Pembiaran Aliran
Dana Century
Bambang Soesatyo ; Anggota
DPR, Anggota Tim Pengawas
Penyelesaian
Kasus Bank Century
|
SUARA
MERDEKA, 25 Agustus 2012
"Sesungguhnya
sudah lebih dari cukup bagi KPK dan penegak hukum lain untuk menetapkan
tersangka kasus Century"
JANGAN membayangkan bahwa yang
disebut aliran dana Bank Century adalah dana yang mengalir dari brankas bank
itu, setelah disuntik Rp 6,7 triliun, ke sejumlah nama yang tidak berhak, baik
individu, organisasi, perusahaan, partai politik, maupun tim sukses. Yang
disebut aliran dana Century sesungguhnya adalah duit.
Terkait operasional bank mengapa meributkan
masalah duit? Bukankah bank selalu berkaitan dengan uang? Pasalnya tak semua nasabah
bank itu boleh menarik duit mereka dari bank itu. Ada 1.427 rekening yang
diharamkan melakukan penarikan dana begitu bank tersebut berstatus ‘’dalam
pengawasan khusus’’ oleh BI per 6 November 2008. Kenyataannya, sejak hari itu
hingga 10 Agustus 2009, Century kebobolan hingga Rp 938 miliar.
Bobol kali pertama Rp 344 miliar terjadi pada
periode 6-13 November 2008 justru saat bank tersebut berstatus ‘’dalam
pengawasan khusus’’. Kebobolan kedua terjadi pada periode 14-21 November 2008
sebesar Rp 273,8 miliar saat bank milik keluarga Robert Tantular itu dikucuri
pinjaman fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) oleh BI.
Kebobolan terlama adalah kali ketiga, periode
antara 24 November 2008 dan 10 Agustus 2009 sebesar Rp 320,7 miliar saat bank
itu sudah di-bail out pemerintah
melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Padahal pada periode itu manajemen dan
susunan direksi Century sudah berganti.
Lantas mengapa kebobolan bisa bertubi-tubi
dan tak ada seorang pun mencoba menghentikannya? Sebagaimana publik mengetahui,
pada 31 Oktober dan 3 November 2008, manajemen Century mengajukan pinjaman FJPP
Rp 1 triliun kepada BI. Surat Deputi Gubernur BI (DpG) No.10/9/DpG/DPB1/Rahasia
itu ditujukan kepada manajemen (lama) Century, memerintahkan agar tidak
melayani penarikan dana dari rekening milik pihak terkait dengan bank, atau
pihak-pihak lain yang ditetapkan bank sentral.
Pasalnya BI tak mungkin menyuntikkan dana ke
bank yang sakit tapi uang itu kemudian ditarik oleh pemilik sendiri dan para
koleganya, atau orang-orang yang masih memiliki urusan utang-piutang dengan
pemilik. Alih-alih memblokir, realitasnya rekening-rekening dana pihak ketiga
(DPT) itu justru dibiarkan terbuka sehingga penarikan bisa terjadi
berkali-kali.
Akibatnya dana suntikan BI dan LPS tak pernah
cukup untuk menyehatkan Century. Inilah salah satu penjelasan mengapa yang
semula hanya dibutuhkan Rp 632 miliar untuk penyelamatan, kemudian membengkak
jadi Rp 6,7 triliun. Malah bila dijumlahkan dengan dana FPJP Rp 689 miliar dari
bank sentral (14-18 November 2008), sesungguhnya Century sudah disuntik Rp 7,3
triliun.
Hal itu ibarat mengisi tandon air tanpa
pernah menutup sumber kebocorannya. Lantas apa yang sebenarnya terjadi? Pada 14 November 2008 BI mengabulkan permohonan FPJP Rp
689 miliar, dari Rp 1 triliun yang diminta. Dana tersebut lalu digunakan untuk
pertama; melunasi transaksi antarbank Rp 28,2 miliar, dan kedua; pembayaran
dana pihak ketiga Rp 661 miliar. Itu artinya begitu BI mengucurkan dana, para
nasabah Century menarik dana itu sehingga kucuran FPJP bak menyiramkan air di
padang pasir.
Dana
Keluar
Tapi bukan ini bagian terburuk. Bagian terburuknya adalah dari Rp 661 miliar duit kucuran
FPJP yang ditarik para nasabah Century, Rp 273 miliar di antaranya adalah
penarikan oleh pihak-pihak terkait yang mestinya diharamkan oleh BI.
Apalagi bank sentral sendirilah yang menetapkan peraturan dan sudah mengirim
surat larangan, bahkan menempatkan para pengawasnya di sana.
Sulit membayangkan, BI menggelontorkan Rp 689
miliar (input) tapi tak memperketat
pengawasannya di jalur keluarnya uang (output).
Apakah rekening-rekening itu tidak diblokir? Inilah keganjilan kali kesekian
dari banyak keganjilan yang membelit kisah bail
out Bank Century.
Untuk menelusuri pihak yg
menerima aliran dana dari proses bail out
maka penelitian tidak harus dibatasi kepada tanggal setelah
penggelontoran dana oleh LPS tapi perlu ditarik mundur beberapa bulan ke
belakang, yaitu Maret dan April 2008 ketika Century melakukan transaksi yang
patut dicurigai.
Patut mencurigai bahwa sesungguhnya funds outflow dalam kaitan dengan
rencana bailout telah terjadi pada
waktu transaksi penempatan dana pada bank lain dibukukan, yaitu antara Maret
dan April 2008. Untuk kemudian di-cover
up dengan transaksi penyertaan LPS secara tunai.
Dari sejumlah fakta itu,
sesungguhnya sudah lebih dari cukup bagi KPK dan penegak hukum lain untuk
segera menetapkan orang yang paling bertanggung jawab sebagai tersangka kasus
Bank Century, yang merupakan skandal keuangan terbesar pascareformasi itu.
Minimal sebagai pintu masuk atau anak tangga pertama, KPK dan penegak hukum
lain bisa menetapkan pejabat BI yang terkait dan direksi LPS sebagai tersangka,
sebelum sampai pada tokoh utamanya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar