Sabtu, 07 Januari 2012

Seribu Sandal Tampar Polri


Seribu Sandal Tampar Polri
Andi Suryadi, DOSEN JURUSAN SEJARAH FIS UNNES, ANAK ANGGOTA POLRI
Sumber : SUARA MERDEKA, 7 Januari 2012


PROSES hukum atas pelajar AAL (15), siswa kelas X SMK Negeri 3 Palu Sulteng yang diadili atas tuduhan mencuri sandal jepit milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap menggugah simpati masyarakat. Salah satunya lewat gerakan pengumpulan seribu sandal yang dikoordinasi Komisi Perlindungan Anak  Indonesia (KPAI).

Di Cibubur misalnya, ada jenderal bintang dua mantan Kapuspen TNI AU, artis, dan cendekiawan muslim menyumbang sandal ungkapan keprihatinan atas kasus ini. Pembentukan posko seribu sandal menyebar di ber­bagai daerah.

''Sandal ini untuk Kapolri'' de­mikian tulisan di salah satu sandal sumbangan masyarakat. Ada pula yang bertuliskan ''sandal untuk para centeng'', seperti hendak menyindir sikap Polri selama ini yang cenderung propemodal dalam beberapa kasus sengketa di Tanah Air. Gerakan moral seribu sandal seolah makin menampar wajah Polri yang terus disorot, terkait dengan kinerjanya, juga pelanggaran dalam tragedi di Mesuji Lampung dan Sumsel, serta Pelabuh­an Sape Bima NTB.

Kisah AAL bermula November 2010 ketika ia bersama temannya lewat Jalan Zebra Palu di depan rumah kos Briptu Ahmad Rusdi. Melihat ada sandal, ia mengambilnya. Mei 2011 polisi itu memanggil dia dan temannya. Selain menginterogasi, polisi itu memukulnya dengan tangan kosong dan benda tumpul hingga korban melapor ke provos.

Arogan dan Berlebihan

Atas laporan itu Polda Sulteng menjatuhkan sanksi tahanan 7 hari kepada Ahmad Rusdi, dan rekannya yang ikut menganiaya, Briptu Simson J Sipayung ditahan 21 hari. Diduga dendam, polisi itu memejahijaukan AAL. Dalam persidangan siswa SMK itu divonis bersalah. Namun hakim Romel Tampubolon tidak menjatuhkan hukuman kurungan penjara tapi mengembalikan AAL kepada orang tuanya untuk dibina.

Dalam persidangan hakim itu menyatakan barang bukti sandal jepit bukan milik Briptu Ahmad Rusdi. Sandal itu selanjutnya dirampas untuk negara dan dimusnahkan karena tidak diketahui siapa pemiliknya (SM, 05/01/12).

Penulis sebagai anak anggota Polri, yang mengikuti perkembangan kinerja Polri merasa prihatin. Aktivis Forum Umat Islam Munarman SH bahkan menilai pemidanaan terhadap AAL merupakan sikap atau tindakan yang lebay (berlebihan). Istilah lebay dan arogan sepertinya tepat untuk menggambarkan kasus ini.

Arogansi aparat Polri terlihat dalam penganiayaan yang dilakukan Briptu Ahmad ketika menginterogasi. Adapun penilaian bahwa pemidanaan itu lebay, cukup beralasan. Pertama; AAL anak di bawah umur yang mestinya cukup diberi pembinaan. Kedua; kasusnya tergolong sepele, pencurian sandal jepit senilai Rp 30 ribu.

Terasa kontradiktif dibandingkan dengan pembiaran atas kasus besar misalnya rekening gendut perwira Polri, keterlibatan polisi dalam kasus Gayus Tambunan yang dilokalisasi hanya sampai Kompol Arafat Enanie hingga berbagai tindak pelanggaran HAM yang hingga kini belum jelas penanganannya.

Ketiga; AAL sudah mendapatkan ''hadiah setimpal'' saat dianiaya dua anggota Polri tersebut, dan yang lebih berat adalah stigma sebagai pencuri. Keempat; saat ini Polri melalui SK Kapolri Nomor 737 Tahun 2005 menggalakkan program Polmas, yang mewajibkan tiap anggota polisi memperlakukan anggota masyarakat sebagai mitra setara untuk memecahkan persoalan di masyarakat.

Jika untuk kasus sandal jepit saja ada penganiayaan dan pemidanaan, publik pantas bertanya apa manfaat program Polmas? Kelima; tuntutan hukuman 5 tahun penjara bagi AAL kian terasa kontradiktif jika dibandingkan dengan tuntutan terhadap koruptor yang banyak dituntut dengan hukuman di bawah 5 tahun penjara.

Sangat pantas jika masyarakat melakukan perlawanan secara moral terhadap diskriminasi hukum yang terus terjadi, melalui pengumpulan seribu sandal. Gerakan itu mencerminkan sikap kritis atas terus terjadinya ketidakadilan. Bukan berarti hendak menjustifikasi pencurian sandal melainkan lebih sebagai tuntutan agar polisi bertindak adil dan proporsional tiap menangani perkara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar