Senin, 19 Maret 2018

Memenangi Persaingan Era Digital

Memenangi Persaingan Era Digital
Benni Setiawan  ;   Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan P-MKU Universitas Negeri Yogyakarta;  Peneliti Maarif Institute
                                                  KORAN SINDO, 15 Maret 2018



                                                           
Hannah Arendt menyebut tiga tingkatan hidup manusia.

Pertama , kerja, kondisi di mana manusia berada dalam “strata” terbawah.

Manusia dalam posisi ini tidak mempunyai kreativitas untuk mengkreasikan ide dan gagasan. Mereka sekadar menghabiskan waktu sesuai aturan lembaga/perusahaan. Manusia pekerja sulit mengembangkan diri. Pasalnya, mereka sekadar taat aturan dan mendasarkan aktivitas pada seberapa banyak yang dihasilkan, tanpa memedulikan kualitas.

Kedua , karya.

Pada posisi ini manusia sudah berada satu tingkat di atas kerja. Manusia sudah mulai menyadari bahwa dirinya ada berkat anugerah Tuhan. Tugas mereka adalah mengkreasikan ide dan gagasan. Manusia karya sudah memiliki kesadaran, namun masih terbatas pada identifikasi.

Mereka belum menyadari bahwa memenangi pertarungan di era baru mem-butuhkan jaringan (networking). Inilah yang kemudian oleh Arendt disebut sebagai tindakan. Tindakan merupakan strata tertinggi dalam “stratifikasi” posisi manusia ala Arendt. Bertindak membutuhkan banyak kemampuan (multiple intelligences).

Penggunaan seluruh kemampuan inilah yang kemudian menjadikan manusia merdeka. Artinya, manusia tidak sekadar terkungkung oleh rutinitas. Namun, ia memiliki kebebasan berpikir, berkreasi, dan mengembangkan sesuatu untuk hidup yang lebih baik. Hidup baik menjadi   tujuan manusia agar kemanusiaannya terjaga.

Artinya, manusia mampu bertindak saat ia memahami posisi diri, lingkungan, dan tantangan masa kini dan masa depan. Saat manusia memahami dan mampu mendayagunakan semua itu maka ia akan menjadi pemenang. Kini era telah berubah.

Era pendidikan berpusat pada guru telah bergeser ke siswa/mahasiswa. Semua menjadi subjek pendidikan sehingga memungkinkan terjadinya transformasi ilmu, dari pendidik ke peserta didik.

Driver

Era digital yang telah kita nikmati saat ini membutuhkan mental “bertindak”. Mereka yang berani keluar dari zona nyamanlah yang akan memenangkan kompetisi kehidupan. Mereka yang bermental driver-lah meminjam istilah Rhenald Kasali yang akan menjadi pemimpin.

Pasalnya, mereka mempunyai seribu satu mata untuk mengubah haluan jika salah terus berpacu di tengah jalan mulus, namun tetap waspada dengan segala halangan dan rintangan. Tantangan era digital hanya mampu diurai oleh mereka yang mempunyai kepekaan dan insting pemburu.

Mereka tidak pernah lengah menatap ke depan guna memburu buruan hingga dapat. Era digital memungkinkan siapa saja memenangkan peraturan. Pasalnya, era ini memungkinkan seseorang melintasi batas-batas negara. Batas-batas negara menjadi semu, karena semua telah tertembus ruang media yang begitu luas dan bebas.

Inilah yang kemudian dalam bahasa Thomas L Friedman disebut dunia datar (world is flat). Memungkinkan siapa saja berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan menjadi pemimpin di tempat itu. Karena itu, kemampuan bertindak perlu dimiliki oleh siapa saja yang ingin menjadi pemimpin di dunia.

Baju kepemimpinan kita perlu diperluas, tidak hanya bergelut di wilayah yang setiap saat bisa kita indera. Namun, menerawang ke depan, bahwa dunia cukup luas. Luas-nya dunia memungkinkan diri kita untuk mengembangkan diri dan kompetensi. Kita juga mempunyai kesempatan yang sama dalam proses kreatif penuh kesadaran.

Sinergi

Lebih lanjut manusia perlu bertindak agar setiap peluang menjadi kesempatan emas. Saat kesadaran bertindak telah dimiliki oleh seseorang, maka ia tidak akan pernah menyerah dan kalah.

Ia akan selalu bangkit saat kalah, bersyukur saat menang, dan terus mengembangkan diri dan memperluas jejaring saat merintis sebuah peluang. Peluang era digital telah membentang. Kita perlu membentuk sikap dan mental serta bertindak cepat (speed), cerdas (smart), menghasilkan produk, dan berkualitas (quality).

Empat hal itu perlu menyatu dalam proses kreatif memenangi era digital. Kecepatan membutuhkan kecerdasan agar ia tidak terperosok pada sesuatu yang serbainstan. Kecepatan dan kecerdasan akan bermakna saat menghasilkan sebuah produk (karya).

Kecepatan dan ke-cerdasan sebuah karya akan mencuri perhatian masyarakat saat ia berkualitas. Keempat hal itu perlu menyatu dan bersinergi. Sinergi inilah yang juga perlu dibangun oleh komunitas beradab (bonnum commune).

Era digital, yang memungkinkan manusia semakin bersikap individual, akan lenyap saat seseorang menyadari tugas kekhalifahan. Tugas kekhalifahan manusia adalah sebagai sebaik-baik umat yang bertindak dalam ranah humanisasi (memanusiakan manusia), liberasi (membebaskan manusia dari keterkungkungan primordial), dan transendensi (aspek ketuhanan) (Kuntowijoyo, 1991).

Era digital tidak boleh mencabut akar kemanusiaan manusia sebagai makhluk mulia. Era ini perlu menjadi sarana bagi seluruh manusia bertindak tanpa harus tercerabut dari akar kemuliaan sebagai makhluk berakal dan beriman.

Pasalnya, segala tindakan akan menjadi sebuah manifestasi hidup saat ia tidak sekadar “mengayakan” diri sendiri, namun juga mengayakan masyarakat (komunitas sosial). Inilah tugas kemanusiaan manusia. Manusia bertindak sebagai ucapan syukur atas anugerah Tuhan dan mengemban amanat Sang Khalik di muka bumi.

Pada akhirnya, era digital yang riuh selayaknya menjadikan manusia semakin paham entitas diri dan lingkungan. Dengan begitu, ia mampu melampaui batas-batas diri dan memenangkan perjuangan di era digital untuk kemuliaan manusia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar