Jumat, 04 Januari 2013

Jangan Terjebak Krisis Karakter


Jangan Terjebak Krisis Karakter
Siti Muyassarotul Hafidzoh ;  Peneliti Pada Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
SUARA KARYA,  04 Januari 2013


Kasus contek massal saat ujian yang melibatkan ratusan mahasiswa di Harvard University, Cambridge, Massachusetts Agustus 2012 lalu, mencoreng nama perguruan tinggi bergengsi itu. Ternyata pencideraan dunia pendidikan terjadi di universitas yang terkenal di dunia dengan kualitasnya itu. Lalu bagaimana dengan pendidikan kita?
Kasus mencontek sebenarnya sudah menjadi rahasia umum dalam praktik kecurangan saat ujian. Siswa maupun mahasiswa terjebak karena faktor utamanya adalah tidak percaya diri untuk memberikan jawaban yang dia miliki, akhirnya dia lebih percaya menggunakan jawaban temannya yang belum tentu benar.
Ketika kecurangan itu dilakukan dan kemudian menjadi kebiasaan maka yang terjadi siswa/mahasiswa ini tidak memiliki karakter yang kuat untuk mengembangkan dirinya.
Sebenarnya pemerintah khususnya Kemendikbud sudah melakukan berbagai cara untuk tidak terjadi kecurangan dalam ujian. seperti dalam ujian nasional, yang setiap anak berbeda soal, tempat duduk juga diatur. Namun, tetap masih terjadi kecurangan bahkan yang melakukannya adalah pihak sekolah di mana mereka merasa ditekan akan peserta didiknya bisa lulus semua.
Sekarang siswa yang lulus ujian bukan semata kepentingan siswa namun juga kepentingan pihak sekolah. Oleh karena itu praktik kecurangan pun tidak hanya dilakukan oleh siswa. Semakin membingungkan ketika proses belajar siswa ditunggangi kepentingan pihak lain. Siswa yang seharusnya mendapatkan dukungan dan motivasi bahwa percaya diri menghadapi ujian merupakan kunci kesuksesan, malah dijebak dalam balut kepentingan.
Menyedihkan ketika setiap berlangsungnya Ujian Nasional selalu ada berita kecurangan dalam ujian. Timbul pertanyaan, apakah selama berproses tidak diajarkan kedisiplinan bagi siswa?
Menarik, dengan apa yang dilakukan oleh Perguruan Islam Mathali'ul Falah (PIM), salah satu lembaga pendidikan yang dikelola oleh Dr. KH. Sahal Mahfudh memiliki kurikulum unik. Keunikannya terdapat pada kurikulum pesantren yang dimiliki PIM. Adapun nilai-nilai moral yang ditekankan di pesantren adalah kejujuran, persaudaraan, keikhlasan, kesederhanaan dan kemandirian. Para santri mempelajari moralitas saat berada di kelas dan kemudian mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Proses kemandirian dan kejujuran yang ditekankan di PIM ini sangat efektif bagi perkembangan dan pembentukan karakter bagi siswanya. Pengaruh keteladanan para kiai dan guru mampu membentuk pribadi yang bermoral dan berakhlak mulia. Selain itu pelaksanaan evaluasi pembelajaran dilakukan dengan menggunakan cara, siswa dari mulai tingkat Ibtidaiyah sampai Aliyah tempat duduknya diacak, jadi dalam satu ruangan terdapat berbagai siswa dari berbagai tingkatan. Samping, depan maupun belakang siswa tidak ada yang satu angkatan. Ini terbukti mampu mengatasi kasus pencontekan dalam ujian, bahkan siswa tidak bisa mencontek sama sekali. Ini akan membantu membangun kepercayaan diri bagi siswa dalam menjawab ujian.
Pelaksanaan ujian yang dilakukan di PIM bisa menjadi percontohan yang baik yang bisa digunakan di lembaga pendidikan lain. Sehingga ketika ujian nasional berlangsung, siswa sudah terbiasa dengan mengerjakan ujiannya tanpa mencontek pada temannya. Selain itu penghargaan pada proses terlihat pada tidak adanya peringkat 1,2 atau 3 dan seterusnya yang ditetapkan pada siswa ketika mendapatkan buku nilai. Ini dirasa karena ketika orientasi siswa pada peringkat maka yang akan terjadi kecurangan-kecurangan yang selama ini dikeluhkan dalam pendidikan. Kemudian ketika akhir tahun, pihak sekolah akan menetapkan siswa teladan bagi masing-masing tingkatan. Ini salah satu motivasi besar bagi siswa untuk selalu berlomba-lomba meningkatkan kemampuan akademik, organisasi dan perilaku-sosialnya. Karena menjadi siswa teladan bukan hanya dilihat dari nilai ujian.
Oleh karena itu, jangan kemudian merasa bangsa kita buruk pendidikannya. Karena sejatinya masih banyak lembaga pendidikan yang selalu menghargai proses dan menerapkan pendidikan karakter untuk menjadikan para siswanya menjadi pribadi yang paripurna.
Universitas Harvard yang selama ini terkenal dengan status terbaik dan terbaik ini pun terjebak dalam masalah ketidakjujuran. Itulah, karena membangun sebuah lembaga pendidikan tidak semudah membangun sebuah perusahaan yang investasinya jelas pada keuntungan perusahaan tersebut. Lain hal dengan pendidikan yang sebagai investasi peradaban, investasi kehidupan, investasi masa depan yang luhur, bijaksana, arif serta mencintai dan menciptakan perdamaian. Banyak hal yang perlu diperhatikan.
Terjebak dengan kata "bangsa ini sedang krisis karakter" akan membuat kita semakin kecil hati. Bangunlah dan mulai perbaiki kembali walau diawali dengan kerja keras. Karena pada hakikatnya, pendidikan adalah untuk perbaikan. Perbaikan moral, kehidupan, cara pandang dan sebagainya.
Berbicara perbaikan dalam pendidikan bukan hanya sekedar mendengarkan seminar, workshop dan pelatihan-pelatihan saja. Namun, melakukan sebuah gerakan yang bervisi dan berkualitas, karena menuntaskan masalah tidak selesai hanya pada perdebatan. Gunakan strategi manajemen untuk melakukan berbaikan. Seperti belajar pada lembaga pendidikan yang memiliki kualitas bagus, lakukan apa yang mereka lakukan jika itu baik, dan jangan selalu merasa bangsa Indonesia adalah bangsa yang malas, bangsa yang tidak bermoral. Tanamkan kepercayaan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang hebat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar