Mesir
Minus Ikhwanul Muslimin
Hasibullah Satrawi ; Alumnus Al-Azhar, Kairo, Mesir; Pengamat politik Timur
Tengah dan dunia Islam; direktur Aliansi Indonesia Damai (Aida)
|
JAWA
POS, 15 Januari 2014
Sejak kemarin (14/1) dan hari ini Mesir mengadakan
referendum untuk mengesahkan rancangan konstitusi baru. Referendum itu bisa
disebut sebagai upaya puncak pemerintahan sementara Mesir untuk membersihkan
negeri tersebut dari anasir Ikhwanul Muslimin (IM).
Telah dimaklumi bersama, pemerintahan sementara Mesir yang didukung militer kerap melakukan pelbagai macam tindakan anti-IM. Mulai penangkapan terhadap para aktivis dan tokoh-tokohnya hingga vonis pembubaran IM melalui pengadilan. Bahkan, tidak lama ini pemerintahan transisi Mesir menetapkan IM sebagai organisasi teroris (Aljazeera.net, 25/12). Dalam beberapa tahun terakhir, nasib dan sepak terjang IM memang tidak ubahnya dengan kisah ''raja semalam''. Setelah pada periode sebelumnya mengalami pelbagai macam gencetan dari rezim penguasa secara silih berganti (mulai dinyatakan sebagai organisasi terlarang hingga dibubarkan), tiba-tiba IM menjadi penguasa perkasa pada musim semi Arab yang berhasil menggulingkan Hosni Mubarak pada 2011. Sebuah kekuasaan yang tidak hanya di jajaran eksekutif, tetapi juga legislatif, bahkan yudikatif. Membubarkan = Membesarkan Dalam sejarah panjang organisasi yang didirikan oleh Hasan al-Banna ini, pembubaran ataupun pelarangan dan aksi-aksi otoriter yang lain bukanlah hal baru. Pada 1948, contohnya, IM pernah dibubarkan oleh pemerintah Mesir melalui putusan pengadilan yang dikeluarkan hakim Mahmud Fahmi an-Naqrasyi. Begitu juga pada 1952. Pada masa ini, IM juga dibubarkan oleh Dewan Revolusi 23 Juli Mesir, khususnya setelah IM dituduh berupaya membunuh Presiden Gamal Abdel Nasir. Bahkan, IM kerap dinyatakan sebagai organisasi terlarang sepanjang kekuasaan Hosni Mubarak. Semua itu menunjukkan bahwa penangkapan terhadap para tokoh IM (bahkan pembubaran sekalipun) tidak pernah membuat organiasi tersebut mati dan berakhir, khususnya secara ideologis. Dengan kata lain, tokoh yang pernah dipenjara akan semakin disegani dan ditakuti oleh para pengikutnya, khususnya di kalangan kelompok radikal. Faktanya, setelah Mubarak lengser, IM berhasil menjadi penguasa secara perkasa, sebagaimana telah dijelaskan di atas. Semakin Radikal Pada tahap tertentu, pembubaran maupun upaya otoriter lain terhadap IM berpotensi membuat gerakan tersebut semakin radikal. Hal itu terjadi karena secara ideologi IM tidak sepenuhnya menerima sistem pemerintahan modern seperti demokrasi. Keterlibatan IM dalam sistem pemerintahan yang demokratis seperti terjadi di Mesir pascarevolusi 25 Januari sejatinya membuka harapan baru bagi masa depan IM yang lebih moderat. Yaitu, harapan IM mengalami apa yang disebut oleh Solahudin (ahli terorisme dan radikalisme, penulis buku dari NII sampai JI) sebagai deradikalisasi tidak langsung. Dikatakan mengalami deradikalisasi tidak langsung karena kekuasaan pada umumnya membutuhkan kompromi yang sangat tinggi dan jauh dari nuansa ekstrem di segala bentuk apa pun. Tanpa melalui kompromi, bukan tidak mungkin seseorang/kelompok justru akan kehilangan kekuasaan yang telah didapat. Di sini dapat ditegaskan, pembubaran ataupun cara-cara otoriter lain (termasuk memosisikan sebagai organisasi teroris) yang dilakukan pemerintah Mesir terhadap kelompok IM hampir dipastikan tidak akan menyelesaikan masalah yang ada. Secara jangka pendek, pendekatan yang dilakukan mungkin tampak membuahkan hasil yang positif. Namun, tidak demikian secara jangka panjang. Justru semua itu berpotensi hanya akan membuat IM semakin radikal. Pelbagai macam pemberontakan bersenjata di Mesir mutakhir bisa dijadikan contoh dari yang telah disampaikan di atas. Sebagai tumpah darah, Mesir milik seluruh warganya, apa pun agama, keyakinan, ataupun aliran politiknya. Bukan Mesir bila tidak ada Ikhwan Muslimin di dalamnya. Bukan Mesir bila sepi dari kelompok sekuler. Juga bukan Mesir bila nihil dari Kristen Koptik. Sebab, Mesir telah menjadi tumpah darah bagi mereka. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar