Kontroversi
Rencana Impor Beras
Toto Subandriyo ; Alumnus IPB,
Anggota
Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) HKTI Kabupaten Tegal
SUARA
MERDEKA, 07 Agustus 2012
"Perlu mempertanyakan, rencana impor beras kali ini tidak didahului
dengan kajian akademis yang memadai"
BEBERAPA hari terakhir media
ramai memberitakan tentang rencana pemerintah mengimpor beras. Rencana itu
dilakukan di tengah produksi beras surplus dan serapan Bulog optimal (SM,
23/07/12). Sudah tentu kebijakan ini pantas untuk digugat dan diperdebatkan.
Rencana impor beras kali pertama
mencuat saat Kementerian Perdagangan Kamboja melalui situs Oryza News
menyatakan bahwa Indonesia akan membeli 100.000 ton beras dari Kamboja. Nota
kesepahaman akan ditandatangani pada Agustus. Sungguh hal ini sangat
kontroversial mengingat belum lama berselang BPS melansir data angka ramalan
(Aram) produksi padi nasional 2012.
Menurut Aram BPS produksi padi
nasional 2012 mencapai 68,59 juta ton gabah kering giling (GKG). Angka itu
diperoleh dari produksi riil Januari hingga April 2012 ditambah perkiraan
produksi Mei-Desember 2012. Angka produksi itu meningkat 4,31% dibanding tahun
lalu yang 65,76 juta ton GKG.
Jika ramalan produksi padi 68,59
juta ton GKG terealisasi, nominal tersebut akan setara dengan 38.563 juta ton
beras. Dengan asumsi konsumsi beras penduduk 135,01 kilogram/kapita/tahun maka
kebutuhan beras nasional mencapai 33.035 juta ton. Akhir tahun 2012 terjadi
surplus produksi beras 5,5 juta ton.
Kontroversi rencana impor beras
ini sangat wajar karena tak ada satu pun alasan pembenar bagi pemerintah untuk
panen beras di pelabuhan (baca: impor). Di samping prediksi produksi beras
nasional tahun ini bagus, capaian prestasi pengadaan beras dalam negeri oleh
Bulog juga cukup menggembirakan. Dari prognosa pengadaan beras 2012 sebesar 3
juta ton, saat ini telah terealisasi 2,5 juta ton. Angka penyerapan beras
petani oleh Bulog ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka penyerapan
tahun lalu yang hanya 1,8 juta ton.
Satu hal yang juga perlu
dipertanyakan, rencana impor beras kali ini tidak didahului dengan kajian
akademis yang memadai. Memang, dari perhitungan waktu sejak dikeluarkan Aram
produksi beras BPS masih menyisakan waktu 6 bulan hingga akhir 2012.
Sepanjang beberapa bulan ke depan kita akan memasuki musim kering. Namun kita
belum pernah mendengar sinyal dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) yang menyatakan bahwa musim kering kali ini sangat ekstrem, atau
terdapat kondisi ekstrem lain yang mengharuskan pemerintah mengimpor beras.
Revitalisasi Pertanian
Rencana impor beras di tengah
melimpahnya produksi di dalam negeri, serta tidak adanya kondisi darurat yang
mengharuskan impor, menjadi bukti betapa penentu kebijakan pangan di negeri ini
masih terjangkiti penyakit myopic. Selalu memandang peran pangan dalam domain
sempit dan horizon pendek. Mengabaikan pentingnya kemandirian pangan karena
akses impor sangat mudah dilakukan.
Akibat lebih jauh, meski sumber
daya alamnya melimpah, Indonesia mencatatkan defisit neraca perdagangan
komoditas pertanian, yang sangat menyedihkan ketika peningkatannya 200 kali
lipat hanya dalam waktu kurang dari 6 tahun. Data Bappenas tentang neraca
perdagangan komoditas pertanian Indonesia menyebutkan tahun 2006 terjadi
defisit 28,03 juta dolar AS. Angka nominal defisit neraca perdagangan tersebut
membengkak menjadi 5,509 miliar dolar AS pada 2011.
Menurut catatan BPS, hingga
semester pertama 2011 impor pangan negara kita mencapai 6,35 miliar dolar AS
atau lebih dari Rp 57 triliun. Devisa sebesar itu dapat digunakan untuk
membangun sebuah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah selama lebih dari 57
tahun. Saat ini rata-rata APBD kabupaten/ kota sekitar Rp 1 triliun/tahun.
Ironis memang.
Untuk mencegahnya hal itu terjadi
program revitalisasi pertanian harus benar-benar dilakukan dengan kegiatan yang
lebih membumi. Antara lain dengan membangun dan memperbaiki berbagai sarana
infrastruktur pertanian dan perdesaan, memperbesar akses permodalan dan kredit
petani, pengembangan riset teknologi di bidang pertanian, memberikan
perlindungan pasar kepada petani, dan mempercepat pelaksanaan reformasi
agraria. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar