Senin, 19 Maret 2018

Memenuhi Kebutuhan Rakyat atas Air

Memenuhi Kebutuhan Rakyat atas Air
Agus Pambagio  ;   Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen
                                                    DETIKNEWS, 06 Maret 2018



                                                           
Air merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk hidup yang utama. Manusia dapat bertahan hidup berminggu-minggu tanpa makan asal cukup air, tetapi akan mati ketika selama 3-5 hari tidak mendapat asupan air. Untuk itu sudah seharusnya air dikontrol secara bijak oleh negara. Jika dalam 10-15 tahun mendatang kita tidak punya kejelasan tentang ketersediaan dan ketahanan tentang air, maka akan terjadi perang saudara di antara kita karena berebut air bersih.

Sebagai contoh, krisis air sudah melanda Afrika Selatan dan beberapa negara lain. Saat ini di Cape Town, Afrika Selatan sedang mengalami krisis air yang sangat mengkhawatirkan karena diperkirakan akhir Maret 2018 air di Cape Town akan habis karena kekeringan yang berkepanjangan selama 3 tahun belakangan ini. Akibatnya pemerintah menetapkan keadaan darurat air di Cape Town. Penggunaan air sangat dibatasi dan sumber-sumber air dijaga oleh pasukan bersenjata lengkap untuk menghindari terjadinya baku hantam berebut air bersih. Bagaimana di Indonesia ?

Sejak awal 2016, DPR tengah menggunakan hak inisiatifnya untuk membuat Rancangan Undang-undang Sumber Daya Air (RUU SDA) yang baru, namun sampai hari ini masih dalam pembahasan dengan Badan Legislatif (Baleg) DPR. Entah sampai kapan RUU SDA ini akan diselesaikan oleh Baleg dan selanjutnya dikirimkan ke Presiden untuk persetujuan pembahasan. Jawaban Presiden akan disampaikan melalui Amanat Presiden atau Ampres beserta Daftar Isian Masalah (DIM) kepada Panitia Kerja (Panja) RUU SDA. Setelah itu baru akan masuk pada tahapan pembahasan dengan para pihak sebelum diplenokan untuk pengesahan sebagai UU SDA dan diimplementasikan.

Sementara ini perdebatan dalam pembahasan RUU SDA di tingkat Panja masih seputar pelarangan swasta masuk di industri air minum (air dalam kemasan) dan pengelolaan air minum (SPAM). Panja RUU SDA seharusnya membahas dan memastikan bagaimana caranya Indonesia dapat memenuhi kebutuhan air bersih untuk seluruh rakyatnya, bukan hanya berdebat yang melelahkan soal bagaimana caranya membunuh peran swasta atas nama UUD 45. Memangnya pemerintah mampu memenuhi kebutuhan air bersih bagi seluruh rakyat tanpa bantuan investor swasta? Memangnya dana APBN mencukupi?

Langkah Bijaksana

Kelangkaan air di Indonesia juga sudah lama muncul dan tanpa ada perencanaan jangka panjang yang holistik dan serius dari pemerintah. Sementara itu secara peraturan perundang-undangan dan kebijakan, Indonesia lemah karena sampai hari ini belum mempunyai UU SDA pasca dibatalkannya UU No. 7 Tahun 2004 oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sampai hari ini persoalan air bersih hanya diatur oleh PP No. 121 Tahun 2015 dan PP No. 122 Tahun 2015.

Sesuai dengan target WHO dan sebagai bagian dari HAM, 100% penduduk dunia harus mendapatkan akses air minum pada 2025. Pemerintah Indonesia lebih optimistis lagi dengan target 100% penduduk Indonesia akan mendapat akses air minum pada 2022. Namun demikian target tersebut sudah pasti sulit dicapai karena sampai hari ini peraturan perundang-undangan kunci belum ada.

Pembatalan RUU SDA tersebut menyetujui permintaan pengaju uji materi UU SDA N0. 76 Tahun 200e4 yang disebut sebagai mengurangi hak rakyat atas air. Walaupun MK dalam amar putusannya membolehkan swasta untuk usaha air dengan syarat tertentu, namun semangat DPR dan Pemerintah dalam menyusun RUU SDA sebagai pengganti UU SDA No 7 Tahun 2004 sangat jelas bahwa swasta dilarang mengusahakan air. Di dalam RUU SDA yang saya baca bahkan terlihat ketidakkonsistenan mengenai pengusahaan air oleh swasta ini.

Sumber air bersih di seluruh dunia semakin berkurang sebagai akibat pembebasan gas karbon yang telah memanaskan permukaan bumi dan pada akhirnya mempengaruhi curah hujan. Sungai-sungai sebagai sumber air permukaan juga sangat tercemar, sehingga memproduksi air bersih semakin mahal dan sulit.

Penyediaan air minum untuk rakyat dilaksanakan melalui jaringan pipa dengan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang pada umumnya diselenggarakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), namun ada juga yang diselenggarakan dengan kerja sama swasta dan bahkan ada yang badan usaha swasta murni. Untuk seluruh Indonesia aksesibilitas rakyat atas air minum baru tercapai kurang lebih 70%. Untuk mencapai 100% bukan perkara mudah. Belum lagi dengan berbagai masalah penting lain yang dihadapi SPAM, misalnya kualitas air dari PAM yang belum bisa diminum. Sehingga PAM diplesetkan sebagai singkatan dari Perusahaan Air Mandi.

Besarnya Non Revenue Water (NRW) yang disebabkan karena jaringan pipa yang sudah tua dan maraknya pencurian air juga menjadi persoalan tersendiri dalam memberikan pelayanan publik atas air bersih. Saya bisa bayangkan kalau nantinya swasta sepenuhnya dilarang mengusahakan air. Artinya, negara yang harus memenuhi seluruh kebutuhan air bersih rakyat, lalu berapa besar anggaran yang harus ditanggung oleh APBN? Apakah benar negara bisa menyelenggarakan SPAM untuk seluruh rakyat tanpa perlu bantuan swasta?

Jadi sudah seharusnya para penyusun RUU SDA ini, baik Panja RUU SDA di Komisi V DPR sebagai inisiator UU SDA, maupun pemerintah (Kementerian PUPR) harus mempertimbangkan dampak besar tersebut di atas dengan cara mengambil langkah bijak dengan tetap menghormati air sebagai hak rakyat. Namun kedua belah pihak juga harus memenuhi air minum dari SPAM yang juga hak rakyat. Pertimbangan lainnya, bagaimana RUU SDA yang disusun dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi saat ini; seperti, peningkatan kualitas air minum sehingga bisa diminum, pengurangan NRW, penyediaan air baku, dan sebagainya, bukan hanya sekadar melarang swasta yang justru akan menjauhkan dari pencapaian target 100% aksesibilitas rakyat pada air minum.

Pedoman Pokok

Ada dua pedoman pokok yang harus dipegang, yaitu penuhi kebutuhan rakyat 100% atas air minum dan hormati hak rakyat atas air. Mewujudkan hak rakyat atas air, artinya adalah rakyat bebas menggunakan air dan bebas mengakses sumber air untuk kebutuhan sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan rakyat atas air minum dipenuhi dengan perluasan SPAM, sehingga 100% rakyat mendapatkan akses.

Dengan berpedoman pada dua hal tersebut tidak perlu ada kekhawatiran mengurangi hak rakyat dan penguasaan swasta atas air. Justru sebaiknya, swasta dilibatkan agar hak rakyat atas air minum segera terpenuhi, dan lebih baik lagi apabila tidak perlu membebani APBN. Salam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar