PPKM,
Analisis Data dan Tindakan Selanjutnya Tjandra Yoga Aditama ; Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/
Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P
& Ka Balitbangkes |
DETIKNEWS, 2 Agustus 2021
KITA
patut bersyukur bahwa rumah sakit di Jakarta dan beberapa kota lain di Jawa
kini tidaklah sepenuh dua atau tiga minggu yang lalu. Tidak terlihat lagi
antrean dan daftar tunggu untuk bisa masuk instalasi gawat darurat (IGD)
serta relatif tersedia tempat tidur untuk pasien yang harus dirawat isolasi
di rumah sakit dan intensive care unit (ICU). Artinya, pasien covid-19 sedang
dan berat yang membutuhkan perawatan rumah sakit kini dapat ditangani dengan
jauh lebih baik. Di
sisi lain, data epidemiologi harian nasional pada akhir Juli ada kesan lebih
membaik dari satu atau dua minggu yang lalu. Hanya, membaca data ini harus
lebih cermat dan hari-hati. Sedikitnya ada empat data epidemiologi yang
dilaporkan setiap hari, jumlah kasus baru, jumlah tes yang dilakukan, angka
kepositifan, dan jumlah yang meninggal. Untuk
menilai apakah memang angka-angka itu sudah membaik atau belum, kita harus
menganalisisnya dengan mempertimbangkan empat faktor objektif. Pertama, yang
paling mudah ialah membandingkannya dengan data 3 Juli 2021 ketika PPKM
darurat dimulai. Dalam hal ini harus disadari bahwa angka 3 Juli bukanlah
angka yang akan dicapai sesudah PPKM dilakukan hingga kini. Angka 3 Juli
justru angka yang tinggi sehingga pada waktu itu diputuskan keadaan PPKM
darurat. Jadi, kalau angka hari-hari ini masih sama dengan angka 3 Juli,
artinya keadaan masihlah darurat. Parameter objektif kedua ialah
membandingkan dengan target yang direncanakan akan dicapai, yang sebelumnya
telah pernah disampaikan. Parameter ketiga ialah membandingkan data kita
dengan patokan umum di dunia (WHO, misalnya) atau data negara lain. Parameter
keempat ialah pertimbangan khusus tentang jumlah warga yang wafat. Pasien baru dan jumlah
tes Jumlah
pasien baru pada 31 Juli 2021 ialah 37.284 orang. Di satu sisi, dapat
disampaikan bahwa angka ini menurun bila dibandingkan dengan puncak kasus
pada 15 Juli 2021 dengan 56.757 kasus. Namun, angka kasus baru ini lebih
tinggi dari jumlah kasus baru pada awal PPKM darurat 3 Juli 2021, yaitu
27.913 orang. Artinya, kita tidak bisa mengatakan jumlah kasus baru memang
sudah menurun, malah kasusnya lebih tinggi dari tanggal ditetapkan sebagai
darurat. Apalagi kalau dibandingkan dengan target yang pernah disebutkan.
Artikel di Mediaindonesia.com pada 13 Juli 2021 judulnya jelas menulis PPKM
Darurat Targetkan Tekan Penambahan Pasien Covid Hingga 10 Ribu/Hari. Artinya,
jumlah kasus baru sampai akhir Juli 2021 ini belumlah memenuhi target yang
telah ditetapkan. Tentang
jumlah yang diperiksa, data 31 Juli 2021 menunjukkan ada 150.200 orang dan
241.761 spesimen yang diperiksa. Angka ini memang meningkat dari data awal
PPKM darurat 3 Juli 2021 yang angkanya 110.983 orang dan 157.227 spesimen.
Namun, angka 31 Juli 2021 lebih rendah dari data 22 Juli yang sudah berhasil
memeriksa 228.702 orang dan 294.270 spesimen serta data 23 Juli yang
memeriksa 202.385 orang dan 274,246 spesimen. Di sisi lain, kita tahu bahwa
pemerintah menargetkan pemeriksaan 400 ribu sehari, yang jelas masih jauh
dari tercapai. Sebagai ilustrasi saja bahwa India sudah berhasil melakukan 2
juta pemeriksaan sehari. Kalau
penduduk kita seperempat penduduk India, target sekitar 400 ribu atau 500
ribu sehari harusnya dapat dicapai dan data sepanjang Juli 2021 masih jauh
lebih rendah dari target yang sudah digariskan. Padahal, kita tahu bahwa
jumlah yang diperiksa ialah amat penting agar kita dapat menemukan kasus
positif di masyarakat, yang lalu dapat segera ditangani sehingga kasusnya
tidak menjadi berat serta diisolasi untuk memutus rantai penularan di
masyarakat. Seperti
kita ketahui bahwa kegiatan tes harus sejalan dengan telusur. Kalau ada satu
kasus yang positif, yang kontak dengan pasien itu harus dicek satu per satu.
Kalau ketemu ada lagi yang positif, harus dicek lagi dengan siapa kontaknya,
dan seterusnya. Di awal kita pernah dengar bahwa yang ideal untuk dilakukan
telusur ialah 30 orang, lalu disebutkan akan ditargetkan 15 orang, serta
dalam beberapa hari ini ada informasi untuk melakukan setidaknya di 8 orang.
Hanya dengan tes dan telusur yang baik, penularan di masyarakat dapat
ditekan. Dalam
laporan harian ke publik kita belum dapat melihat angka telusur ini, akan
baik kalau hal ini terus digiatkan dan juga dipaparkan ditanya secara luas.
Tes dan telusur bersama pembatasan sosial dan vaksinasi merupakan tulang
punggung utama pengendalian covid-19 di dunia dan di negara kita. Tentang
jumlah yang divaksinasi di negara kita, tampaknya data harian masih amat
fluktuatif, terkadang cukup tinggi sampai lebih satu juta seharinya, tapi
terkadang hanya ratusan ribu. Kita sudah mendengar ada target untuk
memvaksinasi sampai 2 juta orang seharinya yang mudah-mudahan dapat segera
tercapai. Penularan di
masyarakat dan kematian Data
31 Juli 2021 menunjukkan angka kepositifan total 24,8% dan angka kepositifan
berdasar pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dan TCM (tes cepat
molekuler) ialah 52,2%. Ini memang seakan-akan dapat dibaca sebagai menurun
karena angka kepositifan kita pernah beberapa hari lebih dari 30%. Namun,
kalau kita lihat data 3 Juli saat ditetapkan PPKM darurat, angka kepositifan
totalnya 25,2% dan kalau berdasar PCR/TCM ialah 36,7%. Jadi, angka
kepositifan total 31 Juli memang sedikit lebih rendah dari awal PPKM darurat,
tetapi angka kepositifan berdasar PCS/TCM jauh lebih tinggi. Artinya,
penularan di masyarakat sampai akhir Juli 2021 ini masih sangat tinggi dan
jelas-jelas harus diturunkan. Kita
tahu bahwa WHO mengambil angka kepositifan di bawah 5% untuk menyatakan
situasi sudah terkendali, sedangkan angka Indonesia masih lima kali lebih
besar dari patokan aman 5% itu. Sebagai ilustrasi, angka kepositifan India di
akhir Juli ini hanya 2,4%, turun 10 kali lipat dari angka sekitar 22% pada
Mei 2021, yakni kasus di India sedang amat tinggi dan menjadi berita utama
dunia di negara kita juga. Mudah-mudah dengan program yang baik, angka
kepositifan kita juga bisa turun 10 kali sehingga kasus di masyarakat akan
turun dengan bermakna. Tentang
kasus meninggal, data 31 Juli 2021 menunjukkan ada 1.808 kerabat dan keluarga
warga Indonesia yang wafat akibat covid-19. Angka ini dapat memberi kesan
perbaikan karena pada 27 Juli 2021 angka yang meninggal menembus 'batas
psikologis' 2.000 kematian, tepatnya 2.069 warga kita yang wafat dalam sehari
akibat penyakit ini. Namun, ada dua alasan untuk tidak mengatakan data akhir
Juli ialah perbaikan. Pertama, yang meninggal sehari pada 3 Juli 2021 di awal
PPKM darurat ialah 493 orang, jadi angka meninggal akhir Juli ini meningkat 3
kali dari saat darurat dimulai. Alasan kedua, warga yang wafat tidak dapat
hanya disebut sebagai angka. Ribuan kerabat kita yang meninggal setiap hari
ini tidak akan mungkin kembali lagi, mereka sudah meninggalkan kita selama
ini. Jumlah kematian harus ditekan dan ini harus jadi prioritas utama. Ada
tujuh cara utama menurunkan angka kematian. Pertama, melakukan analisis
mendalam tentang sebab kematian dan faktor yang memengaruhinya. Kedua,
menekan penularan di masyarakat dengan pembatasan sosial. Ketiga,
meningkatkan tes dan telusur serta keempat meningkatkan vaksinasi utamanya
pada kelompok rentan. Upaya kelima ialah identifikasi dan pengendalian
infeksi akibat varian delta dan varian baru lainnya. Keenam, menangani dengan
saksama mereka yang isolasi mandiri. Ketujuh, pelayanan yang baik dan lengkap
di rumah sakit. Langkah ke depan Masa
PPKM periode ini akan berakhir pada 2 Agustus 2021. Pemerintah tentu akan
mengambil keputusan yang bijak untuk melindungi rakyat dari bahaya pandemi
covid-19. Dalam hal ini ada tiga kemungkinan yang dapat dipertimbangkan.
Tentu saja dalam semua kemungkinan ini kegiatan tes dan telusur serta
vaksinasi harus dilakukan semaksimal mungkin. Pertama,
sesuai dengan bahasan di atas, memang ada perbaikan nyata dari beban rumah
sakit. Masyarakat kini sudah lebih mudah mencari pertolongan kesehatan.
Tentang indikator-indikator epidemiologi secara nasional, mungkin ada yang
menunjukkan perbaikan dan ada juga yang tidak, tergantung pada bagaimana
menilainya. Belum lagi kalau kita lihat data-data dari luar Jawa-Bali yang
menunjukkan kecenderungan meningkat dengan berbagai potensi masalahnya. Analisis
situasi WHO 28 Juli 2021 menyebutkan bahwa antara 19-25 Juli masih terjadi
penularan amat tinggi di masyarakat tingkat di tujuh provinsi negara kita dan
dianjurkan upaya menekan penularan melalui implementasi ketat public health
and social measures (PHSM) harus dilanjutkan dan diperkuat. Kalau sekiranya
ada rencana meneruskan PPKM yang sekarang sedang berjalan, jaminan bantuan sosial
perlu diberikan bagi semua yang terdampak. Dengan meneruskan PPKM, situasi
yang mulai membaik akan menjadi lebih terkendali dan terjaga baik untuk tidak
meningkat lagi. Kemungkinan
kedua ialah pilihan memberikan beberapa tambahan pelonggaran lagi, tentu
dengan konsekuensi kemungkinan kasus akan dapat meningkat lagi dan rumah
sakit akan penuh lagi. Untuk itu, kalau toh akan dilakukan kemungkinan kedua
ini, pemilihan pelonggaran perlu dilakukan dengan amat hati-hati, tentu
dilakukan secara bertahap dan dapat disesuaikan lagi dari waktu ke waktu
kalau diperlukan. Di pihak lain, kegiatan yang masih harus melakukan
pembatasan sosial haruslah dijalankan dengan ketat, jangan terbawa ikut
longgar juga. Kemungkinan
ketiga ialah melakukan kebijakan berdasar data daerah, katakanlah
kabupaten/kota atau mungkin daerah aglomerasi. Untuk ini harus dilakukan
analisis yang mendalam tentang situasi epidemiologi daerah itu dan kapasitas
respons yang ada, datanya haruslah amat rinci dan akurat di tingkat tiap-tiap
daerah. Pada 14 Juni 2021, WHO telah menerbitkan dokumen Considerations for implementing and adjusting public health and
social measures in the context of Covid-19 yang merupakan penyempurnaan
dari edisi sebelumnya. Di dalamnya dibahas perbaikan sistem penghitungan
untuk menentukan level-level risiko. Dalam dokumen yang baru 1,5 bulan ini
disebutkan bahwa kita harus menilai apakah situasi epidemiologi/penularan di
masyarakat sudah terkontrol atau tidak. Lalu, kita menilai apakah sistem
kesehatan serta kapasitas pelayanan kesehatan mampu menangani covid-19 sambil
tetap menangani berbagai masalah kesehatan lainnya. Penularan
di masyarakat dibagi dalam tujuh kategori, mulai tidak ada kasus, hanya kasus
sporadis, mulai ada klaster, dan lalu penularan di masyarakat derajat satu,
dua, tiga, dan empat. Kalau sudah derajat empat itu artinya insiden kasus
yang amat tinggi dan menyebar luas dalam 14 hari terakhir. Sementara itu,
kapasitas respons kesehatan dibagi menjadi adekuat, moderat, atau terbatas.
Dengan menggabungkan kedua hal ini, ditentukanlah lima level keadaan
(situation level), mulai nol, satu, dua, tiga, dan empat. Level
empat ialah gabungan keadaan penularan masyarakat ada di derajat empat
(sesuai dengan definisi di atas) dan kapasitas respons terbatas. Per definisi
maka level 4 ini ialah wabah yang tidak terkendali dengan kapasitas respons
kesehatan yang terbatas atau sudah tidak memadai sehingga memerlukan upaya
ekstensif untuk menghindari penambahan bermakna angka kesakitan dan kematian
akibat pelayanan kesehatan yang sudah amat kewalahan. Untuk setiap parameter
sudah ditetapkan apa saja indikator utamanya dan apa indikator tambahan yang
perlu dinilai. Akan sangat baik kalau kita memiliki data serinci ini untuk
setiap kabupaten/kota dan daerah aglomerasi sehingga keputusan apa pun yang
akan diambil benar-benar berbasis data ilmiah, evidence-based decision making
process. Dalam
dokumen terbaru WHO ini juga tertera dua hal penting, yang harus diterapkan
juga dalam mengambil keputusan tentang perubahan atau kelanjutan PPKM.
Pertama, pembatasan sosial harus selalu dievaluasi dan disesuaikan dengan
perkembangan data yang mungkin amat dinamis, baik di tingkat negara maupun
subnasional. Kedua, kalau pembatasan sosial akan diubah/disesuaikan,
betul-betul harus berkomunikasi dengan masyarakat. Keputusan
tentang langkah ke depan PPKM dan pengendalian pandemi covid-19 tentu bukan
hal yang mudah. Akan baik kalau apa pun keputusan yang diambil berdasar pada
setidaknya tiga hal, pertama perlindungan sepenuhnya bagi rakyat Indonesia,
kedua keputusan dengan dasar ilmiah yang valid, dan ketiga tentu kepentingan
bangsa dan negara ialah yang utama. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar