Jangan
Terjebak Krisis Karakter
Siti Muyassarotul Hafidzoh ; Peneliti Pada Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) |
SUARA
KARYA, 04 Januari 2013
Kasus contek massal saat ujian
yang melibatkan ratusan mahasiswa di Harvard University, Cambridge,
Massachusetts Agustus 2012 lalu, mencoreng nama perguruan tinggi bergengsi
itu. Ternyata pencideraan dunia pendidikan terjadi di universitas yang
terkenal di dunia dengan kualitasnya itu. Lalu bagaimana dengan pendidikan
kita?
Kasus mencontek sebenarnya sudah
menjadi rahasia umum dalam praktik kecurangan saat ujian. Siswa maupun
mahasiswa terjebak karena faktor utamanya adalah tidak percaya diri untuk
memberikan jawaban yang dia miliki, akhirnya dia lebih percaya menggunakan
jawaban temannya yang belum tentu benar.
Ketika kecurangan itu dilakukan
dan kemudian menjadi kebiasaan maka yang terjadi siswa/mahasiswa ini tidak
memiliki karakter yang kuat untuk mengembangkan dirinya.
Sebenarnya pemerintah khususnya
Kemendikbud sudah melakukan berbagai cara untuk tidak terjadi kecurangan
dalam ujian. seperti dalam ujian nasional, yang setiap anak berbeda soal,
tempat duduk juga diatur. Namun, tetap masih terjadi kecurangan bahkan yang melakukannya
adalah pihak sekolah di mana mereka merasa ditekan akan peserta didiknya bisa
lulus semua.
Sekarang siswa yang lulus ujian
bukan semata kepentingan siswa namun juga kepentingan pihak sekolah. Oleh
karena itu praktik kecurangan pun tidak hanya dilakukan oleh siswa. Semakin
membingungkan ketika proses belajar siswa ditunggangi kepentingan pihak lain.
Siswa yang seharusnya mendapatkan dukungan dan motivasi bahwa percaya diri
menghadapi ujian merupakan kunci kesuksesan, malah dijebak dalam balut kepentingan.
Menyedihkan ketika setiap
berlangsungnya Ujian Nasional selalu ada berita kecurangan dalam ujian.
Timbul pertanyaan, apakah selama berproses tidak diajarkan kedisiplinan bagi
siswa?
Menarik, dengan apa yang dilakukan
oleh Perguruan Islam Mathali'ul Falah (PIM), salah satu lembaga pendidikan
yang dikelola oleh Dr. KH. Sahal Mahfudh memiliki kurikulum unik. Keunikannya
terdapat pada kurikulum pesantren yang dimiliki PIM. Adapun nilai-nilai moral
yang ditekankan di pesantren adalah kejujuran, persaudaraan, keikhlasan,
kesederhanaan dan kemandirian. Para santri mempelajari moralitas saat berada
di kelas dan kemudian mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Proses kemandirian dan kejujuran
yang ditekankan di PIM ini sangat efektif bagi perkembangan dan pembentukan
karakter bagi siswanya. Pengaruh keteladanan para kiai dan guru mampu
membentuk pribadi yang bermoral dan berakhlak mulia. Selain itu pelaksanaan
evaluasi pembelajaran dilakukan dengan menggunakan cara, siswa dari mulai
tingkat Ibtidaiyah sampai Aliyah tempat duduknya diacak, jadi dalam satu
ruangan terdapat berbagai siswa dari berbagai tingkatan. Samping, depan
maupun belakang siswa tidak ada yang satu angkatan. Ini terbukti mampu
mengatasi kasus pencontekan dalam ujian, bahkan siswa tidak bisa mencontek
sama sekali. Ini akan membantu membangun kepercayaan diri bagi siswa dalam
menjawab ujian.
Pelaksanaan ujian yang dilakukan
di PIM bisa menjadi percontohan yang baik yang bisa digunakan di lembaga
pendidikan lain. Sehingga ketika ujian nasional berlangsung, siswa sudah
terbiasa dengan mengerjakan ujiannya tanpa mencontek pada temannya. Selain
itu penghargaan pada proses terlihat pada tidak adanya peringkat 1,2 atau 3
dan seterusnya yang ditetapkan pada siswa ketika mendapatkan buku nilai. Ini
dirasa karena ketika orientasi siswa pada peringkat maka yang akan terjadi
kecurangan-kecurangan yang selama ini dikeluhkan dalam pendidikan. Kemudian
ketika akhir tahun, pihak sekolah akan menetapkan siswa teladan bagi
masing-masing tingkatan. Ini salah satu motivasi besar bagi siswa untuk
selalu berlomba-lomba meningkatkan kemampuan akademik, organisasi dan
perilaku-sosialnya. Karena menjadi siswa teladan bukan hanya dilihat dari
nilai ujian.
Oleh karena itu, jangan kemudian
merasa bangsa kita buruk pendidikannya. Karena sejatinya masih banyak lembaga
pendidikan yang selalu menghargai proses dan menerapkan pendidikan karakter
untuk menjadikan para siswanya menjadi pribadi yang paripurna.
Universitas Harvard yang selama
ini terkenal dengan status terbaik dan terbaik ini pun terjebak dalam masalah
ketidakjujuran. Itulah, karena membangun sebuah lembaga pendidikan tidak
semudah membangun sebuah perusahaan yang investasinya jelas pada keuntungan
perusahaan tersebut. Lain hal dengan pendidikan yang sebagai investasi
peradaban, investasi kehidupan, investasi masa depan yang luhur, bijaksana,
arif serta mencintai dan menciptakan perdamaian. Banyak hal yang perlu
diperhatikan.
Terjebak dengan kata "bangsa ini sedang krisis
karakter" akan membuat kita semakin kecil hati. Bangunlah dan mulai
perbaiki kembali walau diawali dengan kerja keras. Karena pada hakikatnya,
pendidikan adalah untuk perbaikan. Perbaikan moral, kehidupan, cara pandang
dan sebagainya.
Berbicara perbaikan dalam pendidikan
bukan hanya sekedar mendengarkan seminar, workshop
dan pelatihan-pelatihan saja. Namun, melakukan sebuah gerakan yang bervisi
dan berkualitas, karena menuntaskan masalah tidak selesai hanya pada
perdebatan. Gunakan strategi manajemen untuk melakukan berbaikan. Seperti
belajar pada lembaga pendidikan yang memiliki kualitas bagus, lakukan apa
yang mereka lakukan jika itu baik, dan jangan selalu merasa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang malas, bangsa yang tidak
bermoral. Tanamkan kepercayaan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
hebat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar