Krisis
dalam Jurnalisme
SH Sarundajang ; Anggota
Dewan Pers
|
KOMPAS, 15 Mei 2017
Artikel ini telah dimuat di MEDIA INDONESIA 2 Mei 2017
Media berita
telah menjadi kunci penggerak jurnalisme bagi masyarakat pada masa lalu.
Namun, perkembangan dekade terakhir telah mengubah pemahaman ini.
Teknologi,
ekonomi, dan transformasi politik yang tak terelakkan membentuk kembali
lanskap komunikasi. Peliputan peristiwa-peristiwa besar seperti pemilihan
umum serta referendum belakangan ini telah menimbulkan banyak pertanyaan
tentang kualitas, dampak, dan kredibilitas jurnalisme, dengan kepentingan
yang sangat luas.
Ada pemahaman
bahwa media tradisional kehilangan kontrol atas definisi pemberitaan dan
posisi utamanya sebagai sumber utama berita masyarakat. Hal ini telah
digantikan desentralisasi, teknologi media yang diatur sesuka hati. Yang lain
berpendapat bahwa merek berita tradisional tetap penting bagi generasi berita
asli dan informasi tepercaya, serta setidaknya dalam teori merupakan jaminan
kredibilitas.
Ada juga
pandangan yang menyambut perluasan pluralisme media melalui munculnya media
sosial, dan melihat ini sebagai alternatif selain jurnalisme tradisional
(mainstream) yang terlalu sering mengalami penurunan dari standar
profesional. Namun, perspektif lain menyesalkan potensi yangdisediakanmedsos
bagi masyarakat, justru terperangkap dalam kepompong informasi yang tertutup
serta ketidakmampuannya untuk membedakan kebenaran dari rekayasa.
Adalah benar
yang disampaikan John Lloyd, wartawan harian Financial Times, yang
menyampaikan bahwa ”surutnyaperan surat kabar secara fisik dan berpindah ke
media internet telah menempatkannya ke dalam arus besar informasi, fantasi,
bocoran, teori konspirasi, ekspresi kebajikan dan kebencian”.
Penurunan
jumlah audiens media tradisional (televisi, radio, dan media cetak),
menurunnya profit, serta klaim melebarnya kesenjangan antara media dan
publik, berkembang biaknya hoaks(fake news) terkait peliputan sejumlah
peristiwa politik besar pada tahun 2016 merupakan tantangan besar yang
berdampak pada sektor media. Seperti halnya di negara lain, Indonesia sebagai
salah satu negara dengan pengguna media sosial terbanyak di dunia juga sedang
menghadapi tantangan penyebaran berita hoaks yang sangat meresahkan.
Fabrizio
Moreira, politisi asal Ekuador yang hijrah ke Amerika Serikat karena
menentang pemerintahan Rafael Carrera, mengatakan, ”Berita bohong dapat
dengan sederhananya telah menyebarkan informasi yang keliru atau dengan
bahayanya memoles propaganda yang penuh dengan kebencian.”
Apakah
permasalahan yang dihadapi jurnalisme sebenarnya adalah masalah dengan budaya
kita sendiri? Robert Biezenski, seorang profesor sosiologi, merasa bahwa di
negara-negara lain media sedang memainkan peranan penting dalam perubahan di
masyarakat. Surat kabar Barat sering kali hanya memberitakan pengungkapan
masalah tanpa melihat perannya untuk menggerakkan masyarakat untuk peduli
atau memecahkan masalah tersebut, sedangkan di bagian dunia lainnya dapat
melihatnya.
Biezenski
menunjuk pada Amerika Latin di mana kegiatan medianya sangat terkait dengan
aktivitas politik dan selalu berpihak sebelah, dan ketika pemberitaannya
terlalu jauh melangkah, sudah pasti akan terjadi kekerasan, wartawan terbunuh
atau ditembak. Hal tersebut tidak terjadi di Amerika Utara karena jurnalis
lebih menyentuh ke hal-hal yang praktis, berita entertaint dan sports. Dalam
artian bahwa berita yang disampaikan tidak membuat jurnalisnya ”layak untuk
terbunuh”. Sangat jarang menyentuh kepada sistem secara utuh yang berefek
kepada kritik sosial, lebih kepada individu.
Media dan politik
Seperti halnya
kondisi di Amerika Latin, media di Indonesia yang sebagian besar dimiliki
pengusaha dan politisi pastinya akan memprioritaskan pemberitaan yang berat
sebelah/berpihak. Stephen Whitworth, Pemimpin Redaksi Prairie Dog,
berpendapat, sangatlah penting memastikan bahwa Anda terhubung dengan pembaca
dan bahwa audiens Anda merasakan koran Anda adalah sesuatu yang nyaman untuk
diambil dan dibaca.
Fokus
jurnalisme bukan hanya fakta dari cerita, melainkan juga kemampuan untuk
membentuk pemahaman akan cerita tersebut. Jurnalisme adalah sebuah proses
seni. Jika Anda tidak memahami seni untuk berkomunikasi, menjangkau orang,
dan menulis; Anda tidak akan dapat terhubung dengan masyarakat. Presentasi
adalah penting untuk mendistribusikan informasi.
Keterikatan
jurnalisme terhadap publik adalah bagaimana jurnalisme tersebut menjadi
sesuatu yang dapat memperkuat kembali wacana publik dan ketertarikan mereka
dalam politik. Jurnalisme harus menarik, dan relevan kepada publik. Apa yang
terjadi saat ini adalah menarik, tetapi apa yang terjadi hari ini dan
memberikan implikasi kepada kualitas hidup Anda di masa depan adalah penting.
Siapa pun yang
menggeluti jurnalisme hendaknya terus bekerja menghadapi segala tantangan
yang ada dan terus berupaya untuk mendidik masyarakat tentang apa yang sedang
dikerjakan serta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terbiasa
dengan keberadaan media alternatif lainnya. Fakta menunjukkan sebuah koran
”alternatif” di Seattle bahkan mampu memenangi penghargaan bergengsi
jurnalisme, Pulitzer.
Di dalam
setiap tantangan atau hambatan selalu menawarkan tersedianya peluang. Jim
Rutenberg dari harian New York Times menjelaskan, ledakan berita bohong/hoaks
selama 2016 dapat saja justru meningkatkan nilai dari berita benar. Ia
berkesimpulan: ”Jika demikian halnya, jurnalisme hebatlah yang akan menjadi
penyelamat jurnalisme itu sendiri.” Jurnalisme asli, kritis, dan dari hasil
telaah yang mendalam mungkin lebih dibutuhkan sekarang ini dibandingkan
dengan masa yang lalu.
Yang harus
kita sadari juga bahwa perubahan dan transformasi akan terus terjadi.
Kemampuan untuk beradaptasi adalah hal yang sangat penting untuk
mengantisipasinya dan jika perlu, lakukanlah revitalisasi.
Seperti
diungkapkan Robert Biezenski: ”When society as a whole change, when the whole
economy goes down the tube, when millions of people are suddenly unemployed.
Then society will change. Not before. And then the media will change. Not
before.” (Ketika masyarakat berubah secara utuh, ketika ekonomi jatuh, ketika
jutaan orang tiba-tiba menganggur. Kemudian masyarakat akan berubah. Bukan
sebelumnya. Dan kemudian media akan berubah. Bukan sebelum.)
Selamat Hari
Kemerdekaan Pers Sedunia! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar