Mengajar
Reflektif
Fajriah Sulaiman ; Guru Sekolah Sukma Bangsa Pidie, Aceh
|
MEDIA
INDONESIA, 12 Maret 2018
PROSES pembelajaran yang baik
selalu berlangsung dua arah yang melibatkan guru dan murid. Guru dan murid
berperan penting dan menjadi kunci keberhasilan proses ini. Jika guru sudah
mengajar dengan baik, tetapi tidak mendapat respons positif dari siswa,
pembelajaran itu bisa dikatakan belum berhasil.
Hal itu terjadi karena proses
pembelajaran yang baik sangat ditentukan bagaimana guru dan siswa mampu
memainkan peran mereka dengan optimal. Selama proses pembelajaran
berlangsung, guru tentu berupaya menampilkan performa terbaik bagi murid.
Guru mungkin saja beranggapan telah berhasil menyajikan proses pembelajaran
terbaik, tapi sering kali guru tidak tahu persis bagaimana persepsi murid
terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan.
Dengan kata lain, guru memiliki
keterbatasan untuk mengetahui apakah performa yang ia tampilkan di hadapan
muridnya benar-benar merupakan hal terbaik yang dibutuhkan para murid. Yang
sering terjadi, ketika guru merasa sudah puas dengan performanya, guru itu
akan merasa nyaman dengan proses yang telah ia lakukan, dan merasa tidak
perlu lagi meningkatkan performanya.
Keadaan ini membuat guru terjebak
rutinitas tanpa memiliki keinginan berkembang. Guru dilenakan oleh zona
nyaman pengelolaan proses pembelajaran yang ia ciptakan dan cenderung tidak
mau beranjak darinya. Pada akhirnya guru kehilangan gairah untuk belajar dan
meningkatkan kualitas pembelajarannya.
Dalam praktiknya, guru sering kali
hanya menghabiskan perhatian pada pencapaian murid atas patokan kelulusan
atau ketuntasan tertentu. Apakah murid telah mencapai atau melampaui patokan
kelulusan atau belum mencapainya. Namun, para guru jarang--atau malah tidak
pernah--meminta umpan balik atas proses pembelajaran di dalam kelas.
Apakah murid puas dengan proses
pembelajaran, lalu pembelajaran seperti apa yang sebenarnya cocok dengan gaya
belajar mereka, atau apakah metode pengajaran yang dipakai guru dapat
membantu siswa memahami apa yang diajarkan, jarang sekali dipersoalkan guru.
Situasi ini mencerminkan tidak terjadinya proses pembelajaran baik yang
berlangsung dua arah.
Hal ini semakin memburuk jika para
murid mulai tidak menemukan kenyamanan dalam belajar. Karena itu, para guru
harus mulai menimbang untuk mengevaluasi dan memperbaiki kondisi pembelajaran
yang mereka lakukan. Salah satu solusi yang dapat diterapkan ialah dengan
meminta umpan balik atau melakukan refleksi pembelajaran yang telah
dilakukan.
Refleksi
dalam mengajar
John Dewey (1933) menyatakan,
refleksi adalah salah satu cara yang dapat membantu guru mengembangkan cara
mengajar sehingga pembelajaran yang berlangsung dapat bermanfaat bagi siswa.
Praktik refleksi semacam ini diterima dan diterapkan sebagai bagian standar
pengelolaan proses pembelajaran yang baik di banyak negara dengan sistem
pendidikan yang mapan.
Dalam proses pembelajaran di
kelas, para murid selalu diminta memberikan umpan balik (kritik,
masukan/saran dan perbaikan/koreksi) terhadap proses pembelajaran yang telah
dijalani. Tujuannya sederhana, memberikan refleksi pada sisi mana dari proses
pembelajaran yang telah berlangsung perlu diperbaiki. Misalnya, apakah ada
catatan di sisi isi pembelajaran, metodologi penyampaian materi, atau cara
para guru berinteraksi selama proses pembelajaran berjalan.
Berkaitan dengan pentingnya guru
dalam melakukan refleksi, Bill Gates dalam sebuah paparannya di TedX memberikan
gambaran tentang bagaimana negara-negara maju mengembangkan negara mereka
melalui pengembangan kapasitas guru. Salah satu cara yang dilakukan para guru
di negara maju untuk mengembangkan kapasitas dirinya ialah dengan melakukan
reflective teaching (mengajar reflektif). Mengajar reflektif terjadi ketika
guru bisa menelaah secara mendalam apa yang telah mereka lakukan selama
proses pembelajaran berlangsung.
Dikenal beberapa cara untuk
melakukan refleksi dalam proses pembelajaran. Richard (1990) menyatakan
refleksi dalam mengajar dapat berupa, observasi sejawat, merekam
pembelajaran, pelaporan swadaya, dan diari kolaboratif. Sementara itu, Moon
(2006) juga memperkenalkan jurnal pembelajaran sebagai salah satu strategi
dalam mengajar reflektif.
Mengajar reflektif sendiri
merupakan sebuah kegiatan pembelajaran reflektif yang mampu merefleksikan
proses pembelajaran yang berlangsung secara komprehensif dengan menelaah
setiap detail yang terjadi untuk terus dapat diperbaiki menjadi lebih baik.
Jurnal
belajar siswa
Pada dasarnya, terdapat banyak
pilihan yang dapat dilakukan guru untuk menerapkan reflective teaching. Salah
satu cara yang dapat dilakukan ialah dengan meminta umpan balik dalam bentuk
jurnal belajar murid. Jurnal belajar--sering juga disebut logs atau catatan
refleksi (reflective diary)--meskipun ketiganya memiliki tujuan yang sedikit
berbeda satu sama lain--adalah salah satu cara untuk melakukan refleksi
belajar (Moon, 2003).
Jurnal belajar murid dapat
membantu guru melihat proses belajar yang dilakukan secara komprehensif dan
lebih objektif. Sebagai manusia biasa, guru tentu memiliki kecenderungan
sulit menerima kritik. Namun, dengan adanya umpan balik dari para murid
melalui jurnal belajar yang mereka tulis secara berkala, guru akan mendapatkan
tambahan informasi yang dapat dipakai sebagai basis perbaikan atas kekurangan
dalam performa mengajar.
Refleksi yang dilakukan berdasar
umpan balik berupa jurnal belajar murid, juga akan membantu guru dalam proses
pembelajaran selanjutnya. Dengan membiasakan diri menjadi guru yang lebih
reflektif, guru tidak akan mudah melakukan penghakiman negatif seandainya
terdapat murid yang tidak mampu mencapai satu kompetensi tertentu karena bisa
jadi letak kesalahannya bukan pada murid, melainkan pada praktik pembelajaran
yang dilakukan guru.
Guru juga dapat menggunakan jurnal
belajar murid untuk mengetahui apa yang murid rasakan dalam proses
pembelajaran, termasuk kesulitan mereka memahami materi-materi tertentu dan
bahkan bisa mengukur sejauh mana mereka aktif dan bisa memahami pembelajaran
di dalam kelas. Sangat tidak adil jika guru masih terus hanya menyalahkan
murid ketika mereka gagal. Seperti sering terjadi, guru terlalu sibuk
mengevaluasi hasil belajar murid, tapi lupa mengevaluasi cara mengajarnya.
Sejatinya, muasal kualitas
pendidikan dimulai dari proses belajar di dalam kelas. Maka seyogianya para
guru menyadari dan memiliki kebutuhan menjadikan diri mereka lebih reflektif
dalam mengajar. Tidak ada kata lain, diperlukan kerelaan untuk terus belajar
dan membiasakan serta memperbaiki kapasitas diri menjadi lebih baik melalui
umpan balik--berupa kritik, saran/masukan dan perbaikan/koreksi--dari murid,
demi proses pembelajaran dan masa depan pendidikan yang lebih baik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar