Meninggalnya beberapa
orang sakit yang tidak mendapatkan kamar di rumah sakit Jakarta menjadi
salah satu topik diskusi dies natalis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
awal bulan ini.
Sejak diberlakukannya Kartu Jakarta Sehat (KJS), jumlah
orang yang datang ke rumah sakit memang meningkat tiga kali lipat.
"Ibaratnya, digigit nyamuk pun sekarang masuk rumah sakit," ujar
seorang dokter di forum itu. "Akibatnya, yang sakit sungguhan tidak kebagian
tempat," tambahnya.
Saya mencatat seluruh pemikiran para dokter hari itu.
Sebab, PT Askes (Persero) yang sekarang masih di bawah Kementerian BUMN
harus bisa menyiapkan diri untuk menyambut era baru: Mulai 1 Januari 2014
keperluan kesehatan 86 juta orang miskin harus dilayani secara gratis.
Pertanyaan besarnya: Siapkah Askes?
Dirut PT Askes yang baru, Dr dr Fachmi Idris, beserta
seluruh jajarannya hari-hari ini berkonsentrasi penuh untuk mempersiapkan
semua itu. Waktu tidak banyak lagi. Internal masih punya banyak masalah
yang harus diselesaikan: bagaimana status pegawai Askes nanti setelah Askes
bukan lagi BUMN, bagaimana jenjang karirnya, dan seterusnya.
Sambil memikirkan nasib diri sendiri itu, Askes harus
memikirkan wujud pelayanannya nanti: bagaimana agar semua pemilik kartu
sehat bisa terlayani, bagaimana agar rumah sakit bisa dibayar tepat waktu,
bagaimana para dokter bisa tenang dalam bekerja.
Kesimpulan hari itu jelas: Kalau semua orang sakit
diperbolehkan langsung masuk rumah sakit, akan banyak kasus orang meninggal
dunia karena tidak kebagian kamar. Dan lagi, kata para dokter hari itu,
tidak semua penyakit harus diatasi di rumah sakit. Banyak penyakit yang
sudah bisa ditangani di tingkat puskesmas.
Bahkan, para dokter punya cita-cita yang besar: Banyak
orang yang sebenarnya tidak perlu sakit kalau ada dokter yang khusus
mencegah terjadinya penyakit di masyarakat.
Kalau pengaturan itu tidak jalan, bisa-bisa judul berita
di sebuah surat kabar pekan lalu benar-benar akan terjadi: KJS membuat
politisi dapat nama, membuat dokter kehilangan nama.
Untuk mencegah agar tidak semua orang sakit langsung
datang ke rumah sakit, tidak ada jalan lain kecuali dikeluarkan aturan ini:
Semua orang sakit harus ke puskesmas. Kecuali yang gawat darurat. Puskesmaslah
yang akan menilai pasien tersebut cukup diobati di situ atau harus dirujuk
ke rumah sakit.
Demikian pula sebaliknya. Rumah sakit hanya mau menerima
pasien yang membawa surat pengantar dari puskesmas. Kecuali yang gawat
darurat.
Direksi Askes sudah sepakat dengan gubernur DKI, Pak
Jokowi, untuk melakukan uji coba sistem tersebut. Bulan depan sudah
dimulai. Jakarta akan jadi pelopornya. Apalagi, puskesmas-puskesmas di
Jakarta sudah cukup memadai.
Di Jakarta, puskesmas tidak hanya ada di tingkat
kecamatan. Di satu kecamatan bisa ada lima puskesmas.
Setelah diskusi di FK UI itu, saya bersama Dr Fachmi
Idris mengunjungi beberapa puskesmas di Jakarta. Juga melihat apa yang
terjadi di salah satu rumah sakit di Jakarta yang sangat padat. Askes akan
membangun sistem link online yang menghubungkan puskesmas dengan seluruh
rumah sakit di Jakarta.
Pasien yang datang ke puskesmas dan harus dirujuk ke
rumah sakit akan dirujuk secara online. Bahkan, di sistem itu sudah bisa dilacak di
rumah sakit mana pasien tersebut harus ditangani. Di puskesmas itu bisa
dilihat rumah sakit mana saja yang masih memiliki kamar yang kosong.
Dengan demikian, tidak terjadi pasien keliling dari satu
rumah sakit ke rumah sakit lain yang semuanya penuh.
Ada waktu sembilan bulan untuk mencoba sistem tersebut.
Kesalahan dan kekeliruan bisa dikoreksi segera. Kalaupun sistem itu gagal,
sudah harus diketahui sebelum 1 Januari 2014. Kita juga belum tahu seberapa
masyarakat bisa menerima kalau diharuskan ke puskesmas dulu.
"Dalam praktik, ada pemegang KJS yang tidak dapat
kamar, lalu bertanya apakah ada kamar VIP. Setelah diberi tahu betapa mahal
kamar itu dan akan di luar pertanggungan KJS, pasien tersebut minta VIP dan
mengatakan mampu membayarnya," ujar seorang dokter di diskusi itu.
Salah satu puskesmas yang saya kunjungi hari itu,
Puskesmas Gambir, sebenarnya sudah bukan seperti puskesmas yang saya kenal
dulu. Besar dan lengkap. Hanya, tidak ada kamar untuk opname rawat inap.
Saya melongok toilet-toiletnya, juga cukup bersih. Lab
untuk memeriksa darah pun ada. Merekam jantung juga ada. Klinik gigi juga
lengkap. Bahkan sampai mampu merehabilitasi mantan pecandu narkoba. Lebih
dari 100 mantan pecandu narkoba tiap hari datang ke situ untuk minum obat
anti kecanduan.
Dokter Deuis Nurhayati, kepala Puskesmas Gambir,
mengatakan siap menerima sistem online dengan
rumah sakit. Juga siap bila ada aturan baru bahwa semua pasien di kawasan
itu harus ke puskesmas dulu.
Coba kita monitor bersama bagaimana jalannya uji coba
sistem baru di Jakarta itu. Kalau bisa jalan, sungguh keteraturan mulai
bisa dilaksanakan di negara kita. Tentu masih harus dicari jalan lain untuk
daerah yang puskesmasnya belum sebaik dan sebanyak di Jakarta. Tapi,
direksi Askes juga akan melakukan uji coba yang sama di beberapa daerah.
Yang kelihatannya masih sulit adalah pelaksanaan
cita-cita besar para dokter tersebut: mencegah orang sakit. Dana negara
kelihatannya belum cukup. Jatah anggaran dari negara untuk meng-Askes-kan
86 juta orang itu baru sekitar Rp 15.000 per orang per bulan. Itu pun sudah
menghabiskan anggaran negara sebesar Rp 1,29 triliun setahun.
Kalau anggaran itu bisa dinaikkan menjadi Rp 25.000 per
orang per bulan, sudah bisa dirancang akan ada sejumlah dokter yang
tugasnya terus-menerus mengunjungi 86 juta orang tersebut justru sebelum
mereka sakit.
Dengan demikian, puskesmas tidak akan kelebihan beban dan
rumah sakit juga tidak penuh dengan pasien. Uang yang harus dikeluarkan
negara memang lebih besar. Tapi, karena sakit bisa dicegah, pemborosan
nasionalnya justru bisa dikurangi.
Meskipun mungkin negara belum bisa memenuhi keinginan itu
tahun ini, ide tersebut tidak boleh dikubur. Suatu saat nanti pasti bisa
dilaksanakan.
Bagi politisi, tahun ini adalah tahun politik. Banyak
politikus yang dag-dig-dug bisa masuk daftar caleg atau tidak. Bagi dokter,
tahun ini adalah tahun mempersiapkan era baru sistem pelayanan kesehatan.
Juga dag-dig-dug.
Dan bagi PT Askes, tahun ini adalah tahun kerja keras
menyiapkan sistem baru. Tidak kalah dag-dig-dugnya.
Ada perekam jantung di Puskesmas Gambir untuk
tiga-tiganya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar