Senin, 11 Maret 2013

Kompetensi Sikap dalam Rumusan Kurikulum


Kompetensi Sikap dalam Rumusan Kurikulum
Tjipto Sumadi  ;   Kepala Unit Implementasi Kurikulum Kemendikbud
MEDIA INDONESIA, 11 Maret 2013
  

SEORANG fisikawan berujar, “Look deep into nature, and then you will understand everything better.” Segala sesuatu dapat dipahami dengan menyelidiki alam secara mendalam.
Kata everything berimplikasi bahwa yang dapat dipahami dengan mempelajari alam (nature) dengan menggunakan ilmu alam (natural sciences) yang dikuasainya bukan hanya alam itu sendiri, melainkan juga segala sesuatu yang terdapat di dalamnya.

Sebagai seorang fisikawan, ia menyadari bahwa ada prinsip-prinsip universal yang berlaku dalam alam beserta segala isinya, misalkan saja prinsip interaksi. Interaksi terjadi pada skala mikro yang hanya seukuran atom, sementara pada skala kosmis seukuran planet, dan tentunya juga pada skala makro yang seukuran manusia.

Dengan tanpa dikotori nafsu individualistis, makhlukmakhluk Tuhan dalam konteks skala mikro dan kosmis tersebut senantiasa patuh kepada sunnatullah (hukum alam) yang mengatur interaksi di antara mereka, sehingga terbentuk ikatan yang stabil dengan saling memberi dan saling menarik.

Hasilnya ialah terwujudnya kehidupan skala mikro, makro, dan kosmis yang harmonis. Ada banyak aturan-aturan alam yang indah yang memberikan pesan bagaimana interaksi seharusnya terjadi sehingga terbentuk ikatan yang stabil.

Mempelajari alam, dengan sendirinya, akan memberikan pemahaman terhadap hukum-hukum alam tersebut dan pesan-pesan indah dan agung yang terkandung di dalamnya. Pesan-pesan tersebut selanjutnya dimanfaatkan dalam memberikan pemahaman tentang bagaimana harusnya bersikap supaya keharmonisan pada tataran skala mikro, makro, dan kosmis tersebut juga dapat terjadi pada kehidupan sosial manusia yang di dalamnya terkandung kodrat manusia dengan segala hasrat dan akal yang melengkapinya sebagai khalifah di muka bumi.

Kompetensi

Mata pelajaran yang diberikan di sekolah merupakan media untuk menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik. Melalui mata pelajaran, peserta didik akan memperoleh pengetahuan tertentu. Namun, sesungguhnya kebutuhan utama peserta didik bukanlah pengetahuan itu karena pengetahuan yang terkandung di dalam mata pelajaran sangatlah minim, bahkan dapat berubah setiap saat.

Dengan demikian, pengetahuan bukanlah satu-satunya kompetensi yang harus diperoleh peserta didik melalui mata pelajaran karena kompetensi tersebut masih belum ada manfaatnya. Pengetahuan yang diajarkan melalui mata pelajaran tidak boleh berhenti hanya sampai mengetahui apa pengetahuan yang terkandung di dalam mata pelajaran tersebut, tetapi harus dilanjutkan sampai memahami bagaimana pengetahuan yang dimiliki tersebut dapat disajikan dalam bentuk karya nyata dan/atau abstrak yang logis, etis, estetis, dan bermanfaat bagi bangsa, negara, dan peradaban manusia.

Untunglah UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional kita telah mengikuti arus utama rumusan pendidikan global yang mensyaratkan bahwa pendidikan harus melengkapi peserta didik dengan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan demikian, tiap mata pelajaran harus dirancang untuk mengantarkan peserta didik supaya memperoleh pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan mata pelajaran yang mereka pelajari.

Harus dipastikan bahwa yang diperoleh peserta didik ialah meningkatnya keterampilan dalam berkarya. Dalam proses pembentukan kompetensi, pengetahuan adalah input bagi peserta didik untuk diolah menjadi kompetensi keterampilan sebagai outputnya, melalui pembelajaran terencana yang mengaitkan setiap kompetensi pengetahuan menjadi kompetensi keterampilan. Melalui proses itu, terletak harapan bahwa keterampilan yang dimiliki peserta didik ialah keterampilan yang didasari pengetahuan sehingga mereka memahami alasan mengapa harus melakukan dengan cara tertentu serta dapat menilai karya yang baik dan kurang baik, serta yang benar dan yang salah.

Dalam berkarya, peserta didik diajak untuk mengalami sendiri dari mengamati, bertanya, mencoba, menalar, mengolah, menyimpulkan, dan menyajikannya dalam bentuk karya yang tindakannya, logika, etika, dan estetikanya dapat dipertanggungjawabkan. Suatu keterampilan yang akan sangat diperlukan sebagai bekal, kelak pada saat mandiri, mungkin sebagian besar malah tanpa menggunakan pe ngetahuan (yang dipelajari dulu) lagi.

Proses penyerapan pengetahuan oleh peserta didik sangat disayangkan apabila hanya sampai membuat mereka menjadi terampil. Esensi pendidikan ialah untuk membuat peserta didik menjadi insan-insan cerdas yang antara lain bertanggung jawab dan jawab dan bermanfaat bagi sesama sebagai hasil akhir dari proses pendidikan.

Peserta didik diharapkan dapat mengolah lebih lanjut pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki sehingga membentuk kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan isi, pesan, dan norma agung yang terkandung di dalam pengetahuan yang dipelajari pada mata pelajaran ter tentu.

Dengan demikian, kompetensi sikap mereka (attitude) juga akan meningkat sejalan dengan meningkatnya pengetahuan yang diperoleh. Sikap itulah yang dibentuk melalui pengetahuan sehingga mereka memiliki kesadaran penuh bahwa sikapsikap terpuji yang harus dimiliki ialah suatu keniscayaan untuk terwujudnya kehidupan harmonis di alam semesta. Melalui pengetahuan sebagai input, dihasilkan keterampilan sebagai output, dan dibentuk sikap sebagai outcome.

Hubungan linier di antara ketiganya harus dirumuskan dengan jelas pada kompetensi yang harus dicapai melalui materi yang terdapat di dalam mata pelajaran. Melalui rumusan kompetensi sikap, pendidik diingatkan bahwa hasil akhir proses pendidikan ialah pembentukan sikap. Dengan demikian, kewajiban pendidiklah untuk selalu mengingatkan kepada peserta didik tentang isi, pesan, dan norma agung yang terkandung di dalam setiap pengetahuan pada mata pelajaran yang diampunya.

Dengan cara demikian, kompetensi sikap yang memerlukan pembiasaan akan dapat terwujud melalui kontribusi nyata dari setiap mata pelajaran, bukannya hanya tanggung jawab mata pelajaran tertentu ataupun melalui pembelajaran terpisah dari pengetahuan dan keterampilan.

Kompetensi Sikap

Lebih dari itu, pengetahuan yang diperoleh melalui pengamatan terhadap alam semesta dari skala mikro hingga kosmis menunjukkan suatu keteraturan yang indah. Sedemikian indahnya keteraturan tersebut sehingga sulit untuk membayangkan bahwa keindahan tersebut adalah ketaatan terhadap hukum-hukum alam yang sangat sederhana. Makin mendalami seseorang terhadap pengetahuan tentang alam, makin terlihat keindahan keteraturan tersebut yang membuatnya sampai pada kesimpulan tentang kemuliaan Sang Pencipta di balik semua keteraturan yang ada.

Maka, sang fisikawan yang sudah mendalami fenomena alam lebih dari semua yang lain pada zamannya menjadi seorang yang percaya (believer) dan dengan lantang menyatakan, “Science without religion is lame, religion without science is blind.” Ilmu dan agama akan saling melengkapi dan memperkuat.
Pemahaman tingkat tinggi itu tidak mungkin diperoleh sendiri oleh peserta didik melalui pembelajaran singkat tentang pengetahuan. Merupakan tugas setiap pendidik untuk selalu mengingatkan tentang isi, pesan, norma ini, sehingga peserta didik asuhannya memahami betul bahwa pengetahuan terbatas yang mereka pelajari secara singkat tersebut memiliki kandungan yang lebih dari sekadar pengetahuan. Di dalamnya terdapat isi, pesan, dan norma agung yang dapat memperkuat keimanan.

Melalui pengetahuan, keimanan peserta didik akan diperkuat sehingga keimanan yang terbentuk adalah keimanan yang penuh kesadaran (conscious faith) yang tidak membabi buta.
Dalam rumusan kompetensi, tentunya isi, pesan, dan norma agung itu perlu dimasukkan untuk mengingatkan setiap pendidik bahwa yang dipelajari peserta didik bukannya berhenti pada kompetensi pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut pada kompetensi keterampilan dan bermuara sebagai kompetensi sikap. Kompetensi sikap dirancang sebagai pengingat bahwa dalam pengetahuan selalu terkandung kearifan yang melampaui batas pengetahuan itu sendiri.

Dengan demikian, tugas pendidikan untuk menciptakan insan kamil akan tercapai. Yaitu, insan yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap sosial, dan sikap spiritual yang menyatu dan manunggal dalam pribadinya. Sang fisikawan pun kemudian menyimpulkan dan berujar, “Education is what remains after one has forgotten what one has learned in school.” Sang fisikawan itu ialah Albert Einstein. Hasil belajar adalah sesuatu yang tersisa dari semua yang terlupa.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar