudian hari. 

Harapan penulis adalah perencanaan sodetan saluran ini dikaji lebih teliti sehingga hasilnya bermanfaat bagi masyarakat. Dalam pelaksanaan pembangunannya nanti agar berhati-hati pada waktu pelaksanaan konstruksi yang memotong Jalan DI Panjaitan karena sodetan tersebut berada di antara fondasi jalan layang Wiyoto-Wiyono. Harapannya, banjir yang sering melanda Jakarta dapat segera diatasi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar