Kunjungan
Mike Pence dari Perspektif Intelijen
Prayitno Ramelan ; Pengamat Intelijen
|
KORAN
SINDO, 26
April 2017
DALAM analisis
intelijen, kata mengapa adalah bagian tersulit tetapi sangat penting bagi
para analis, merupakan sebuah kesimpulan yang akan disampaikan kepada ‘end user’
agar mereka tidak keliru dalam mengambil keputusan. Terlebih lagi bagi
seorang pimpinan nasional sebuah negara.
Kita percaya
bahwa kunjungan Wakil Presiden AS Mike Pence ke Indonesia, Kamis (20/4/2017)
sudah dianalisis para pembantu presiden dengan mempertimbangkan situasi di
dunia internasional.
Penulis
mencoba menganalisis apa sebenarnya tujuan seorang wapres negara superpower
itu memilih Indonesia menjadi negara pertama di kawasan Asia Tenggara yang
dipilih untuk dikunjungi setelah Korea Selatan dan Jepang. Dari Indonesia,
Pence kemudian mengunjungi Australia dan kembali ke Hawai.
Kunjungan
Pence ke kawasan Asia-Pasifik ini merupakan lawatan keduanya sebagai wakil
presiden. Kunjungan pertamanya dilakukan Februari 2017 ke Jerman dan Belgia
untuk bertemu dengan para pejabat NATO dan Uni Eropa.
Secara
pribadi, Pence berbeda dengan Presiden Trump. AP menjelaskan sosok Pence yang
menarik, sebagai pendamping Trump. Jika Trump dikenal karena ketidakpastian
dan suka berbicara blak-blakan, Pence memproyeksikan kerendahan hati
Midwestern yang sopan dan lebih terukur dalam pidatonya.
Kunjungannya
ke Jerman dan Belgia khusus untuk bertemu dengan para pejabat NATO dan Uni
Eropa, yang lebih menunjukkan adanya jaminan bahwa AS akan menghormati
komitmennya kepada NATO, bahkan setelah Trump mengatakan aliansi militer itu
“barang usang”.
Konsep Hubungan Bilateral Amerika
Saat
mengunjungi Korea Selatan dan Jepang, Pence menegaskan bahwa Amerika akan
tetap melindungi kedua negara sekutunya itu dari ancaman Korea Utara.
Pernyataan Pence menindaklanjuti penekanan Presiden Trump yang tidak suka dengan
pengembangan nuklir serta rudal dari Korea Utara.
Dikatakannya,
“Era kesabaran strategis sudah usai”. AS kini mengerahkan gugusan kapal Induk
Carl Vinson serta kapal penjelajah dan perusak berpeluru kendali ke Laut
Jepang dan Semenanjung Korea, sementara di Yokosuka disiagakan kapal induk
USS Ronald Reagan.
Selain itu,
gugusan Nimitz telah melakukan latihan tempur di selatan California dalam
Composite Training Unit Exercise
(COMPTUEX). Korea Selatan kini diperkuat dengan sistem pertahanan
rudal tercanggih THAAD, akan diperkuat drone
penyerang.
Dari perkuatan
alutsista tempur, AS kini siap tempur dalam melindungi sekutunya maupun siap
untuk melakukan serangan terbatas ke
Korea Utara.
Saat bertemu
dengan Wapres Jusuf Kalla, kedua pejabat membahas peningkatan kerja sama
ekonomi, investasi maritim, penanggulangan terorisme, toleransi beragama, dan
keberlanjutan peran Amerika Serikat di Asia-Pasifik, terutama Asia Tenggara.
JK mengatakan
pembicaraan antara keduanya hanya menekankan soal penguatan hubungan
bilateral antara kedua negara. Pence saat pertemuan itu, Kamis (20/4/2017),
menyatakan keinginan hubungan AS-Indonesia tidak bersifat multilateral,
tetapi lebih bersifat bilateral.
Kepentingan AS
di Kawasan Laut China Selatan
Sebelumnya,
Duta Besar AS untuk Indonesia, Joseph R Donovan yang menjelaskan komitmen Washington terhadap Indonesia
bisa terlihat dari kunjungan Pence. Dari empat negara, Indonesia merupakan
satu-satunya negara di Asia Tenggara yang dikunjungi Pence.
“Kunjungan Wapres Pence ini ditunjukkan sebagai komitmen kami
yang menekankan pentingnya Indonesia sebagai negara mitra strategis AS,” kata
Donovan di UII, Tangerang, Selasa (11/4/2017).
Berarti AS melihat Indonesia bukan dalam kapasitas sebagai
anggota ASEAN, tetapi lebih dilihat pada posisi geografis strategis di
kawasan Asia Tenggara.
Amerika telah memetakan ambisi China tentang penguasaan dan
pengamanan kawasan LCS yang di perluas hingga Samudera Hindia hingga kawasan
Afrika dan Eropa.
Presiden China Xi-Jinping mencanangkan visi Jalan Sutra Maritim
(JSM) abad ke-21 berupa pembangunan prasarana transportasi laut dari China
melintasi Asia Tenggara ke Asia Selatan, Timur Tengah, Eropa, dan Afrika,
dengan anggaran USD40 miliar untuk pembangunan pelabuhan laut dalam (deep sea port) di lokasi-lokasi
strategis di rute Jalan Sutra Maritim (JSM).
China telah melakukan pembangunan landasan pesawat dan pelabuhan
laut di gugusan karang Paracel Island.
Presiden Barack Obama jauh hari, saat melakukan kunjungan
kenegaraan ke Jepang, 14 November 2009 menyatakan kawasan Laut China Selatan
tidak benar apabila hanya dikuasai oleh China.
Kini kawasan Asia-Pasifik, ekonomi yang terkendali telah
digantikan dengan pasar terbuka, kediktatoran berubah menjadi demokrasi,
standar kehidupan meningkat dan kemiskinan berkurang.
Amerika punya kepentingan bagi masa depan Asia-Pasifik. Pada
2011 Obama mengeluarkan kebijakan rebalancing, fokus AS bergeser dari Timur
Tengah ke Asia-Pasifik. Dalam menghadapi tantangan di kawasan Asia-Pasifik,
khususnya di Laut China Selatan, Amerika akan memperkuat persekutuan lamanya
dengan Jepang, Korea Selatan, Australia, Thailand, dan Filipina. Sementara
dua negara lain yang dinilai penting oleh AS adalah Malaysia dan Indonesia
sebagai mitra baru. Keduanya dinilai sepaham karena menganut paham demokrasi
dan semakin baik dalam mengembangkan perekonomiannya.
Kini muncul ancaman baru dari Korea Utara yang direspons AS
dengan keras. Kementerian Luar Negeri China pada Selasa (4/4/2017) menyerukan
agar semua pihak mengakhiri “Lingkaran setan yang bisa lepas kendali”.
Stick and
Carrot Policy
Stand point dan course of action
AS dalam mengimplementasikan ‘grand Strategy’
mereka di kawasan Asia-Pasifik tampak jelas dalam rangka membendung
kebangkitan China sebagai global power. AS melaksanakan ‘Containment
strategy’ yang jelas memerlukan sekutu
dan kawan ataupun mitra.
Dalam mengimplementasikan strategi tersebut, AS sejak lama
menerapkan ‘Stick and carrot policy’. Negara yang mau dan menurut akan diberi
bantuan (carrot) dan yang tidak
menurut akan diberi tekanan (stick).
Nah, dalam kasus ini, tampaknya Malaysia masuk dalam kategori
kedua. Oleh karena itu, kita harus cermat melihat kunjungan Pence. Mereka
datang bukan sebagai “problem solver“ untuk permasalahan kita, namun untuk
mencari peluang demi tercapainya ‘goal’ mereka.
Sebagai sebuah negara superpower, dari beberapa kasus-kasus yang
terjadi, AS selalu beranggapan “the Worlds is USA.” Selama ada yang tidak
mendukung kepentingan nasionalnya, mereka bisa tidak peduli, dan hal tersebut
sah-sah saja, terutama bagi AS dan juga negara Barat lainnya yang menganut
paham ërealismí dalam tata hubungan internasional.
Poin Penting
Kunjungan Pence ke Indonesia
Sejak 2013, AS kecewa dengan Malaysia di bawah PM Najib yang
lebih berkiblat ke China, karena faktor perdagangan. Malaysia menegaskan
posisinya saat pertemuan ASEAN di Bali.
Tanpa dapat dibuktikan, penulis mencermati adanya serangan
proksi (clandestine) ke Malaysia
(kasus MH370, MH17, demo, dan diungkapnya isu korupsi Najib). Nah, melihat
beberapa informasi tersebut, sebaiknya pemerintah membaca potensi ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG) dari kunjungan yang dinilai
menaikkan gengsi, tetapi ada pesan tersembunyi.
Kita jangan terjebak dengan pandangan sebagian orang Indonesia
yang merasa senang dan bangga bahwa AS melihat Indonesia demikian penting.
Sebaiknya kita melihat apa pentingnya Indonesia bagi AS.
Diperkirakan konflik Timur Tengah akan bergeser ke
Kawasan Asia-Pasifik dan bahkan Asia Tenggara. Apabila terjadi konflik
militer di Laut China Selatan atau Semenanjung Korea, AS dan sekutunya akan membutuhkan
Indonesia sebagai pangkalan transit atau pangkalan depan.
Inilah konsep sebuah peperangan. Mereka tidak ingin pengerahan
militer melalui jalur udara dan laut terganggu. Amerika penting bagi
Indonesia dan merupakan mitra dagang terbesar keempat. Dari sisi investasi,
AS merupakan investor asing terbesar ke-7 di Indonesia dengan nilai USD1,16
miliar untuk 540 proyek tahun lalu.
Kesimpulan
Penulis melihat yang tersirat dari kunjungan Pence ke empat
negara dalam rangka menata konsep strategis AS terkait dengan perkembangan
situasi di Semenanjung Korea dan Laut China Selatan.
Ungkapan Pence di Korea Selatan dan Jepang, sangat jelas,
kunjungannya merupakan upaya menghilangkan ancaman nasional baik terhadap AS
maupun sekutu-sekutunya dari Korea Utara, serta kemungkinan China sebagai
lawan potensial di masa depan.
Perlu pendalaman untuk menata hubungan bilateral kedua negara
(pertahanan) dan sebaiknya dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Malaysia sudah di-delete sebagai mitra AS.
Pembacaan ATHG perlu diperdalam untuk menghindari gangguan
serius terhadap pemerintah maupun keberlangsungan kepemimpinan Presiden
Jokowi hingga 2019. Sebagai penutup, AS melihat Indonesia penting dan hanya
menginginkan dua hal, “peningkatan” hubungan bilateral dan kemitraan. Carrot
atau stick? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar