Jumat, 15 Maret 2013

Titik Keadilan Harga


Titik Keadilan Harga
Ihwan Sudrajat ;  Pengamat Masalah Perekonomian
SUARA MERDEKA, 14 Maret 2013


’’BADAI’’ harga sekarang ini sedang melanda konsumen, padahal kenaikan harga daging sapi belum mereda sejak Lebaran hingga saat ini. 

Kini konsumen harus merogoh kocek lebih dalam lagi, terutama untuk membeli bawang merah dan bawang putih. Harga bawang merah pada Januari hingga minggu pertama Februari masih di bawah Rp 20 ribu per kg, sekarang berlipat hingga Rp 50 ribu, sedangkan harga bawang putih Rp 60 ribu (10/03). 

Dalam bayangan kita, harga tinggi pasti menguntungkan produsen (untuk bawang merah) dan importir (untuk bawang putih). Ketika harga berada pada status menguntungkan maka produsen, pedagang besar, dan importir terus membanjiri pasar dengan produk itu, dan  mulai mengurangi pasokan ke tingkat normal ketika harga kembali wajar. Kenyataannya, harga tinggi acap membuat pedagang merugi karena hanya bisa menjual dalam volume lebih kecil. 

Tak heran, beberapa waktu lalu, sejumlah wanita pedagang daging sapi berdemo ke gubernuran memprotes kenaikan harga komoditas itu. Beberapa pedagang daging berhenti berjualan karena jumlah konsumen berkurang banyak. Pedagang bawang merah pun mengeluhkan penurunan cukup tajam volume penjualan komoditas itu . 

Untuk memperjelas posisi ini, bayangkan Anda sebagai pedagang dengan tingkat omzet yang sudah diketahui. Ekspektasinya, volume penjualan tak akan berbeda jauh, kalau pun ada perubahan, Anda menyiapkan rentang 1-2 hari hingga barang terjual habis. 

Bagaimana bila Anda pada posisi sebagai konsumen? Pada saat harga bawang merah mencapai Rp 50 ribu per kg, kalau Anda berpendapatan tetap, mau tidak mau harus menurunkan volume pembelian karena uang belanja tetap. Jika harga meningkat hingga 200%, Anda pasti membeli pada tingkat minimal, bahkan menghentikan, dan beralih ke produk substitusi seperti bawang bombay yang sepenuhnya impor dan harganya hanya setengahnya. 

Titik Pertemuan

Namun Anda tentu tetap membeli bawang merah pada volume normal meskipun harga meningkat karena menganggap masih dalam batas kewajaran terutama saat Anda menyadari tingkat substitusi bawang merah oleh komoditas lain sangat rendah. Artinya konsumen menganggap bawang merah masih sulit tergantikan. Dari gambaran itu, ternyata sulit menemukan kesepakatan harga ’’adil’’, yakni yang menguntungkan pedagang tapi masih bisa dijangkau konsumen. Definisi harga adil adalah harga yang berada pada keseimbangan, yaitu titik pertemuan antara kekuatan penawaran dan kekuatan permintaan. 

Siapakah yang berani mengambil inisiatif mewujudkan harga yang adil: pedagang atau konsumen? Pedagang tentu tak berani menjual pada tingkat harga konsumen jika itu berisiko membangkrutkan dirinya. Adapun konsumen pasti mengurangi volume pembelian, dan mengembalikan ke volume asal pada saat harga mencapai keseimbangan atau memenuhi harapan mereka. 

Akibatnya, terjadi saling menunggu dan tanpa disadari mereka telah menjadi korban dari tangan-tangan yang tidak tampak (the invisible hand) yang mengatur harga, termasuk mengatur supply and demand.

Pemerintah adalah pihak yang paling diharapkan oleh pedagang atau pun konsumen untuk mewujudkan keadilan harga. Pemerintah secara efektif berhasil mewujudkan harga adil untuk beras karena ada lembaga penyangga, yaitu Bulog yang cepat mempengaruhi pasokan ketika kenaikan harga beras bisa mengganggu kesejahteraan dan mendorong peningkatan orang miskin. 

Untukbawang merah, cabai merah, daging sapi, dan hasil bumi yang lain, pemerintah dapat mengambil substansi dari sistem itu, yakni dengan ’’mengawal’’ kekuatan pasokan. Ada dua faktor yang dapat memperkuat pasokan, pertama; menjamin produksi di hulu, dan kedua; meningkatkan efisiensi distribusi. Untuk faktor pertama, yang terpenting bukan meningkatkan produksi melainkan mendistribusikan produksi secara merata sepanjang tahun dengan hasil produksi yang seimbang dengan permintaan pasar. 

Diperlukan data lengkap dan akurat, terkait antara lain luas areal, waktu tanam, panen di sentra produksi, dan ketersediaan air irigasi di daerah tersebut. Selanjutnya pemda bersama kelompok tani membuat jadwal tanam yang tentunya harus dipatuhi oleh petani anggota kelompok. 

Agar pelaksanaan jadwal tersebut efektif, pemerintah perlu menjamin ketersediaan sarana produksi atau memberi subsidi. Jaminan ini yang akan mengikat mereka, sehingga ketika ada anggota tak mematuhi jadwal tanam, ia bisa dikenai sanksi pembatasan akses sarana produksi. Untuk meningkatkan efisiensi distribusi, pemerintah wajib menyediakan dan memelihara infrastruktur jalan sehingga pendistribusian barang bisa lebih efisien. Pada sentra produksi tertentu perlu disediakan terminal agrobisnis sebagai pusat transaksi sekaligus penyimpanan sementara.  

Sistem ini sebenarnya mulai terlihat di beberapa daerah sentra produksi, namun pemeliharaannya sangat kurang sehingga jaminan produksi di hulu tak bisa dikendalikan, yang berdampak negatif terhadap keseimbangan supply and demand. Tidak mengherankan fluktuasi harga bawang merah dan cabai merah selalu terjadi tiap tahun. 

Konsumen selalu menjerit ketika harga berubah mencekik leher, petani pun tak puas terhadap pemerintah karena harga tiba-tiba merosot tajam akibat produksi berlebihan sehingga mereka tidak tahu lagi ke mana harus memasarkan dan bagaimana mengembalikan modal. 

Rasanya tak adil jika yang dipikirkan hanya nasib produsen, tetapi juga tidak benar jika konsumen ditempatkan pada posisi lebih penting ketimbang produsen. Kedua pihak mempunyai peran sama demi menciptakan keseimbangan antara pasokan dan permintaan, menjaga stabilitas harga, dan mendorong aktivitas ekonomi yang lebih tinggi. Karena itu, penting bagi kita mewujudkan keadilan harga. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar