Sejarah
Masa Depan
Yonky Karman, PENGAJAR DI SEKOLAH TINGGI TEOLOGI JAKARTA
Sumber : KOMPAS, 7 Januari 2012
Sejarah biasanya tentang masa lalu yang sudah
pasti. Sejarah tidak berurusan dengan masa depan. Seolah-olah sukses tahun lalu
berlanjut dan kegagalan tahun lalu diputihkan. Orang memasuki tahun baru tanpa
waswas. Namun, awas! Satu hal yang pasti dari masa depan adalah ketidakpastian.
Ketidakpastian itu memberi ruang bagi cemas
dan selalu ada upaya mengontrol masa depan. Ramalan selalu menarik karena masa
depan ditarik jadi bagian masa kini. Awan prospek negatif menyelimuti kawasan
Eropa dan masih bergelayut di Amerika Serikat. Pesimisme ekonomi lebih nyata
daripada ramalan kiamat semesta 2012.
Meski dibelit krisis ekonomi, prospek negara
maju tetap kokoh karena kemajuan mereka disertai pendalaman peradaban. Mereka
tidak hanya berhasil di arus atas yang serba fisik dan terukur, tetapi juga
kuat di arus bawah peradaban.
Di negara maju, hukum tegak melindungi
kemanusiaan. Penegak hukum berwibawa. Korupsi diharamkan meski masyarakatnya
sekuler. Negara tak disandera elite politik dan pengusaha. Rakyat mendapat
perlindungan dan jaminan minimal untuk hidup layak. Berbeda dengan negara
berkembang yang masih dibelit kemiskinan. Bayi ketujuh miliar lahir di India,
Banglades, Filipina, dan Kamboja. Dunia semakin sesak. Kesenjangan sosial
semakin lebar.
Ambiguitas Masa Depan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik per
Oktober 2011, jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret memang turun satu juta
jiwa dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, jumlah penduduk hampir miskin
bertambah lima juta jiwa. Satu juta jiwa naik status dari miskin ke hampir
miskin. Empat juta jiwa turun status dari tidak miskin ke hampir miskin.
Standar garis kemiskinan jauh dari kebutuhan hidup layak.
Memang kini ada sekitar 100 juta jiwa kelas
menengah di Indonesia. Namun, sebagian besar berpenghasilan 2 dollar AS-4
dollar AS per kapita per hari, masih di bawah upah buruh kasar. Dari 109,7 juta
pekerja, sebanyak 70 persen berada di sektor informal. Ketersediaan lapangan
pekerjaan dan kelayakan upah buruh masih menjadi soal besar bagi pemerintah.
Namun, elite politik terbuai dengan pujian
internasional. Tahun baru dimaknai sebagai jalan menghapus jejak kegagalan
pemerintah menuntaskan akar masalah bangsa. Seorang aktivis hak asasi manusia,
Sondang Hutagalung, tak membiarkan sejarah Indonesia ditulis menurut versi
pemerintah. Mahasiswa dengan prestasi akademis itu merasakan kuatnya arus bawah
peradaban Indonesia yang berjalan mundur: arus dehumanisasi.
Kasus pelanggaran hak asasi manusia di
Indonesia membebani perjalanan bangsa ke depan. Menurut hasil riset Setara
Institute, kualitas penegakan HAM 2011 sedikit menurun dibandingkan tahun
sebelumnya dengan skor berkisar 1,4 hingga 3,1 (skala 0 untuk paling lemah dan
7 untuk paling kuat).
Negeri ini sarat tragedi kemanusiaan justru
ketika ekonomi sedang baik. Hak warga ditindas. Pelakunya adalah sesama bangsa.
Pelakunya adalah alat negara. Belum selesai dengan kasus Freeport, mencuat
tragedi Mesuji, lalu insiden Bima, masih menyusul lagi kasus serupa dengan pola
yang sama. Capaian ekonomi dalam jangka pendek bukan indikator sukses bangsa,
apalagi jika Indonesia hanya menjadi pasar empuk bagi produk impor.
Sejarah mencatat bangsa yang pernah besar
kemudian tenggelam dari panggung dunia. Sukses bangsa harus dilihat dalam
jangka panjang dalam mengikuti arus bawah peradaban. Penguasa di Indonesia
menghamba kepada kekuasaan dan tak serius memikirkan masa depan bangsa.
Pemerintah tidak memihak petani dan nelayan tradisional. Mereka dibiarkan
miskin dan usahanya mati perlahan-lahan oleh kebijakan impor yang dikeluarkan
pemerintah.
Apa yang dilakukan Sondang di depan Istana
bukanlah aksi teatrikal dengan efek sesaat, tetapi memaku Indonesia pada satu
titik. Gerak maju optimisme Indonesia tertahan. Pemerintah tidak bisa main-main
dengan hak asasi warga. Bangsa tidak mengalami regenerasi yang sehat. Daripada
regenerasi kepemimpinan politik, yang terjadi adalah regenerasi koruptor.
Korupsi di Indonesia juga korupsi kemanusiaan. Rusaknya kemanusiaan yang adil
dan beradab.
Membangun Masa Depan
Masa depan tidak disongsong, tetapi harus
dibangun. Masa depan tak datang sendiri sebagai sesuatu yang sudah jadi dan
juga bukan hasil proses hukum alam. Manusia harus mentransformasi masa depan.
Daripada mengantisipasi bencana, manusia harus berubah tidak menjadi faktor
bencana.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
mengantisipasi banjir sebagai siklus lima tahunan, memasang spanduk di lokasi
tertentu sebagai lokasi penampungan, dan menyiapkan perangkat evakuasi.
Seharusnya perang melawan banjir terwujud dengan warga meninggalkan kebiasaan
menyampah. Pemerintah tak membiarkan kota tumbuh menjadi hutan beton. Halaman
gedung dan rumah baru tak boleh kedap air karena dibeton atau diaspal.
Namun, birokrasi kita lemah dan tidak
transparan. Banjir pun dianggap rutinitas dan penanggulangannya diproyekkan.
Daripada menegakkan hukum secara konsisten, pemerintah memanfaatkan utang luar
negeri untuk mengeruk sungai. Masa depan memang sebuah proyek. Bukan takdir,
melainkan sebuah kemungkinan.
Seberapa kokoh bangunan masa depan? Betapa
kagumnya kita melihat bangunan tua yang berhasil melintasi zaman. Betapa
mirisnya kita mendengar laporan banyak gedung sekolah negeri di Tanah Air
ambruk. Di antaranya ada sekolah yang baru selesai dibangun, direnovasi total,
atau direhabilitasi berat. Bahkan, seorang siswa tewas di Kabupaten Tapanuli
Utara.
Tragis sekali runtuhnya Jembatan Kartanegara
yang dibangun selama enam tahun dengan biaya Rp 150 miliar dan hanya bertahan
10 tahun. Rupanya sejak awal sudah ada kegagalan struktur. Ada pergeseran pada
ujung atas tiang tinggi yang berfungsi menopang kabel utama. Ditambah kegagalan
sistem sambungan kabel utama dengan kabel penggantung dan ketidakpatuhan
terhadap prosedur perawatan. Itu pun dianggap musibah biasa.
Jalan sejarah tidak linier, tetapi garis
patah-patah. Patahannya bisa dalam. Namun, variabel tetapnya adalah hukum tabur
tuai. Menabur korupsi menuai keruntuhan. Yang runtuh awalnya bangunan fisik,
akhirnya peradaban. Dusta, kekacauan, dan kekerasan merajalela. Proyeksi masa
depan Indonesia mengambil pijakan masa kini dengan keberanian menuntaskan utang
persoalan masa lalu. Hanya kebenaranlah yang meninggikan derajat bangsa. ●
mas sejarah masa depan sendiri memiliki makna apa sih menurut anda?
BalasHapus