Rabu, 13 Maret 2013

Damai dan Harmonis dalam Keberagaman


Damai dan Harmonis dalam Keberagaman
I Nyoman Widia  ;   Ketua Badan Penyiaran Hindu Pusat
SINDO, 12 Maret 2013
  

Hari ini selama 24 jam, umat Hindu merayakan pergantian Tahun Saka. Dalam kalender Hindu, hari ini disebut Tanggal Apisan Sasih Kadasa. Menariknya, kedatangan tahun baru tidak disambut dengan gegap gempita, apalagi pesta fora. 

Sebaliknya, umat Hindu menyambutnya dengan suasana hening nan sepi. Itulah sebabnya pergantian Tahun Saka ini lebih dikenal dengan Hari Raya Nyepi. Dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian yaitu tidak bepergian (amati lelungan), tidak bekerja (amati karya), tidak menyalakanapi(amatigeni), dan tidak mengumbar kesenangan (amati lelanguan), terciptalah suasana sepi dan hening di dalam keluarga. 

Di-tambah lagi dengan mona brata (tidak berbicara) dan upawasa (puasa makan dan minum), semakin khidmatlah suasana penyambutan tahun baru tersebut. Suasana yang hening, sepi, dan penuh kedamaian adalah momen yang sangat istimewa untuk melakukan perenungan. Dalam perenungan kita dapat melakukan kilas balik dan reviu terhadap perjalanan satu tahun yang lewat. 

Dengan merenung kita dapat menyusun rencanarencana perjalanan satu tahun ke depan. Dari berita media massa kita mengetahui bahwa bangsa Indonesia saat ini tengah mengalami disorientasi nilai-nilai. Beberapa elite politik korup, masyarakat gampang marah, serta aparat negara kerap bertindak brutal. Rasa damai di hati seakanakan telah menjadi barang langka. 

Di panggung politik sering terjadi kegaduhan. Politisi kurang memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Di masyarakat pun sering terjadi gesekan antaretnis yang kadang dipicu oleh ihwal yang sepele. Perayaan datangnya Tahun Baru Saka dapat menjadi salah satu pelajaran penting dalam menjaga kerukunan hidup di tengah keberagaman itu. Tahun Saka ditetapkan menjadi kalender resmi kerajaan di India pada 79 Masehi oleh Raja Kaniska I dari dinasti Kushana dan suku bangsa Yuehchi. 

Dinasti yang berkuasa sejak 125 SM ini terinspirasi oleh perubahan arah perjuangan suku bangsa Saka dari perjuangan bersenjata untuk merebut kekuasaan menjadi perjuangan untuk mempersatukan berbagai suku bangsa dengan latar belakang budaya yang beragam di India. Suku-suku bangsa di India pada masa itu seperti Pahlawa, Yuehchi, Saka, Malawa, dan Yuwana silih berganti, saling menjatuhkan, dan merebut kekuasaan. Mereka tak banyak memperhatikan perkembangan budaya dan kesejahteraan rakyatnya. 

Kondisi ini berubah drastis ketika suku bangsa Saka merebut kekuasaan dan mengubah arah perjuangan mereka menjadi perjuangan mempersatukan puncak-puncak kebudayaan dan membangun kesejahteraan bersama atau disebut dengan Dharma Siddhi Yatra. Keberhasilan membangun solidaritas untuk kesejahteraan ini menjadikan perkembangan Hindu dan penggunaan tahun Saka merambah ke berbagai negara termasuk kerajaan Majapahit. 

Kakawin Negara Kertagama yang ditulis Rakawi Prapanca mengisahkan perayaan datangnya Tahun Baru Saka pada bulan Caitra atau Maret di Majapahit. Perayaan ini selalu diisi dengan upacara keagamaan di alun-alun Majapahit dengan pembahasan pokok mengenai peningkatan kualitas moral masyarakat.

Lalu, bagaimana cara menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan harmoni di tengah-tengah keberagaman bangsa Indonesia saat ini? Dalam Kitab Suci Weda terdapat satu ajaran yang disebut Tat Twam Asi. Konsep ini mengajarkan kepada kita bahwa antara Anda dan saya adalah sama. Dalam bahasa sederhana ajaran ini memberi tahu kita untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. 

Mengapa? Karena sejatinya kita adalah sama. Jika kita ingin diperlakukan secara sopan, berlakulah sopan terhadap orang lain. Jika kita ingin dihormati orang lain, hormatilah orang tersebut. Apabila pendapat kita ingin dihargai, biasakan untuk menghargai pendapat orang lain terlebih dahulu. Penjabaran lebih lanjut dari ajaran Tat Twam Asi adalah ajaran Catur Paramitha yaitu empat perilaku yang utama yang hendaknya dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. 

Pertama, sebagai umat Hindu, kita diajarkan untuk memandang setiap orang sebagai seorang sahabat (Maitri). Siapa pun orang itu, perlakukanlah sebagai seorang sahabat. Layaknya seorang sahabat, kita akan memberikan sesuatu yang terbaik untuk mereka. 

Yang kedua disebut Karuna, hendaknya kita senantiasa mengasihi setiap orang. Jika kita sudah memperlakukan orang lain sebagai seorang sahabat, sifat mengasihi sangat diperlukan untuk memelihara jalinan persahabatan tersebut.Energi kasih yang kita pancarkan mampu menyapu bersih energi-energi negatif yang muncul. 

Bagian ketiga dari ajaran ini adalah Muditayaitu berperilaku riang gembira dan mampu menyenangkan orang lain. Perasaan riang gembira dalam diri diyakini dapat membuat orang lain menjadi senang. Kegembiraan diri kita dapat menular kepada orang lain. Bagian terakhir dari Catur Paramitha adalah Upeksa yang artinya menghargai dan menghormati orang lain. 

Di samping kita diajarkan untuk menghargai pendapat-pendapat orang lain dan menaruh rasa hormat kepada orang lain, kita juga hendaknya sering-sering memberikan penghargaan berupa pujian kepada orang lain. Dengan pujian, orang akan lebih terpacu untuk meningkatkan prestasi yang pernah diraihnya. 

Apabila ajaran luhur ini kita implementasikan pada kehidupan sehari-hari, kita menjadi terbiasa memperlakukan orang lain dengan sebaik-baiknya. Kita selalu menghormati orang lain, menyayangi, dan memberikan sesuatu yang terbaik. Akibatnya, orang-orang di sekitar kita menjadi senang, menyayangi, menghormati, dan memberikan sesuatu yang terbaik juga. 

Akhirnya terjadilah jalinan persahabatan, persaudaraan, saling menghargai, dan saling mengasihi. Jalinan kasih ini mampu menembus sekat-sekat agama, etnis, maupun golongan. Agar bisa menjalin persahabatan dengan orang lain, pertama- tama kita mesti bersahabat dengan diri sendiri, mengasihidirisendiri, danberdamai dengan diri sendiri. Tanpa semua itu, rasanya tidak mudah untuk harmonis dengan orang lain. 

Apabila relasi dengan diri sendiri mengalami gangguan, hubungan dengan orang lain pun menjadi terganggu. Pendek kata, syarat utama untuk bisa harmonis dengan orang lain adalah harmonis dengan diri sendiri. Marilah pergantian Tahun Baru Saka 1935 ini kita jadikan momen untuk memperbaiki relasi dengan diri sendiri. Jika selama ini kita sering menyalahkan diri sendiri, marah, kesal, maupun kecewa dengan diri kita sendiri, marilah kita maafkan diri kita. 

Mari kita berdamai dan meningkatkan jalinan persahabatan dengan diri kita sendiri. Dengan demikian, kita bisa meningkatkan kualitas relasi dengan orang lain, tanpa membeda-bedakan suku, agama, etnis, maupun golongan. 

Di tengah-tengah keberagaman bangsa Indonesia, kita bisa hidup berdampingan secara damai dan harmonis. Selamat Hari Raya Nyepi – Tahun Baru Saka 1935. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar