Hari ini selama 24 jam, umat Hindu merayakan pergantian
Tahun Saka. Dalam kalender Hindu, hari ini disebut Tanggal Apisan Sasih
Kadasa. Menariknya, kedatangan tahun baru tidak disambut dengan gegap
gempita, apalagi pesta fora.
Sebaliknya,
umat Hindu menyambutnya dengan suasana hening nan sepi. Itulah sebabnya
pergantian Tahun Saka ini lebih dikenal dengan Hari Raya Nyepi. Dengan
melaksanakan Catur Brata Penyepian yaitu tidak bepergian (amati lelungan),
tidak bekerja (amati karya), tidak menyalakanapi(amatigeni), dan tidak
mengumbar kesenangan (amati lelanguan), terciptalah suasana sepi dan hening
di dalam keluarga.
Di-tambah lagi
dengan mona brata (tidak berbicara) dan upawasa (puasa makan dan minum),
semakin khidmatlah suasana penyambutan tahun baru tersebut. Suasana yang
hening, sepi, dan penuh kedamaian adalah momen yang sangat istimewa untuk
melakukan perenungan. Dalam perenungan kita dapat melakukan kilas balik dan
reviu terhadap perjalanan satu tahun yang lewat.
Dengan merenung
kita dapat menyusun rencanarencana perjalanan satu tahun ke depan. Dari
berita media massa kita mengetahui bahwa bangsa Indonesia saat ini tengah
mengalami disorientasi nilai-nilai. Beberapa elite politik korup,
masyarakat gampang marah, serta aparat negara kerap bertindak brutal. Rasa
damai di hati seakanakan telah menjadi barang langka.
Di panggung
politik sering terjadi kegaduhan. Politisi kurang memberikan contoh yang
baik kepada masyarakat. Di masyarakat pun sering terjadi gesekan antaretnis
yang kadang dipicu oleh ihwal yang sepele. Perayaan datangnya Tahun Baru
Saka dapat menjadi salah satu pelajaran penting dalam menjaga kerukunan
hidup di tengah keberagaman itu. Tahun Saka ditetapkan menjadi kalender
resmi kerajaan di India pada 79 Masehi oleh Raja Kaniska I dari dinasti
Kushana dan suku bangsa Yuehchi.
Dinasti yang
berkuasa sejak 125 SM ini terinspirasi oleh perubahan arah perjuangan suku
bangsa Saka dari perjuangan bersenjata untuk merebut kekuasaan menjadi
perjuangan untuk mempersatukan berbagai suku bangsa dengan latar belakang
budaya yang beragam di India. Suku-suku bangsa di India pada masa itu
seperti Pahlawa, Yuehchi, Saka, Malawa, dan Yuwana silih berganti, saling
menjatuhkan, dan merebut kekuasaan. Mereka tak banyak memperhatikan
perkembangan budaya dan kesejahteraan rakyatnya.
Kondisi ini
berubah drastis ketika suku bangsa Saka merebut kekuasaan dan mengubah arah
perjuangan mereka menjadi perjuangan mempersatukan puncak-puncak kebudayaan
dan membangun kesejahteraan bersama atau disebut dengan Dharma Siddhi
Yatra. Keberhasilan membangun solidaritas untuk kesejahteraan ini
menjadikan perkembangan Hindu dan penggunaan tahun Saka merambah ke
berbagai negara termasuk kerajaan Majapahit.
Kakawin Negara
Kertagama yang ditulis Rakawi Prapanca mengisahkan perayaan datangnya Tahun
Baru Saka pada bulan Caitra atau Maret di Majapahit. Perayaan ini selalu
diisi dengan upacara keagamaan di alun-alun Majapahit dengan pembahasan
pokok mengenai peningkatan kualitas moral masyarakat.
Lalu, bagaimana
cara menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan harmoni di tengah-tengah
keberagaman bangsa Indonesia saat ini? Dalam Kitab Suci Weda terdapat satu
ajaran yang disebut Tat Twam Asi. Konsep ini mengajarkan kepada kita bahwa
antara Anda dan saya adalah sama. Dalam bahasa sederhana ajaran ini memberi
tahu kita untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin
diperlakukan.
Mengapa? Karena
sejatinya kita adalah sama. Jika kita ingin diperlakukan secara sopan,
berlakulah sopan terhadap orang lain. Jika kita ingin dihormati orang lain,
hormatilah orang tersebut. Apabila pendapat kita ingin dihargai, biasakan
untuk menghargai pendapat orang lain terlebih dahulu. Penjabaran lebih
lanjut dari ajaran Tat Twam Asi adalah ajaran Catur Paramitha yaitu empat
perilaku yang utama yang hendaknya dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama,
sebagai umat Hindu, kita diajarkan untuk memandang setiap orang sebagai
seorang sahabat (Maitri). Siapa pun orang itu, perlakukanlah sebagai
seorang sahabat. Layaknya seorang sahabat, kita akan memberikan sesuatu
yang terbaik untuk mereka.
Yang kedua
disebut Karuna, hendaknya kita senantiasa mengasihi setiap orang. Jika kita
sudah memperlakukan orang lain sebagai seorang sahabat, sifat mengasihi
sangat diperlukan untuk memelihara jalinan persahabatan tersebut.Energi
kasih yang kita pancarkan mampu menyapu bersih energi-energi negatif yang
muncul.
Bagian ketiga
dari ajaran ini adalah Muditayaitu berperilaku riang gembira dan mampu
menyenangkan orang lain. Perasaan riang gembira dalam diri diyakini dapat
membuat orang lain menjadi senang. Kegembiraan diri kita dapat menular
kepada orang lain. Bagian terakhir dari Catur Paramitha adalah Upeksa yang
artinya menghargai dan menghormati orang lain.
Di samping kita
diajarkan untuk menghargai pendapat-pendapat orang lain dan menaruh rasa
hormat kepada orang lain, kita juga hendaknya sering-sering memberikan
penghargaan berupa pujian kepada orang lain. Dengan pujian, orang akan
lebih terpacu untuk meningkatkan prestasi yang pernah diraihnya.
Apabila ajaran
luhur ini kita implementasikan pada kehidupan sehari-hari, kita menjadi
terbiasa memperlakukan orang lain dengan sebaik-baiknya. Kita selalu
menghormati orang lain, menyayangi, dan memberikan sesuatu yang terbaik.
Akibatnya, orang-orang di sekitar kita menjadi senang, menyayangi,
menghormati, dan memberikan sesuatu yang terbaik juga.
Akhirnya
terjadilah jalinan persahabatan, persaudaraan, saling menghargai, dan
saling mengasihi. Jalinan kasih ini mampu menembus sekat-sekat agama,
etnis, maupun golongan. Agar bisa menjalin persahabatan dengan orang lain,
pertama- tama kita mesti bersahabat dengan diri sendiri,
mengasihidirisendiri, danberdamai dengan diri sendiri. Tanpa semua itu,
rasanya tidak mudah untuk harmonis dengan orang lain.
Apabila relasi
dengan diri sendiri mengalami gangguan, hubungan dengan orang lain pun
menjadi terganggu. Pendek kata, syarat utama untuk bisa harmonis dengan
orang lain adalah harmonis dengan diri sendiri. Marilah pergantian Tahun
Baru Saka 1935 ini kita jadikan momen untuk memperbaiki relasi dengan diri
sendiri. Jika selama ini kita sering menyalahkan diri sendiri, marah,
kesal, maupun kecewa dengan diri kita sendiri, marilah kita maafkan diri
kita.
Mari kita
berdamai dan meningkatkan jalinan persahabatan dengan diri kita sendiri.
Dengan demikian, kita bisa meningkatkan kualitas relasi dengan orang lain,
tanpa membeda-bedakan suku, agama, etnis, maupun golongan.
Di
tengah-tengah keberagaman bangsa Indonesia, kita bisa hidup berdampingan
secara damai dan harmonis. Selamat
Hari Raya Nyepi – Tahun Baru Saka 1935. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar