Sketsa
Kandidat RI-2
Rio Christiawan ; Dosen Hukum Universitas Prasetiya Mulya
|
DETIKNEWS,
12 Maret
2018
Penentuan
kandidat calon wakil presiden (RI-2) akan menjadi faktor yang akan
mempengaruhi hasil pilpres secara signifikan. Kalkulasi politiknya adalah
kandidat calon presiden yang akan maju pada Pilpres 2019 sudah hampir pasti
dapat ditebak dengan melihat hasil polling beberapa lembaga survei.
Kemungkinan new commer untuk RI-1 kecil kemungkinan karena peta pilpres jauh
lebih komplek ketimbang pilkada, kecuali ada new commer yang momentum dan
timing kehadirannya betul-betul tepat sebagai alternatif seperti fenomena
terpilihnya Presiden Joko Widodo pada 2014 yang lalu.
Dengan
bersimulasi pada hasil polling beberapa lembaga survei, maka asumsi saya
figur yang memperoleh suara cukup tinggi dalam polling akan maju sebagai
kandidat calon RI-1. Jika melihat hasil polling dan mengukur kapasitas
kinerja partai pengusung dan pendukung maka lebih kurang sudah dapat ditakar
hasilnya. PDI-P, Golkar, Nasdem, dan beberapa partai lainnya (kemungkinan
Hanura, PPP, dan PKB) tampaknya akan berkoalisi secara nasional. Gerindra,
PAN, PKS, dan beberapa partai lainnya kemungkinan akan berkoalisi. Sehingga
yang belum jelas benar adalah Partai Demokrat.
Beberapa
partai pendatang tampaknya akan terdistribusi secara berimbang. Tetapi
perhitungan ini bisa sedikit berubah jika Gerindra berada satu poros dengan
PDI-P, dan jika Demokrat memutuskan satu poros dengan PDI-P maka koalisi
penantang PDI-P harus benar benar memikirkan kandidat calon RI-2 yang
representable dan marketable.
Game Theory
Dari
konfigurasi yang ada tampaknya ornamen koalisi pada pilkada akan berbeda
dengan pilpres, sehingga dengan situasi yang ada kontestasi pilpres hanya
akan diikuti oleh 2 atau 3 pasangan saja. Kalkulasi tersebut juga didasari
pada ketersediaan kandidat calon RI-2 yang representable dan marketable untuk
dikemas oleh tim pemenangan pilpres masing-masing koalisi.
Dalam patron
sejarah ketatanegaraan Indonesia kandidat calon RI-2 tidak pernah berasal
dari new commer. Artinya, kandidat calon RI-2 selalu berasal dari orang yang
telah dikenal baik oleh kalangan istana, eksekutif (setingkat menteri),
legislatif (setingkat DPR) maupun lembaga tinggi negara lainnya. Besar
kemungkinan patron yang sama akan terjadi, artinya pada kontestasi Pilpres
2019 nanti kandidat calon RI-2 bukan new commer.
Kesimpulan
tersebut terbentuk setelah melakukan profiling pada kandidat calon RI-1, dan
ditemukan kesamaan pada figur yang masuk dalam tiga besar polling sebagai
kandidat calon RI-1 ditemukan kesamaan bahwa kandidat calon RI-1 bukan ekonom
sehingga perlu didampingi ekonom.
Konfigurasi
non-ekonom dan ekonom ini ditunjukkan oleh sejarah bahwa sejak Orde Reformasi
bahwa konfigurasi yang dapat bertahan 5 tahun masa jabatan selalu non-ekonom
dan ekonom. Konfigurasi sipil-militer, militer-sipil, maupun sipil-sipil
tampaknya akan menjadi perhitungan tersendiri sama peliknya dengan
konfigurasi Jawa-non Jawa dan sebaliknya, dan terakhir konfigurasi
perhitungan kinerja mesin partai dengan ruang lingkup seluruh Indonesia yang
dapat disumbangkan kandidat calon RI-2.
Dengan
melihat kebutuhan bangsa dan tren politik maka konfigurasi yang mungkin akan
terbentuk adalah, bagi kandidat calon RI-1 yang berlatar belakang militer
maka opsi terbaiknya memilih pasangan kandidat calon RI-2 dengan kriteria
sipil, ekonom dan memiliki basis partai sehingga dapat berkontribusi dalam
kinerja mesin politik.
Jika
partai pendukung koalisi sudah kuat image-nya partai berbasis agama, maka
kandidat calon RI-2 dapat dipilih dari kandidat calon RI-2 yang berlatar
belakang cenderung nasionalis. Jika sebaliknya, sebagian besar partai
pendukung koalisi bukan partai berbasis agama maupun dengan basis moderat
pakai dapat dipilih kandidat calon RI-2 yang cenderung kuat basis agamanya.
Bagi
kandidat calon RI-1 yang berlatar belakang sipil (non-militer) maka opsi
terbaik adalah memilih pasangan kandidat calon RI-2 dengan kriteria ekonom,
bisa sipil bisa juga militer dan opsi yang sama kembali terjadi terkait basis
masa dan dukungan mesin partai serta konfigurasi koalisi terkait partai
berbasis agama maupun nasionalis. Sedikit catatan pada konfigurasi sipil dan
militer dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia sejak Reformasi belum pernah
ada wakil presiden berlatar belakang militer.
Eksepsi dan Game Changer
Satu
kepastian, siapapun kandidat calon RI-2 seyogianya adalah kandidat yang tidak
tersandera masalah hukum serta memiliki integritas yang tunduk pada
kebhinekaan. Sebab jika terjadi sebaliknya maka kandidat calon RI-2 akan
menjadi beban politik bagi kandidat calon RI-1. Menariknya kandidat calon RI-1
tampaknya akan berada dalam area yang sama dalam memilih pasangannya, yakni
ekonom dan memiliki dukungan dan mesin partai walaupun mungkin akan terjadi
perbedaan minor atas preferensi pemilihan tersebut.
Terjadinya
situasi eksepsional atas situasi di atas dimungkinkan jika strategi politik
identitas akan digunakan sebagai strategi utama dalam pemenangan pemilu.
Situasi ini sesungguhnya berbahaya karena hanya akan membuat drama perpecahan
sebuah bangsa yang bersemboyan bhineka tunggal ika.
Eksepsi
lain yang mungkin terjadi adalah justru misalnya tidak dicari kandidat yang
memiliki dukungan partai dalam konteks hubungan kandidat calon RI-1, dan
kandidat calon RI-2 adalah hubungan politik murni sehingga memang preferensi
kandidat calon RI-2 yang tidak memiliki banyak bargaining politik. Tapi
tampaknya opsi ini kecil kemungkinan dilakukan kecuali kandidat calon RI-1
sudah sangat yakin dengan solidnya koalisi pendukung.
Sejatinya
pemilihan kandidat calon RI-2 adalah untuk melengkapi kandidat calon RI-1
sehingga diharapkan tidak terjadi kondisi eksepsional yang sesungguhnya hanya
akan merugikan bangsa. Bangsa ini memerlukan nalar politik yang sehat dan
logis ketimbang membuat kondisi eksepsional yang diciptakan atas preferensi
subjektif.
Nalar
politik yang sehat dan logis lebih bermakna dalam menciptakan hubungan
kandidat calon RI-1 dan kandidat calon RI-2 berdasarkan pertimbangan saling
melengkapi untuk kemajuan bangsa dan kedaulatan NKRI ini. Hubungan kandidat
calon RI-1 dan kandidat calon RI-2 harus berasaskan aliansi kebangsaan, bukan
aliansi politik pragmatis.
Kandidat
calon RI-2 ini harus memiliki karakter sebagai game changer. Pemahaman
politik hukum atas terminologi game changer ini didefinisikan oleh
Meriam-Webster sebagai a newly introduced element or factor that changes an
existing situation or activity in a significant way. Artinya, kandidat calon
RI-2 bukan saja menjadi game changer dalam pemenangan Pilpres 2019 nanti
tetapi yang utama dan terutama dapat menjadi game changer untuk melengkapi
kandidat calon RI-1 dan membawa kemajuan positif bagi bangsa ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar