Industri
4.0 dan Masa Depan Ekonomi Indonesia
Umar Juoro ; Senior Fellow The Habibie Center
|
KOMPAS,
16 Maret
2018
Tranformasi industri
4.0 adalah perubahan industri, baik dalam peningkatan produktivitas maupun
kekuatan destruktif dalam mengubah industri konvensional. Teknologi digital
menjadi kekuatan penggerak utama (driving
force) perkembangan ekonomi pada masa kini dan masa datang. Perekonomian
dan masyarakat pada umumnya tidak dapat menghindar dari revolusi (perubahan
cepat) teknologi digital ini yang menjangkau praktis semua aktivitas
kehidupan kita.
Pemanfaatan
teknologi digital (konversi berbagai proses dengan digitisasi, dengan
bilangan biner satu dan nol) menjangkau berbagai aspek kehidupan dalam kita
berkomunikasi, produksi, dan distribusi sehingga menjadi lebih efektif dan
efisien.
Telekomunikasi 4G
(generasi keempat) yang telah luas kita pergunakan, dan segera akan
bertransformasi ke 5G, IoT (Internet of Things) yang dimana berbagai media
komunikasi terintegrasi dalam satu jaringan internet, dan pemanfaatan robotik
dan AI (Artificial Intellegence) dalam proses industri menjadi semakin
meluas. Apalagi jika nantinya komputer kuantum (proses dengan bilangan biner
satu dan nol berlangsung sscara bersamaan) diaplikasikan maka revolusi
industri akan berjalan lebih cepat lagi.
Bagi Indonesia,
sekalipun ekonomi Indonesia masih dalam tahapan berkembang dengan pendapatan
per kapita pada tingkatan menengah, tidak dapat terhindar dari revolusi
digital ini. Bisa dilihat bagaimana masyarakat luas telah secara luas
memanfaatkan komunikasi 4 G di telepon genggam mereka. Industri juga mulai
menerapkan robotik dan AI, sekalipun masih dalam lingkup terbatas,
kecenderungan ini akan terus berkembang. Perkembangan digitalisasi merupakan
keniscayaan.
Kebijakan pemerintah
Sejak masa krisis
1998 praktis Indonesia tidak mempunyai kebijakan industri yang jelas. Road
map yang dibuat berhenti pada deskripsi dan praktis tidak ada relevensinya
dengan perkembangan ekonomi, khususnya perkembangan industri secara nyata.
Kebijakan liberalisasi dan hambatan impor bolak-balik diterapkan sehingga
membingungkan bagi para pelaku. Karena itu tidak heran jika pertumbuhan
sektor manufaktur, yang merupakan 20% dari ekonomi, menjadi rendah, lebih
rendah daripada pertumbuhan ekonomi. Bahkan banyak pihak terlalu dini
menyatakan terjadinya deindustrualisasi.
Baru pada masa
Kementerian Perindustrian dipimpin oleh Airlangga Hartarto kebijakan industri
menjadi jelas dan kesiapan Indonesia dalam Transformasi Industri 4.0 secara
sungguh-sungguh disiapkan dan bahkan mulai dijalankan. Pertumbuhan sektor
industri manufaktur juga mulai memperlihatkan peningkatan.
Menyadari bahwa
pertumbuhan industri harus ditingkatkan, kesempatan kerja diperluas di sektor
industri, dan industri harus ditransformasikan sejalan dengan dorongan
kekuatan yang mendasar (underlying force) teknologi digital, maka kebijakan
industri 4.0 disusun dan mulai dijalankan.
Tentu saja tidak
mudah menselaraskan antara mendorong pertumbuhan industri nasional dengan
memfasilitasi investasi PMA yang lebih besar. Begitu pula tidak mudah
menselaraskan antara perkembangan pemanfaatan teknologi digital yang
berorientasi pada pasar domestik, terutama dalam sektor telekomunikasi,
dengan kehendak peningkatan ekspor untuk menyeimbangkan neraca perdagangan
dan pembayaran. Lebih sulit lagi menyelaraskan pemanfaatan teknologi digital
yang dikenal dengan pengurangan tenaga kerja dengan upaya memperluas
kesempatan kerja.
Menyelaraskan
industri nasional
Sebagai bangsa yang
besar tentu kita menghendaki berkembangnya industri nasional. Namun kita juga
harus realistis dalam perkembangan ekonomi dan teknologi yang semakin global,
sekalipun ada upaya untuk menghambatnya termasuk dari pemimpin negara besar
AS.
Pada kenyataannya, perkembangan industri semakin terkait melintasi batas
negara dalam produksi, dalam pola rantai pasokan global (supply value chain)
distribusi, apalagi dengan perkembangan e-commerce, dan pasar
produknya.
Negara yang berhasil
mengembangkan industri nasionalnya adalah yang dapat mensinergikan
aspek-aspek tersebut menjadi sebesar-besarnya memberikan manfaat kepada
rakyatnya. Tidak saja negara berkembang, seperti Indonesia, tetapi juga
negara maju seperti AS, EU, dan Jepang menghadapi permasalahan ini dan
berupaya mengatasinya.
Negara adidaya AS tampaknya dapat terjebak pada tindakan jangka pendek
dengan kebijakan yang proteksionis dan menghambat imigrasi, padahal jadi
sarana berdatangannya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi untuk
mengembangkan teknologi tinggi (high tech).
Pemerintah mulai
menyadari bahwa industri nasional harus dikembangkan, dimana kita mempunyai
keunggulan, dengan memanfaatkan investasi asing, rantai pasokan global, dan
alih teknologi dari luar, serta memperluas kesempatan kerja terutama untuk
pekerja usia muda. Industri yang menjadi unggulan adalah makanan dan minuman,
tekstil dan garmen, elektronika, dan kimia.
Industri makanan dan
minuman pertumbuhannya tinggi dan dapat dikatakan kompetitif di pasar dalam
negeri dan ekspor. Hanya beberapa kebijakan dan aturan, seperti perpajakan
dan impor bahan antara,masih menghambat perkembangannya lebih lanjut. Begitu
pula industri tekstil dan garmen.
Permasalahan yang
mereka hadapi biasanya berkaitan dengan insentif pajak yang tidak diberikan
pada perluasan investasi. Insentif hanya diberikan pada investasi baru.
Padahal industri tersebut memperluas investasi untuk peningkatan teknologi,
produktivitas dan inovasi produk yang penting bagi mempertahankan daya saing.
Industri elektronika jadi tertinggal karena kecenderungan investasi berpindah
ke negara ASEAN lainnya ketika mereka berhasil meningkatkan teknologi dan
inovasi produk dengan menyesuaikan dalam sistem rantai pasokan global. Upah
minimum yang naik dengan cepat dan kurangnya insentif membuat mereka beralih
ke lokasi di luar Indonesia.
Industri kimia juga
mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Padahal
Indonesia mempunyai basis dan potensi besar bagi perkembangan industri kimia.
Industri kimia dalam bagian farmasi (obat-obatan) perkembangannya cukup baik.
Apalagi dengan perluasan jaminan kesehatan, mendorong perkembangan industri
kimia-farmasi lebih lanjut.
Kandungan lokal yang
sering dipaksakan tanpa pertimbangan ekonomi yang memadai justru menghambat
perkembangan industri. Dengan pengertian yang lebih fleksibel dan bersesuain
dengan perkembangan rantai pasokan global maka upaya meningkatkan kandungan
lokal dapat sejalan dengan perkembangan industri. Sumbangan perangkat lunak
(software) juga diartikan sebagai kandungan lokal. Dengan demikian
partisipasi pekerja muda dari generasi milenial yang sangat kreatif dalam
mengikuti perkembangan perangkat lunak menjadi terakomidasi.
Begitu pula dengan mengakomodasikan rantai pasokan global, perusahaan besar
terutama elektronika dan kimia akan memilih lokasi Indonesia dengan pasar
domestik yang besar dan pasar yang terintegrasi, paling tidak secara regional
(kawasan).
Dalam hal berkaitan
dengan perluasan kesempatan kerja, maka keterampilan (skills) dan pengetahuan
(knowledge) menjadi unsur yang paling penting. Dengan besarnya pekerja usia
muda maka penigkatan keterampilan dan pengetahuan mereka sangat penting.
Program link and
match antara pendidikan dan industri direvitalisasi dengan meningkatkan
kuantitas dan kualitas dengan keterlibatan industri yang yang lebih besar.
SMK dan politeknik menjadi sarana utamanya. Di setiap kawasan industri
dikembangkan SMK dan suatu pola pelatihan yang terkait erat dengan
perkembangan industri. Pelatihan juga dilakukan tidak saja di dalam tetapi
juga di luar negeri bekerjasama dengan institusi negara lain yang
program keterampilan telah berkembang baik. Sinergi antara kebijakan menteri
perindustrian dan kementerian pendidikan menjadi penting.
Pada pengembangan
pengetahuan yang sejalan dengan transformasi industri 4.0, maka kualitas
pendidikan utamanya sains dan teknologi menjadi sangat penting di sekolah
menengah dan perguruan tinggi. Kebijakan pemerintah membuka kerja sama dengan
perguruan tinggi ternama dunia menjadi salah satu sarana yang efektif. Kerja
sama penelitian dengan dunia industri dan kolaborasi internasional sangat
penting dalam mengembangkan inovasi yang bernilai ekonomi tinggi. Di sini
juga pentingya sinergi antara kebijakan kementerian perindustrian dan
kementerian dikti dan penelitian.
Warisan era Jokowi
berkelanjutan
Jika pada periode
pertama dari pemerintahan Jokowi adalah pada menekankan pada pengembangan
infrastruktur, yang bejalan dengan cepat, maka dalam masa periode kedua
pemerintahan Jokowi transformasi industri 4.0 semestinya menjadi tema utama.
Transformasi
industri 4.0 akan menjadi warisan bagi pemerintahan selanjutnya di pasca era
Jokowi nantinya. Transformasi industri ini akan menentukan apakah Indonesia
dapat merealisasikan potensi dan prospeknya sebagai negara maju di masa
datang.
Dalam transformasi
industri 4.0 ini terkandung potensi besar bangsa yang dapat direalisasikan
menjadi kenyataan. Skala ekonomi yang besar (potensi menjadi ekonomi 10 besar
bahkan lima besar dunia), penduduk dengan usia yang muda (bonus demografi),
akses lebih besar bagi rakyat banyak pada sumber keuangan dan pasar
(e-finance dan e-commerce), serta pemerintahan dengan agenda dan kebijakan
yang jelas dan berkelanjutan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar