Sabtu, 10 Maret 2012

Arsitek Ekonomi Indonesia Berpulang


Arsitek Ekonomi Indonesia Berpulang
ST Sularto, WARTAWAN SENIOR KOMPAS
SUMBER : KOMPAS, 10 Maret 2012



Hari Jumat (9/3) subuh, dr Erwin, menantu Prof Dr Widjojo Nitisastro, mengirim pesan pendek, ”Pak Widjojo barusan meninggal.” Pakar ekonomi yang disebut Prof Subroto dan Prof Ali Wardhana sebagai satu-satunya arsitek ekonomi Indonesia itu pergi meninggalkan kita.

Kepergiannya mengejutkan, kata dr Wida—putra Widjojo, istri Emir—dalam pembicaraan di depan jenazah di rumah duka, Bukit Golf Utama, Pondok Indah, Jumat pagi.
”Siang kemarin, Bapak cuci darah. Sore hari, ketika saya tanya bagaimana rasanya, Bapak mengedip-ngedipkan mata. Bapak sadar, jadi kondisinya bagus,” kata Wida. Komentar Wida diperjelas Dodi, putra Widjojo lainnya, ”Orang yang menjelang meninggal biasanya memperlihatkan kondisi baik, tetapi kemudian redup.”

Kepergian Widjojo meninggalkan jejak langkah pertumbuhan ekonomi negara Indonesia, dari sebuah negara nyaris bangkrut pada awal tahun 1966 menjadi negara yang pertumbuhan ekonominya tinggi. Kalau tidak salah urus pada tahun-tahun kemudian, kondisinya niscaya tidak seburuk sekarang.

Jakob Oetama, satu dari antara teman dekat Widjojo, 12 Juli 2011, datang menengok. Ketika Wida menyebutkan nama Jakob Oetama di dekat telinga Widjojo, pakar kependudukan dan ekonomi itu terlihat membelalakkan mata. ”Bapak bereaksi. Silakan bicara,” kata Wida. Jakob pun menyebutkan jasa besar Widjojo bagi bangsa Indonesia. Jasa Prof Widjojo akan terus dikenang dan dilanjutkan. Widjojo diam. Namun, Wida berkata, ”Bapak bereaksi. Bapak ngerti.”

Sepi sendiri, tidak ingin tampil, tahu banyak hal, sosok Widjojo yang mengesan di hampir semua kolega dan muridnya. Emil Salim, misalnya, rekan di Tim Ahli Ekonomi, mengatakan, Widjojo selalu mengambil posisi diam. Ia selalu berada di belakang panggung, tidak mau populer di bawah lampu sorot dan tepuk tangan.

Kesan Emil, yang ditulisnya sebagai pengantar buku Kesan Para Sahabat tentang Widjojo Nitisastro (2007) itu, mewakili kesan 55 koleganya. Karena sikap bawaannya ingin di belakang panggung, naskah buku yang sedianya terbit tahun 1997—bertepatan usianya 70 tahun—baru terbit tahun 2007.

”Saya tak enak, sebab banyak dari antara mereka sudah ada yang meninggal,” kata Widjojo berdalih. Begitu pula dengan naskah tribute 71 koleganya yang berasal dari 27 negara, pun baru terbit tahun 2007. Naskah kedua buku itu mengendap hampir 10 tahun.

Dari antara sekian tribute itu, menarik yang disampaikan Wapres Boediono, yang saat itu menjabat Menko Perekonomian. Sosok Widjojo sekaliber Mohamad Hatta dan Soemitro Djojohadikusumo. Mereka adalah men of letters sekaligus men of affairs. Mereka memberikan bentuk dan warna terhadap perkembangan pemikiran ilmu ekonomi di Indonesia.

Penilaian Boediono dipertajam Emil Salim. Ada tiga ciri pokok Widjojo. Pertama, seorang intelektual yang bertindak sesuai hati nurani. Kedua, seorang pekerja keras, nyaris gila kerja, teguh memegang sasaran yang ingin dicapai. Ketiga, sikap berjuang tanpa pamrih.

Dalam buku tribute itu, digambarkan cara tim Widjojo berkomunikasi. Widjojo menjalin hubungan akrab dengan media, melakukan pertemuan rutin, serta memberikan penjelasan kepada media tentang latar belakang, tujuan, dan implikasi kebijakan-kebijakan strategis ekonomi. Terbangunlah sikap dan semangat saling menghargai.

Tribute tidak hanya diberikan oleh kolega dalam negeri, tetapi juga kolega dari luar. Prof Lawrence H Summers dari Harvard, salah satu kandidat Direktur Bank Dunia, misalnya. Ia menempatkan Widjojo sebagai sosok yang punya komitmen luar biasa bagi kesejahteraan bangsanya, sosok yang amat menghargai data untuk pengambilan keputusan.

Prof Nathan Keyfitz dari Harvard, kolega ahli kependudukan, menggambarkan Widjojo sebagai sosok yang mengagumkan. Ia tidak pernah mendengar rumor Widjojo korup, kecuali bahwa Widjojo tidak bisa diajak korupsi.

Sebegitu tidak ingin tampil ke panggung, untuk merelakan naskah pidato dan tulisannya dibukukan pun perlu pendekatan ekstra. Perlu waktu lebih dari dua tahun membujuk Widjojo sehingga baru pada 2010 terbit buku Pengalaman Pembangunan Indonesia. Kumpulan Tulisan dan Uraian Widjojo Nitisastro, terkumpul dari 30 tulisan.

Dalam menentukan judul pun, Widjojo tidak ingin jemawa. Tidak ingin menonjol. Padahal, sejarah mencatat, konsepnya tentang pembangunan ekonomi menjadi dasar kebijakan ekonomi dan pembangunan Indonesia.

Dalam sosok Widjojo terentang karakter unggul universal, kunci kemajuan bangsa. Ulet, pekerja keras, sepi ing pamrih rame rame ing gawe, mengedepankan kemaslahatan bersama yang dilandasi pemikiran-pemikiran menerobos—warisan Widjojo Nitisastro untuk bangsa ini. Warisan itu semakin berharga ketika bangsa dan negara ini terkesan melalaikan! Warisan itu semoga tidak ikut terkubur di bawah gundukan tanah di TMP Kalibata!

Selamat jalan Prof Widjojo Nitisastro! ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar