Kesadaran
Stephen Hawking Setelah Wafat,
Menurut
Penrose
Hasanudin Abdurakhman ; Cendekiawan; Penulis;
Kini menjadi seorang profesional di
perusahaan Jepang di Indonesia
|
DETIKNEWS,
19 Maret
2018
Stephen Hawking wafat di usia 76
tahun. Meski didera oleh berbagai keterbatasan fisik akibat penyakit yang
dideritanya, Hawking tetap terus bisa berpikir dan berkarya. Lebih dari
separuh hidupnya dilalui Hawking dalam keadaan lumpuh seluruh tubuh, termasuk
lumpuh dalam kemampuan verbal. Tapi itu tak menghalangi Hawking untuk
berpikir, menghasilkan berbagai teori.
Ia juga tidak berhenti
mengkomunikasikan gagasannya. Tidak hanya kepada komunitas ilmuwan, melalui
berbagai persamaan matematika yang rumit, Hawking juga mendedikasikan
hidupnya untuk mengkomunikasikan gagasan fisika kepada khalayak awam. Ia
menuis dua buku sains populer, yang menjelaskan hal-hal fundamental tentang
alam semesta tanpa persamaan matematika yang rumit. RIP, Hawking!
Ada lagi satu legenda fisika
matematik dari Inggris, yaitu Roger Penrose. Ia adalah sahabat Hawking.
Berdua mereka merumuskan teori Penrose-Hawking singularity theory, yang
mengantarkan mereka mendapat Hadiah Wolf di Bidang Fisika tahun 1988. Hadiah
Wolf adalah penghargaan yang diberikan oleh Wolf Foundation, Israel,
merupakan penghargaan paling bergengsi di bidang sains setelah Hadiah Nobel.
Hadiah Wolf juga disebut sebagai hadiah pra-Nobel. Dari 26 penerima Hadiah
Wolf di bidang Fisika, 14 di antaranya kemudian memenangkan Hadiah Nobel.
Lima di antaranya memenangkan Hadiah Nobel setahun setelah memenangkan Hadiah
Wolf.
Hawking sudah pergi, dan tak bisa
kembali. Lalu, apa yang terjadi dengan pikirannya? Ke mana perginya mekanisme
yang selama ini bekerja menghasilkan berbagai pikiran cemerlang itu? Hilang
dan menguap begitu saja, atau masih tersisa di suatu tempat?
Roger Penrose selain berpikir
tentang alam semesta, juga berpikir tentang hal yang paling fundamental pada
manusia, yaitu kesadaran. Kesadaran manusia adalah sebuah misteri besar bagi
sains. Bagaimana proses terjadinya kesadaran itu, lalu apa yang terjadi
setelah manusia mati, adalah pertanyaan besar yang jawabannya masih sangat
jauh dari jangkauan manusia. Ada banyak teori yang diajukan oleh ilmuwan
tentang kesadaran. Salah satunya diajukan oleh Penrose.
"Teori" kuno tentang
kesadaran adalah yang dianut oleh hampir semua agama, dengan konsep jiwa.
Jiwa manusia adalah sesuatu yang merupakan entitas terpisah dari raga. Jiwa
bersemayam dalam raga, mengendalikan raga manusia, menghasilkan pikiran, dan
menggerakkan tubuh manusia. Ketika manusia mati, maka jiwanya lepas dari
raga, dan kembali kepada penciptanya, yaitu Tuhan.
Ada pula teori yang menyatakan
bahwa kesadaran bukanlah sesuatu yang independen terhadap raga. Kesadaran
muncul sebagai konsekuensi alami evolusi, yaitu otak dan saraf berevolusi
menjadi lebih rumit dan canggih. Kesadaran dianggap sebagai proses komputasi
yang rumit yang muncul selama evolusi.
Bersama Stuart Hameroff, ahli
anestesi dan psikolog, Penrose mengusulkan teori yang disebut Orchestrated
Objective Reduction (Orch-OR). Menurut teori Penrose-Hemeroff ini kesadaran
bukan hasil kerja sistem neuron, tapi justru ada di dalam neuron. Bahkan
menurut teori ini kesadaran adalah kejadian yang selalu ada di alam semesta,
tapi tidak dalam bentuk kognitif, ia hanya berupa kesadaran yang belum
terbentuk (proto-consious). Mekanisme fisika tentang ini belum bisa
dirumuskan.
Evolusi biologi, menurut teori
ini, bekerja untuk mengorkeskan, meramu, menata, laksana seorang konduktor
yang meramu berbagai bunyi untuk menjadi lagu yang indah. Evolusi biologi
menghubungkannya dengan aktivitas neuron, menghasilkan kognisi, kesadaran
pikiran, dan kontrol atas tindakan. Perhatikan baik-baik bahwa kesadaran itu
sendiri sudah ada di alam semesta. Hanya saja, tanpa evolusi biologis,
artinya tanpa jasad biologis, ia tidak akan menjadi ramuan kesadaran
kognitif. Jadi kesadaran itu adalah sifat intrinsik alam semesta.
Kesadaran berwujud informasi
kuantum yang berasal dari alam semesta tadi disimpan dalam microtubule,
komponen sel berbasis protein. Menurut Penrose, ketika manusia mengalami mati
suri, informasi kuantum tadi lepas dari microtubule, dan kembali ke keadaan
awalnya di alam semesta. Kalau orang itu bangkit kembali, informasi kuantum
tadi menemukan salurannya untuk kembali ke microtubule dalam tubuh orang itu.
Artinya, kalau seseorang mati,
sebagaimana wafatnya Hawking ini, maka informasi kuantum kesadarannya hanya
keluar dari microtubule tubuhnya, dan mengambil tempat di alam semesta.
Informasi kuantum itu tidak musnah. Ia hanya berkelana di alam semesta.
Singkat kata, kesadaran Hawking tidak mati. Ia hanya lepas kembali ke alam
semesta. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar