Senin, 11 Maret 2013

Strategi Kebudayaan Kurikulum Baru


Strategi Kebudayaan Kurikulum Baru
Ahmad Baedowi  ;   Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
MEDIA INDONESIA, 11 Maret 2013



TIDAK bisa dimungkiri, diperlukan strategi kebudayaan dan pembudayaan yang pas dan tepat guna bagi rencana implementasi kurikulum baru. Jika kebudayaan adalah sumber energi kehidupan manusia semisal air, pendidikan adalah saluran tempat ke mana air harus mengalir. Keduanya tak mungkin kita pisahkan sampai kapan pun juga. Karena itu menjadi tuntutan bagi kita bersama untuk memasukkan strategi kebudayaan dalam rencana implementasi kurikulum baru, terutama ketika para guru akan lebih banyak berinteraksi secara kreatif untuk meningkatkan kompetensi sikap siswa.

Tidak mudah menciptakan budaya baik untuk tumbuh di sekolah dan ruang kelas. Kecuali para guru memiliki bacaan dan pegangan budaya dan tradisi yang baik serta tidak terjebak pada rutinitas guru yang sekadar mengajar. Strategi kebudayaan dalam pendidikan menyiratkan keinginan sebuah sistem dalam jangka panjang yang disertai dengan grand design yang luas dan besar. Kemudian, apa yang kita pikirkan dan rencanakan sangat amat tergantung dengan apa yang akan dilakukan orang lain terhadap grand design tersebut.

Dalam konstelasi rencana implementasi kurikulum baru, strategi kebudayaan jelas harus ditubuhkan dan ditumbuhkan secara sekaligus ke dalam relung jiwa setiap guru, terutama ketika proses belajar-mengajar berlangsung di ruang kelas. Bagaimana caranya? Jika grand design kurikulum baru adalah penubuhan dan penumbuhan sikap (attitude) siswa untuk menjadi manusia yang berbudaya dan berkeadaban, proses berlangsungnya suasana belajar-mengajar jelas memerlukan sebuah pendekatan yang kreatif dan menyenangkan. Di sinilah sebenarnya kebutuhan how to secara praktis perlu dipikirkan secara komprehensif oleh semua stakeholder pendidikan.

Jika ingin mengikuti logika penubuhan kebudayaan dalam pendidikan versi D Paul Schafer, kebudayaan dalam pendidikan setidaknya dimulai dengan proses penyadaran tentang pentingnya mempelajari kebudayaan secara umum, mempelajari kebudayaan nasional sendiri, mempelajari kebudayaan bangsa lain, serta belajar hidup secara kreatif, konstruktif, dan memenuhi tuntutan kehidupan berbudaya (learning about culture in general; learning about one’s own culture in particular; learning about culture of others; and learning to live a creative, constructive, and fulfilling cultural life).

Secara praksis, penting untuk memperkenalkan modelmodel pembelajaran berbasis kreativitas (creative learning) bagi para guru kita sebagai strategi implementasi kurikulum baru. Dalam pembelajaran berbasis kreativitas, guru dapat diperkenalkan dengan teknik-teknik berpikir kreatif serta jenis-jenis hambatan psikologis (mental blocks) dalam berpikir kreatif. Pendekatan lain yang juga memungkinkan untuk meningkatkan cara berpikir kreatif guru adalah memperkenalkan guru dengan system thinking in school-nya Peter Senge.

Implementasi Kurikulum

Selain kemampuan berpikir kreatif, guru juga perlu dibekali dengan strategi pembelajaran kreatif berbasis budaya lokal dan nasional. Ada begitu banyak pendekatan yang bisa diadaptasi guru agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara kreatif dan menyenangkan.

Tools atau alat yang mungkin digunakan untuk menciptakan pembelajaran kreatif adalah sejenis cara berpikir sebab-akibat (causal loops), pembelajaran tematis, behavior overtime graphs (BOTGs), stock and flows, EELDRC (enroll, experience, label learning, demonstrate, review, celebrate), dan narrative chains. Problemnya adalah adakah skenario itu dalam rencana implementasi kurikulum 2013?

Metode dan alat-alat yang disebutkan itu jika dirancang dalam sebuah modul yang bertanggung jawab pasti dapat menjadi jembatan bagi upaya menubuhkan sekaligus menumbuhkan budaya dan tradisi siswa yang lebih mandiri dan berkarakter. Dalam jangka panjang, tentu saja kemampuan itulah yang diharapkan diadaptasi oleh Kemendikbud sebagai alasan pengembangan kurikulum 2013, yaitu terdiri dari kemampuan berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis, mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, menjadi warga negara yang bertanggung jawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal, memiliki minat luas dalam kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja, memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.

Sekali lagi, jika diamati secara saksama, rencana kurikulum 2013 ini bagi saya harus kuat mengagendakan penguatan kapasitas sekolah dalam rangka menumbuhkan budaya sekolah yang sehat. Budaya sekolah yang sehat hanya dapat dibangun melalui strategi kebudayaan yang tepat, dengan cara memberikan guru pelatihan dan workshop yang menunjang kemampuan berpikir kritis, menyelenggarakan pembelajaran yang kreatif, serta memahami struktur filosofis grand design kurikulum baru yang lebih berorientasi pada penanaman karakter yang kuat terhadap peserta didik.

Penting untuk diingat, bahwa selama lebih dari tiga dekade perubahan kurikulum di Indonesia selalu bersifat top-down approach. Yin Cheong Cheng dalam Effectiveness of Curriculum Change in School: An Organizational Perspective (1994) mengingatkan agar perubahan kurikulum bisa berlangsung setidaknya di tiga level, yaitu individu guru, kelompok, dan sekolah.

Karena itu, strategi kebudayaan dalam pendidikan kita juga seyogianya memasukkan agenda seperti perbaikan manajemen sekolah, memberlakukan kurikulum berbasis sekolah (school based curriculum), serta membiarkan sekolah memiliki strategi implementasi kurikulum berdasarkan perencanaan pengembangan sekolah yang sesuai dengan visi dan misinya adalah sebuah keniscayaan. 

Dibutuhkan workshop penguat an kapasitas leadership guru dan manajemen sekolah dalam proses implementasi kurikulum 2013. Wallahu a’lam bi-sawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar