Sabtu, 02 Maret 2013

Jangan Hadang Hambalang


Jangan Hadang Hambalang
Moh Mahfud MD  ;  Guru Besar Hukum Konstitusi 
SINDO, 02 Maret 2013


Sebuah media berbentuk tabloid awal pekan ini menulis berita yang mengutip secara salah dari pernyataan saya. Entah disengaja, entah karena keteledoran, atau karena ketidakpahaman, yang jelas hanya wartawan tabloid itulah yang menulis: “Menurut Mahfud, penetapan Anas sebagai tersangka adalah peristiwa politik. Padahal saat itu saya mengatakan, “Ada yang menilai bahwa penetapan Anas sebagai tersangka adalah peristiwa politik, sedangkan saya melihat ini soal hukum.” Jadi kata-kata “ada yang menilai” dan sambungan pernyataan saya saat itu dihilangkan dari berita itu. Maka itu, ada yang menuduh saya membela tersangka korupsi karena pertemanan atau korps ke- HMI-an. Kenyataannya ada yang menilai kasus itu sebagai peristiwa politik karena faktanya ada yang meminta Anas dilepaskan karena dinilai penetapannya sebagai tersangka merupakan rekayasa Istana. 

Tetapi, faktanya pula ada yang berteriak keras agar Anas segera diajukan ke pengadilan karena terlibat korupsi. Menekan KPK untuk melepaskan maupun mengadili Anas adalah sama-sama merupakan manuver politik yang tak perlu digubris KPK. Keduanya merupakan penilaian politik, bukan berdasarkan hukum. Sebab itu, KPK harus tegas seperti yang telah dilakukan selama ini. Tak boleh terpengaruh oleh “penilaian” politik baik oleh yang pro maupun yang kontra. 

KPK harus menangani kasus ini secara profesional dan transparan sebagai kasus hukum. Saya termasuk yang tak percaya sama sekali bahwa kasus ini dikerjakan sebagai kasus politik oleh KPK. Ada yang mencoba melihat dan mendemonya sebagai kasus politik itu memang nyata, tetapi substansi masalah dalam kasus ini murni soal hukum yaitu korupsi. Kasus korupsi Hambalang ini jangan sampai dibelokkan menjadi peristiwa politik. 

Sebagai kasus megakorupsi kasus Hambalang ini sudah sulit dibantah dan harus dibongkar sampai ke akar-akarnya. Jika diibaratkan sebagai pohon, pohon korupsi Hambalang ini sudah nyata dan harus dibabat habis dalam waktu yang cepat dan cekatan sebelum dihilangkan oleh manuver-manuver politik. Kasus Hambalang ini kasus korupsi yang nyata dan gila-gilaan berdasarkan lima fakta dan indikasi sebagai berikut:
Pertama, kasus ini terkait langsung dan tak terpisahkan dari kasus korupsi Wisma Atlet di Kemenpora yang para koruptornya sudah dijatuhi hukuman pidana yaitu Mindo Rosalina, Nazaruddin, El Edris, dan Wahfid Muharram. Oleh pengadilan tipikor, mereka sudah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi sehingga dijatuhi hukuman pidana.
Kedua, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengumumkan temuannya bahwa terjadi kerugian negara dari pelanggaran dalam penanganan proyek Hambalang itu sebesar tak kurang dari Rp240 miliar. Menurut BPK, ternyata pula telah terjadi pelanggaran prosedur dalam penentuan anggaran proyek Hambalang dari semula Rp125 miliar menjadi Rp2,5 triliun. 

Ketiga, terjadi pelanggaran secara ugal-ugalan dalam pengadaan tanah untuk proyek Hambalang karena prosedurnya dianggap top down dan sepihak, terutama dalam penerbitan sertifikatnya. Apalagi pengurusannya melibatkan orang parpol, padahal ini proyek pemerintah.
Keempat, terjadi pelanggaran atas ketentuan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), terutama menyangkut ketinggian dan kedalaman fondasi bangunan. Akibatnya, bangunan proyek tersebut ambles dan sekarang mangkrak (dibiarkan) tanpa ada yang peduli. Bayangkan, berapa ratus miliar rupiah peningkatan kerugian dari keadaan seperti ini.
Kelima, KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Menpora Andi A Mallarangeng dan mantan Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Penentuan tersangka dalam kasus ini sangat kuat karena fakta-fakta yang disebutkan di atas. Melihat fakta-fakta tersebut, menjadi jelas bahwa kasus Hambalang adalah kasus korupsi yang nyata dan luar biasa. 

Kita tak boleh menghadang penyelesaian secara hukum kasus Hambalang ini oleh KPK atas nama dan dengan alasan apa pun. Ibarat pohon besar, kasus korupsi Hambalang masih banyak cabang-cabang dan ranting-ranting kasusnya yang harus dibabat sampai tuntas, termasuk apa yang disampaikan Rizal Mallarangeng secara berseri.Menurut saya, sungguh berkhianat apabila dengan fakta-fakta seperti itu kita masih mau mengatakan bahwa itu peristiwa politik. 

Kita punya catatan panjang bahwa semua tersangka yang diproses hukum di KPK selalu membantah dengan berbagai dalil yang sifatnya teknis. Tetapi lebih dari 99%, KPK selalu bisa membuktikan bahwa orang yang sudah dijadikan tersangka tak pernah bisa lolos dan selalu dijatuhi hukuman. Keberhasilan KPK menggiring dan menghukum tersangka koruptor tanpa ada yang lolos bukanlah karena rekayasa dan tekanan, melainkan karena KPK mampu merangkai fakta hukum yang biasanya tersembunyi dari publik saat tersangka melakukan bantahan sampai berbusa-busa. 

Setelah di sidang pengadilan para tersangka itu selalu tak berkutik menghadapi bukti-bukti yang diajukan KPK. Vonis-vonis atas koruptor yang digiring ke pengadilan oleh KPK juga biasanya selalu diperkuat oleh hakim tingkat banding dan kasasi. Di tingkat kasasi bahkan banyak yang hukumannya ditambah oleh Mahkamah Agung. Itu artinya KPK tak pernah gegabah dan tak mungkin menggelandang koruptor ke pengadilan kalau tak punya bukti kuat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar