Minggu, 01 Agustus 2021

 

Ketika Anak Berduka

Kristi Poerwandari ;  Penulis kolom “Psikologi” di Kompas

KOMPAS, 31 Juli 2021

 

 

                                                           

Untuk cukup banyak kita, situasi saat ini menjadi situasi sangat sulit karena kita kehilangan mata pencarian atau penghasilan menurun drastis. Keluarga atau orang dekat, bahkan kita sendiri, mungkin terinfeksi, dengan gejala serius, bahkan ada anggota keluarga yang meninggal. Suasana sangat tegang mencekam. Apa yang terjadi pada anak?

 

Besar kemungkinan anak juga merasakan kecemasan dan ketegangan yang dirasakan orang dewasa, bahkan bisa jadi mereka menghayati keterkejutan dan rasa tak berdaya lebih tinggi. Ini  karena anak tidak sepenuhnya mengerti apa yang terjadi, dan belum dapat mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Anak masih sepenuhnya bergantung pada perilaku dan keputusan orang-orang dewasa terdekatnya.

 

Yang dialami anak

 

Individu satu dan yang lain menghayati dan dapat merespons berbeda terhadap situasi yang sama. Sebagian anak menunjukkan tanda-tanda yang jelas mengalami tekanan dan trauma. Yang lain mungkin tidak memperlihatkannya sehingga orang dewasa di sekitarnya menganggapnya baik-baik saja.

 

Tanda-tanda yang ditampilkan anak dapat berbeda. Pada anak usia prasekolah, ada yang jelas menunjukkan rasa takut, mudah menangis dan menjadi rewel, destruktif, atau terus bergerak gelisah. Sebagian kembali ke tahapan perkembangan sebelumnya, misalnya kembali mengompol, tidak dapat mengendalikan buang air besar, atau menuntut untuk terus menempel pada orang dewasa.

 

Anak usia sekolah dan remaja mungkin sulit berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran, apalagi di kelas daring. Anak kehilangan minat beraktivitas, mengeluh merasa sakit, terlihat tegang, sedih, merasa bersalah. Remaja sering merasa terisolasi dan sangat sedih, bisa jadi apabila tak tertahan akan melukai diri atau melakukan percobaan bunuh diri.

 

Mungkin saja anak atau remaja jadi mengalami kesulitan tidur dan mimpi buruk. Bila tersedia di lingkungan, bukan tidak mungkin remaja mulai mengonsumsi alkohol atau mencoba menggunakan obat-obatan terlarang.

 

Ada anak yang sebelumnya telah melewati sejarah hidup yang sulit, misalnya hidup serba berkekurangan, mengalami diskriminasi dan kekerasan, serta ada dalam lingkungan yang tidak stabil dan mengancam. Anak-anak ini menghadapi tantangan yang lebih berat daripada anak lain pada umumnya. Namun, karena sejak sebelumnya telah berulang mengalami berbagai hal menyakitkan, dari tampak luar mereka mungkin terlihat biasa-biasa saja.

 

Respons anak menghadapi situasi sulit sangat dipengaruhi perilaku orang dewasa di sekitarnya. Pada usia berapa pun, anak memerlukan pemahaman, dukungan, dan keyakinan bahwa orang-orang dewasa di sekitarnya peduli dan dapat menjadi tempat bersandar.

 

Mendampingi anak

 

Mungkin ada dari pembaca yang kehilangan saudara terdekat, dan sekarang harus bertanggung jawab atas keponakan, cucu, atau kerabat berusia anak atau remaja yang kehilangan orangtuanya. Bagaimana pengaturannya? Apakah yang kehilangan orangtuanya itu akan tinggal bersama keluarga kita? Ataukah tinggal bersama kerabat lain, tetapi menjadi tanggung jawab bersama dari orang-orang dewasa di keluarga luas?

 

Tentu tidak mudah memberikan pendampingan. Di satu sisi kita berbelas kasih dan ingin melakukan yang terbaik untuk anak-anak dan keluarga besar. Di sisi lain, kita sendiri mungkin cemas dengan kondisi keuangan keluarga inti, cemas dengan kesehatan diri, dan pusing dengan berbagai tanggung  jawab lain.

 

Kita dapat tampil menjadi sosok yang tegang, tidak sabar, dan mudah marah. Sementara itu, sang anak dan remaja yang berduka juga berada dalam situasi psikis sangat sulit, yang memengaruhi perilaku dan penyesuaian dirinya.

 

Bagaimanapun, untuk dapat mendampingi anak dengan efektif, hal yang pertama-tama perlu kita lakukan adalah mengelola stres kita sendiri. Caranya dapat berbeda-beda, mungkin memastikan asupan makanan sehat, berolahraga, memiliki waktu tenang untuk diri sendiri, atau memiliki sahabat atau orang dekat untuk berbagi perasaan. Jadi, ketika berhadapan dengan anak, kita dapat menunjukkan sikap positif karena telah dapat mengelola emosi kita sendiri.

 

Apabila ada orang baru yang bergabung di keluarga kita, yang perlu dilakukan adalah meminimalkan tekanan di lingkungan rumah kita sendiri. Kita perlu menyiapkan keluarga inti agar dapat menunjukkan penerimaan dan penyesuaian terhadap perubahan yang ada.

 

Anak dan remaja yang berduka dan harus bergabung dengan keluarga baru perlu memperoleh perasaan aman dan diterima. Jangan sampai mereka merasa bahwa keluarga barunya terpaksa atau terganggu dengan kehadiran mereka.

 

Pendidikan diberikan dengan cara positif, bukan dengan cara menyuruh, merendahkan, menghina dan menghukum, melainkan dengan ajakan dan keteladanan. Anak dan remaja dapat belajar bertanggung jawab sesuai karakteristik usianya tanpa dibeda-bedakan, apakah mereka anak kandung, anak angkat, atau orang yang tinggal menumpang.

 

Yang umumnya akan membantu adalah menghadirkan aktivitas rutin, seperti kembali bersekolah (meski dalam jaringan), atau aktivitas keluarga bersama, misalnya makan pagi dan makan malam bersama.

 

Kita dapat mengajak anak dan remaja belajar nilai-nilai kebersihan, kebersamaan, saling menolong, kejujuran dan banyak lagi lainnya lewat tugas-tugas rumah tangga, seperti menyiapkan makanan, membersihkan rumah, membuang sampah, atau berbagi ruangan dan barang.

 

Orang dewasa perlu membuka diri dan menunjukkan dukungan agar anak dan remaja merasa aman untuk bercerita. Akan baik apabila kita dapat menyisihkan waktu berkualitas setiap hari untuk memudahkan anak bercerita. Dapat pula dianggarkan waktu rutin, misalnya, di akhir minggu untuk menekuni hobi, berolahraga, atau berkreasi bersama.

 

Semua di atas diharapkan dapat membantu anak melewati proses berdukanya dan menyiapkan masa depannya yang tetap cerah bahagia. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar