Perguruan Tinggi
Asing dan Pengetahuan Indonesia
Irfa Puspitasari ; Dosen Hubungan Internasional FISIP
Universitas Airlangga,
Research Associate Cakra Studi Global Strategis |
KOMPAS,
04 Januari 2014
Perguruan tinggi Indonesia perlu belajar dan lebih banyak
melakukan perombakan ke arah yang lebih baik apabila bercita-cita akan bisa
berkompetisi secara global.
Seiring dengan upaya pembangunan
pendidikan tinggi berdaya saing global, pertengahan Desember lalu Mahkamah
Konstitusi (MK) menegaskan kembali izin kepada perguruan tinggi (PT) asing
untuk membuka program di Indonesia.
Rancangan mengenai PT asing sudah
mulai disusun tahun 2011. Upaya protes telah dilakukan untuk menggagalkan, tetapi
tidak lantas menunda pemerintah mengeluarkan Pasal 90 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Upaya meminta pengujian UU tersebut
juga ditolak dengan keputusan MK pada Kamis, 12 Desember 2013, pukul 11
malam.
Dengan terbukanya pintu pendidikan
internasional, pemerintah mengharapkan lulusan dalam negeri tidak perlu
kesulitan merantau ke luar negeri demi mendapatkan pendidikan yang
berkualitas. Dalam skala nasional, keterbukaan pendidikan ini diharapkan
mampu mendorong persaingan sehingga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.
Sejumlah PT swasta menyambut baik peraturan tersebut karena akan memberi
peluang mengembangkan lembaganya.
Memang bagus apabila masuknya PT
asing bisa mendorong kompetisi dan meningkatkan kualitas pendidikan. Akan
tetapi, yang dikhawatirkan adalah mental inferior yang menganggap semua yang
asing lebih baik. Inferioritas tersebut berdampak langsung dalam jangka
pendek maupun jauh ke depan terhadap hubungan asimetris antar-PT dan juga
antarnegara.
Kekhawatiran pihak yang mengkritik
dilandasi pada kenyataan bahwa komunitas internasional saat ini memandang
rendah sistem pendidikan di Indonesia. Berbagai pemeringkatan universitas
dunia jarang menempatkan universitas di Indonesia pada posisi tinggi.
Peraturan itu membiarkan ketidakadilan terhadap PT di Indonesia karena
hanya menjadikan Indonesia sebagai obyek sasaran pasar pendidikan.
Dampak
penolakan MK merupakan kelengahan negara mencegah hubungan asimetris
pengetahuan antarbangsa sehingga dampak pelaksanaan UU ini bersifat
diskriminatif terhadap modalitas pengetahuan bangsa di tengah persaingan
dunia.
Memperbaiki citra
Langkah taktis untuk target jangka
pendek adalah memperbaiki citra PT Indonesia dalam bentuk peningkatan
peringkat. Namun, hal tersebut tidak lantas memenuhi kebutuhan pendidikan di
Tanah Air terus meningkatkan kecerdasannya. Bangsa tidak berarti cerdas hanya
karena peringkat PT-nya tinggi di tingkat dunia. Pemeringkatan dunia hanya
menunjukkan seberapa erat sistem pendidikan nasional terintegrasi secara
global.
Boleh saja membandingkan
pendidikan tinggi Indonesia dengan pendidikan tinggi di negara lain, tetapi
mesti dengan mengombinasikannya dengan parameter internal. Indonesia tidak
bisa meniru dan begitu saja menjadi Malaysia, Jepang, Singapura, atau Amerika
Serikat. Indonesia memiliki identitasnya sendiri dan seharusnya juga memiliki
karakter tersendiri. Dengan parameter sendiri tentunya kita bisa mandiri
menentukan prioritas nilai yang perlu diajarkan.
Selain masalah pengakuan
internasional, perguruan tinggi di Indonesia juga perlu mengatasi
masalah-masalah internal. Masalah paling penting yang perlu dihadapi ialah
kelemahan sistemik dan sosial. Solusi untuk mengatasi ini ialah
perbaikan dalam pengelolaan sumber daya. Subyek PT yang adalah dosen dan mahasiswa
di Indonesia tidak kalah kualitasnya dengan di luar. Yang perlu adalah
pengelolaannya.
Sebagian besar dosen PT, apalagi
yang bagus, selalu direkrut dari lulusan-lulusan terbaik. Untuk perguruan
tinggi negeri, hal tersebut tidak selalu berarti harus pegawai negeri sipil.
Ada banyak manfaat juga yang diberikan jika merekrut honorer. Universitas
yang berkualitas mampu memberikan insentif dan motivasi untuk meningkatkan
prestasi dosen sekaligus memperbaiki sikap dosen yang cenderung menodai
tujuan pendidikan tinggi.
Yang perlu dibenahi juga adalah
sistem bullying yang berkedok senioritas, baik di kalangan
mahasiswa maupun dosen. Berulang kali terjadi pelecehan, kekerasan, yang
bahkan berdampak terhadap kematian mahasiswa baru pada saat ospek. Upaya-upaya
pencegahan yang telah dilakukan masih belum dapat mencegah kematian mahasiswa
pada saat ospek. Sistem bullying seperti pelecehan, pembodohan, dan
pembunuhan karakter juga sering kali menciutkan semangat dosen untuk
produktif. Dosen yang bersedia bekerja justru sering kali dicibir sebagai
penjilat.
Dalam hal emansipasi, PT di
Indonesia juga belum memiliki standar, kesepakatan, dan komitmen untuk
memberikan jaminan kesetaraan jender terhadap wanita. Wanita idealnya bisa
merasa nyaman dan aman dari ancaman pelecehan seksual dan diskriminasi dalam
belajar sekaligus bekerja dalam lingkungan kampus.
Arus internasional
Peningkatan kualitas PT sangat
penting dilakukan dalam konteks hubungan antarlingkungan epistemis pendidikan
yang sifatnya sejajar. Kalau negara telah menjamin bahwa PT asing boleh
membuka program di Indonesia, negara harus bertanggung jawab pula menjamin
bahwa PT di Indonesia dapat juga diterima baik untuk beroperasi di luar
negeri.
Apabila negara tidak mampu
menjamin PT di Indonesia bisa juga membuka program di luar negeri, sebaiknya
MK bersiap-siap menguji kembali UU PT Asing. Negara yang besar adalah negara
yang tidak hanya menuruti arus internasional, tetapi juga bisa menyumbangkan
kontribusi yang berarti dengan memercayai kemampuan dirinya meningkatkan
kecerdasan anak bangsa secara mandiri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar