Menyusui
Bukan Hanya Tanggung Jawab Ibu Farahdibha Tenrilemba ; Wakil Ketua Umum Asosisasi Ibu Menyusui
Indonesia (AIMI); Mahasiswa S-3 Fakultas Ekologi Manusia IPB; Dosen Kesehatan
Masyarakat Universitas Respati Indonesia (Urindo) |
KOMPAS, 5 Agustus 2021
Keberhasilan
dan kegagalan menyusui bukan karena air susu ibu tidak keluar atau ibu merasa
tidak nyaman saat menyusui. Secara global, sebagian besar perempuan memilih
untuk menyusui bayi mereka yang baru lahir, tetapi sayangnya banyak yang
tidak dapat menyusui selama yang mereka inginkan (WABA, 2021). Air
susu ibu (ASI) tidak keluar dan berlangsung terus-menerus yang menjadikan ibu
gagal menyusui eksklusif enam bulan, hal ini karena ibu tidak mendapatkan
dukungan dari orang-orang dan pihak-pihak di sekitarnya. Beberapa contoh
antara lain ketika persalinan, ibu dan bayi dipisahkan padahal keduanya dalam
keadaan sehat. Bayi seharusnya diberi kesempatan untuk melakukan inisiasi menyusu
dini (IMD), yaitu diletakkan di dada ibu selama 60 menit untuk menemukan
payudara ibunya lalu menyusu. Contoh
lainnya, petugas kesehatan tidak mengajarkan cara menyusui yang tepat
sehingga ibu baru kesulitan dan tidak tahu harus bagaimana. Bayi menangis pun
diberi pengganti ASI tanpa persetujuan dari orangtua si bayi. Ada
juga ketika pulang ke rumah setelah persalinan, si bayi menjadi rewel
sementara ibu masih kelelahan dan ayah tidak tahu harus membantu apa agar
istrinya bisa menyusui, selain membelikan susu formula sebagai pengganti ASI. Iklan
dan promosi susu formula juga merajalela di seluruh media sosial, TV, radio, platform video, platform chat,
juga ditelepon oleh marketing. Bahkan, dari tempat persalinan diberikan paket
dari produk pengganti ASI, serta paket promo yang tertera di hampir seluruh
warung, toko, dan pasar swalayan. Ketika
kembali ke kantor, ibu kesulitan untuk memerah ASI karena tidak disiapkan
ruangan khusus. Ibu bekerja tidak diberikan kesempatan waktu ekstra di luar
istirahat jam makan siang untuk memerah ASI. Cuti
maternitas tiga bulan harus dibagi, sebelum dan sesudah melahirkan, sehingga
praktik menyusui menjadi terhambat dan sulit mencapai menyusui eksklusif enam
bulan. Sementara cuti untuk ayah dalam mendampingi istri setelah melahirkan
dinilai kurang lama sehingga ayah harus kembali bekerja dan meninggalkan
istrinya yang masih pemulihan setelah persalinan dan masih belajar
beradaptasi dengan adanya bayi. Penelitian
menunjukkan, keberhasilan ibu menyusui terletak pada lingkungan di
sekitarnya, yaitu keluarga, sistem kesehatan, tempat kerja, dan seluruh
kebijakan yang menyelimutinya (Labbok, 2008). Elemen-elemen inilah yang
merupakan kunci dari penciptaan lingkungan yang mendukung menyusui. Kita
semua memiliki peran dalam memberikan dukungan dan perlindungan bagi ibu
sehingga sukses menyusui. Inilah makna di balik tema Pekan Menyusui Dunia
(PMD) 2021: ”Perlindungan Menyusui Tanggung Jawab Bersama”. Lalu
dukungan seperti apa yang bisa dilakukan dalam peran kita di masyarakat? Bagi
pemerintah diharapkan memperkuat regulasi dan kebijakan yang telah berlaku
karena masih banyak regulasi terkait menyusui dan pemberian makan bayi anak
(PMBA) tidak mengadopsi isi dari Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI
yang menjadi rekomendasi global untuk penegakan perlindungan menyusui. Selain
itu, regulasi dan kebijakan yang ada juga tidak disosialisasikan dan
diimplementasikan secara tepat sehingga tidak mampu melindungi ibu dari
bombardir iklan dan promosi produk pengganti ASI, tidak cukup kuat melindungi
para ibu menyusui yang bekerja, serta tidak mampu mendorong diterapkannya 10
Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (10 LMKM) dan Rumah Sakit Ramah Bayi
pada sistem kesehatan di Indonesia. Bagi
sistem kesehatan diharapkan memiliki jajaran petugas kesehatan yang mengerti
tentang manajemen dan konseling menyusui sehingga dapat memberikan bantuan
teknis kepada seluruh ibu karena menyusui ada caranya dan cara tersebut perlu
dipelajari. Selain itu, manajemen fasilitas kesehatan dan petugas kesehatan
selayaknya menghindari konflik kepentingan dengan berhenti menerima sponsor
dari industri perusahaan pengganti ASI dan mengakhiri memberikan kesempatan
pada perusahaan pengganti ASI melakukan promosi produk pengganti ASI terhadap
para pasiennya. Sungguh tidak etis yang mempromosikan produk pengganti ASI
adalah rumah sakit, dokter. Bagi
lingkungan tempat kerja diharapkan pemberi kerja, pengusaha, dan serikat
pekerja menyediakan fasilitas ruangan untuk menyusui dan memerah ASI di
tempat kerja yang disertai dengan pemberian kesempatan waktu di luar
istirahat makan siang. Selain itu, pemberi kerja memiliki kebijakan yang
memberikan keleluasaan bagi pekerja perempuannya untuk mengambil cuti yang
lebih panjang setelah masa persalinan, tanpa juga lupa memberikan cuti bagi
ayah yang lebih lama untuk mendampingi istrinya saat dan sesudah melahirkan. Terakhir
di tingkat masyarakat pada umumnya, yaitu keluarga, komunitas
orangtua/kesehatan/pengasuhan, media, serta seluruh elemen masyarakat,
diharapkan dapat mendukung terciptanya lingkungan yang ramah menyusui. Bagi
keluarga, terutama kepada para suami, diharapkan mengedukasi diri dengan ilmu
manajemen laktasi ketika istri masih mengandung sehingga terbayang bentuk
dukungan seperti apa yang bisa diberikan, istri pun lebih leluasa
mengomunikasikan harapan dan keinginan dari ayah kepada anaknya. Media
diharapkan memberikan informasi yang tepat tanpa embel-embel pesanan promosi
produk pengganti ASI. Juga, seluruh elemen masyarakat bersama-sama melakukan
pengawasan dan melaporkan setiap pelanggaran kode internasional pemasaran
pengganti ASI yang dapat dijadikan bukti atas masifnya pengaruh dari promosi
pengganti ASI yang dapat mengacaukan pengambilan keputusan orangtua dalam
pemberian makan bayi/anak. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Unicef, menyusui merupakan fondasi
kehidupan dan sangat berkontribusi pada kesehatan jangka pendek dan panjang.
ASI merupakan makanan ideal untuk bayi, aman, bersih, dan mengandung antibodi
untuk melindungi dari berbagai penyakit pada anak. ASI juga mengandung energi
dan nutrisi yang dibutuhkan bayi di bulan-bulan pertama kehidupan, dan sejak
usia enam bulan, bayi memulai makan makanan pendamping ASI yang aman dan
memadai sambil terus menyusu hingga dua tahun atau lebih. Pandemi
Covid-19 merupakan tantangan global dan menyusui berkontribusi pada
penyediaan gizi yang baik dan ketahanan pangan dalam situasi normal ataupun
darurat (WABA, 2021). Terdapat pedoman terbaru Kementerian Kesehatan yang
disesuaikan dengan rekomendasi WHO menyepakati bahwa pelaksanaan IMD dan
menyusui tetap dapat dipraktikkan tanpa memandang status Covid-19. Namun,
pelaksanaan di lapangan masih banyak yang kontradiktif, yaitu dipisahkannya
ibu dan bayi sehingga tidak diberikan akses untuk menyusui selama di tempat
bersalin. Menyusui
pada ibu yang terkonfirmasi Covid-19 dapat terus berlangsung selama ibu
menerapkan protokol kesehatan. Jika harus terpisah, ibu dapat memerah ASI
untuk menjaga produksi dan bayi diberikan ASI perah menggunakan wadah gelas,
pipet, atau sendok. Jelas
bahwa menyusui bukanlah menjadi tanggung jawab ibu saja, melainkan
perlindungan menyusui merupakan tanggung jawab kita bersama. Selamat
merayakan Pekan Menyusui Dunia 2021 dengan berperan di lingkup masing-masing.
● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar