KETIKA seseorang bertanya bagaimana caranya
menjaga kebugaran agar selalu tampak segar dan bersemangat, sebenarnya
jawaban terbaik ada pada menyala atau tidaknya lentera jiwa seseorang. Di
rumah, kala saya sedang mengalami tekanan psikologis, istri saya selalu mengatakan
bahwa wajah saya sudah berubah menjadi seperti pak dosen. Lama saya tak
mendengar lagi kalimat itu, tetapi saya pernah memikirkannya.
Rupanya dia tak mau wajah suaminya menjadi mirip
rata-rata dosen yang kata dia menjadi lebih tua daripada usianya. Saya baru
menemukan jawabannya ketika suatu waktu Najwa Shihab mempertemukan saya,
Prof Emil Salim, dan Niniek L. Karim, dosen Fakultas Psikologi UI, untuk
menyambut mahasiswa baru. Di atas panggung auditorium UI, kami bercerita
tentang kehidupan kami, bagaimana meniti karir dan menembus tembok-tembok
kesulitan sepanjang masa. Saat jeda, saya bertanya kepada Niniek, apakah
sosok seperti dia lazim berada di kalangan dosen? Apakah tidak mengalami
masalah dengan pola karir seperti itu?
Di luar dugaan saya, pemain teater yang beberapa kali
meraih Piala Citra lewat layar lebar tersebut justru bertanya balik kepada
saya. Saya katakan, justru itulah saya bertanya, karena sesungguhnya saya
ingin tahu apakah orang seperti saya di fakultas lain juga mengalami hal serupa?
Selain mengajar, Niniek dikenal sebagai selebriti dan dulu sering muncul di
layar lebar. Kalau sekarang Anda menyaksikan akademisi menjadi
pengamat dan sering masuk TV adalah hal biasa, tidak demikian sepuluh-dua
puluh tahun lalu.
Niniek bercerita panjang lebar bagaimana dirinya dianggap
aneh oleh komunitasnya. Bahkan, yang lain bercerita bahwa mereka seperti
digunjingkan, tak diinginkan oleh komunitasnya. Tetapi, Niniek kemudian
mengatakan, "Tetapi, saya
bahagia, Mas. Saya lakukan semua ini karena panggilan jiwa saya. Sementara
ada ratusan dosen yang melakukan profesinya bukan karena panggilan
jiwanya." Maka, layaklah
mereka menjadi dosen killer, mudah
tertekan, cepat tersinggung, sulit mengungkapkan kemauan hatinya, bahkan
sulit berprestasi optimal. Padahal, seorang guru sejati bukanlah orang yang
senang marah, mempersulit orang lain, mengatakan orang lain tak mutu,
bahkan mengatakan hanya dirinya yang bisa bernalar. Bagi saya, semua itu
hanyalah cerminan dari tak menyalanya lentera jiwa. Mereka bahkan the caged life (perangkap
jiwa) atau sudah comfortable life (mempertahankan kenyamanan).
Pertanyaan Jiwa
Maka, sampai di usia 30-40-an tahun, seorang yang sedang
meniti karir perlu bertanya kepada jiwanya dan pertanyaan itu adalah cermin
di mana dia berada. The caged life, kata Brendon
Burchard, akan selalu diwarnai perasaan-perasaan takut setiap menyaksikan
perubahan apa saja. "Apakah saya bisa survive?" Dan fokusnya hanya "aman atau
tersakiti".
The comfortable life sebaliknya
akan bertanya, "Apakah saya akan
diterima dan berhasil?" Dan fokusnya penerimaan. Sedangkan
pemantik lentera jiwa akan bertanya, "Apakah
saya telah menegakkan kebenaran dan mengaktualisasikan potensi diri saya?
Apakah saya telah menjalankan hidup yang inspiratif dan menginspirasi orang
lain?"
Bagi saya, maaf, percuma saja meneriakkan kejujuran dan
etika bila diri sendiri menjalani hidup yang terpenjara. Orang yang
terpenjara tidak hidup dalam apa yang dia inginkan. Dia menyimpan banyak
pertanyaan yang sulit dijawabnya sendiri. Sementara bagi pemantik lentera
jiwa, kredo yang dianutnya adalah "ask not what you are getting from the world, but rather what you are giving to the world".
Orang yang karirnya dijalani dalam the caged life berpotensi
menjadi komplainer dan tidak bahagia melihat orang lain bahagia. Mereka
justru berbahaya bila menjalani karir sebagai auditor, wartawan
investigator, penulis, penegak hukum, atau bahkan ditempatkan ke dalam
dewan etika sebuah lembaga.
Maka, mereka tak pernah merasa letih karena setiap hari
selalu menyaksikan hal-hal baru. Itu berbeda dengan the comfortabe life yang
selalu menjalani rutin dengan kebosanan. Bagi pemantik lentera jiwa, life is magical and meaningful. Mereka tak takut menghadapi gelombang-gelombang
ancaman. Mereka hanya peduli "apakah ini benar atau tidak" dan
"apakah ini meaningful". Selamat
menyalakan lentera jwa masing-masing... ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar