Kardinal Jorge Mario Bergoglio, Uskup Agung
Buenos Aires, terpilih sebagai Paus, Rabu (13/3/2013), dalam konklaf hari
kedua. Ia adalah Paus pertama dari Amerika Latin dan merupakan Paus pertama
yang bukan berasal dari kawasan Eropa.
Paus Fransiskus menggantikan Paus Benediktus XVI. Konferensi Wali Gereja
Indonesia (KWI) menyambut baik terpilihnya Kardinal Jorge Mario Bergoglio.
Paus Fransiskus merupakan pilihan terbaik untuk perkembangan gereja Katolik
di masa mendatang dan menjadi figur harapan baru untuk mewujudkan keadilan
dan perdamaian dunia.
Dengan terpilihnya Bapak Suci ini memberi harapan bagi negara berkembang
khususnya Indonesia, Amerika Latin dan Afrika termasuk Asia. Terutama
karena Paus Fransiskus dikenal sebagai Paus yang sederhana, Paus kaum
buruh, pejuang kemanusiaan dan keadilan. Paus yang dalam kesehariannya
sering naik kendaraan umum, rumahnya juga sederhana dan dekat dengan
kalangan miskin.
Harapan utama kita agar Bapak Suci ini membawa perubahan baru bagi Gereja,
sebagaimana sosok Paus Yohanes Paulus II yang karismatik. Dengan Paus
Fransiskus, kita berharap arah pastoral Gereja akan terfokus pada persoalan
keadilan dan perdamaian. Tata dunia baru sebagaimana yang dikatakan Paus
Yohanes Paulus II akan menjadi nyata. Kita bisa banyak belajar dari
terpilihnya Paus Fransiskus ini.
Yang paling utama bahwa pemimpin agama seharusnya memberikan teladan yang
baik untuk menciptakan perubahan. Teladan yang baik menjadi salah satu ciri
yang harus dimiliki. Itu merupakan sumber kesaksian hidup para pemimpin
yang dapat menularkan dan menggerakkan orang muda. Apalagi, saat ini dapat
kita saksikan publik lebih simpatik terhadap figur pemimpin yang punya
kesatuan dan kesesuaian antara kata dan perbuatan. Ini bisa kita pelajari
juga pada masa Paus Yohanes Paulus II.
Dia memberi keteladanan yang baik dan keberanian, sehingga banyak orang
muda waktu itu yang tertarik padanya. Keteladanan itulah yang menggerakkan
orang muda. Ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa para pemimpin
agama harus bisa menjadi contoh untuk kaum muda.
Kata dengan perbuatan mereka harus satu visi. Pemimpin agama juga harus
berani mengambil jarak dengan kekuasaan sehingga ada keberanian untuk
mengkritik kebijakan negara jika ada salah. Selain itu seorang pemimpin
harus bisa menjadi oase kedamaian.
Mengembangkan Dialog
Berbagai agenda pun sudah menanti Paus baru. Salah satunya tetap
mengembangkan dan meningkatkan dialog antaragama. Dialog dibutuhkan bagi
dunia yang saat ini menghadapi berbagai macam persoalan. Dialog amat
penting dilakukan dalam menghadapi keangkuhan kapitalisme global yang
sering kali mereduksi isu kemanusiaan, dan ketika kemanusiaan tidak lagi
melekat sebagai cara pandang utama negara maju dalam melihat negara miskin.
Dibutuhkan cara pandang baru mengenai manusia. Manusia bukanlah semata-mata
alat ekonomi/produksi melainkan manusia harus diperlakukan dalam segala
aspeknya. Kemanusiaan adalah paradigma dasar bagi kebersamaan untuk
mengembangkan keharmonisan antara majuterbelakang, miskinkaya,
mayoritas-minoritas, serta tertindas-penguasa. Dalam kemanusiaan itu,
manusia mampu menemukan akar kebersamaan sejati.
Kemanusiaan pula yang akan menjadi dasar dalam membangundialog antaragama,
yang sering mudah diucapkan tapi sulit direalisasikan. Dialog antaragama
akan berkembang dan menemukan tujuannya yang tepat bila orientasinya
terarah pada problem-problem kemanusiaan yang dihadapi manusia saat ini. Di
abad komunikasi ini, dunia mengalami pergeseran orientasi nyata ketika
nilai-nilai kebersamaan bergerak secara revolusioner menuju individualisme.
Perubahan ini membawa akibat orientasi kemanusiaan semakin menipis.
Masyarakat cenderung hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, agama,
dan kelompoknya sendiri. Dapat ditebak pasti, kecenderungan ini
dikhawatirkan akan menguatkan sentimen pribadi, keagamaan dan kesukuan.
Kenyataan itu membuat dialog antaragama sulit menjawab persoalan-persoalan
global, seperti hancurnya peradaban manusia.
Hancurnya peradaban itu menyebabkan manusia semakin terasing dengan dirinya
dan lingkungan sekitar. Lingkungan hidup tidak lagi menjadi tempat tinggal
yang damai, karena tanah, air, udara mulai tercemar mulai dari limbah fisik
sampai nonfisik. Persaudaraan tidak lagi menjadi bagian hidup dalam
menjalin relasi dengan sesama. Relasi hanya ditentukan oleh transaksi uang
dan kekuasaan. Siapa kuat ia menang, persis ketika zaman manusia menjadi
serigala bagi manusia lainnya.
Krisis Global
Kalangan agamawan tidak bisa tinggal diam untuk terus berperan dalam
mencegah krisis global. Selain itu, juga untuk menegaskan keberpihakan
kepada kaum lemah. Globalisasi telah membuat yang lemah kian tersingkir.
Globalisasi telah menjadi agama baru manusia modern. Seolah tidak ada yang
bisa menolak. Seolah harus dipandang sebagai sebuah keniscayaan. Jika
memang demikian, bagaimana agama berperan melindungi kaum miskin yang pasti
hancur akibat globalisasi ini?
Globalisasi bisa membawa kemajuan bila di dalamnya terdapat keadilan dan
cinta kasih. Namun jika diorientasikan semata-mata untuk perolehan
keuntungan dan persaingan, serta penghambaan buta kepada uang, maka
globalisasi akan menjadi malapetaka karena hilang aspek keadilannya Ini
tugas agama secara bersama-sama untuk memikirkan kembali tugas barunya,
yakni menjawab persoalan yang dihadapi demi menyelamatkan dunia dari ambang
kehancuran.
Agama harus bersatu untuk memikirkan alternatif baru membangun tata dunia
baru. Tata dunia yang ada sekarang adalah tata dunia ketidakadilan dan
eksploitasi. Tata dunia seperti inilah yang membuat radikalisme agama akan
muncul. Radikalisme hanya diatasi bila agama bersatu untuk merumuskan etika
bersama.
Etika itu menyangkut nilai-nilai kebersamaan yang orientasinya adalah
memberdayakan kaum miskin dan tertindas. Kemiskinan itulah musuh bersama
kaum beragama. Kemiskinan itulah yang membuat kemanusiaan tak berdaya
menghadapi persaingan dunia. Di sini agama dituntut untuk mengubah wajahnya
bukan lagi doktrinal, yang sibuk dengan klaim kebenaran.
Agama harus mengubah wajahnya menjadi lebih profetis terhadap persoalan
kehidupan manusia yang kompleks. Pengakuan ini penting demi terwujudnya
dunia yang baru tanpa prasangka buruk terhadap yang lain. Cita-cita inilah
seharusnya dijadikan titik temu dalam membangun kebersamaan. Hans Kung
mengatakan tiada perdamaian sejati tanpa perdamaian di dalam agama itu
sendiri. Semoga pertemuan merajut kebersamaan ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar