Sabtu, 14 Januari 2012

Menunggu “Imam Mahdi” Politik


Menunggu “Imam Mahdi” Politik
Ulil Abshar-Abdalla,  PEMERHATI DAN PRAKTISI POLITIK,
PENELITI DI FREEDOM INSTITUTE, JAKARTA
Sumber : JARING NEWS, 13 Januari 2012


Dahlan Iskan dan Jokowi memperlihatkan keadaan tidaklah segelap yang digambarkan sejumlah pihak selama ini.

JAKARTA, Jaringnews.com - Ada dua nama yang saat ini cemlorot di jagad politik Indonesia: Dahlan Iskan dan Joko Widodo. Yang pertama adalah Menteri BUMN di bawah Kabinet Indonesia Bersatu jilid II pasca-reshuffle. Yang kedua adalah Walikota Solo. Keduanya, saat ini, menjadi 'the darling of Indonesian public', idola bagi banyak publik Indonesia.

Dahlan Iskan adalah wartawan dan pengusaha yang pernah sukses memimpin koran Jawa Pos di Jawa Timur. Setelah itu, dia juga dianggap sukses saat memimpin PLN, perusahaan negara yang kerap dikritik kiri-kanan karena listrik yang byar-pet itu. Di bawah kepimpinan Dahlan Iskan, sejumlah terobosan dilakukan. Salah satunya adalah adalah Gerakan Sehari Sejuta Sambungan untuk mengatasi daftar tunggu para calon pelanggan PLN baru yang begitu panjang di seluruh Indonesia. Di bawah Dahlan Iskan, citra PLN berubah.

Setelah menjadi Menteri BUMN, Dahlan Iskan langsung melakukan perubahan yang cepat. Dia, antara lain, menghilangkan jabatan staf khusus di lingkungan kementerian BUMN. Jabatan itu dianggap kurang banyak manfaatnya dari segi efisiensi dan efektivitas birokrasi, selain membebani dari segi biaya.

Dahlan Iskan memang berlatar-belakang pengusaha dan pedagang. Dia tampak sekali tak suka dengan birokrasi yang bertele-tele. Dia sudah terbiasa dengan sektor swasta yang bekerja dengan prinsip meritokrasi dan profesionalitas, juga kecepatan dalam merespon suatu masalah.

Kelugasan dan 'casualness' atau gaya yang tak resmi menjadi ciri-khas kepemimpinan Dahlan Iskan. Dia sempat menjadi buah-bibir publik karena pernah mendatangi rapat kerja pemerintah di Istana Bogor dengan menggunakan kereta Commuter Line dan disambung dengan ojek. Saat berkunjung ke Tarakan, Kaltim, pada Rabu (11/1) lalu, dia menyetir sendiri mobil yang ia pakai untuk mengunjungi sejumlah kantor pemerintah di sana.

Gaya yang lugas dan informal ini langsung menyedot simpati publik. Gaya seperti itu kontras dengan persepsi publik tentang birokrasi pemerintah selama ini yang dikenal lamban, bertele-tele, dan terlalu formal. Watak semacam itu membuat masyarakat malas berurusan dengan birokrasi pemerintah. Kelugasan Dahlan Iskan ini tampil di mata publik seperti sebuah oase di tengah padang pasir yang gersang. Masyarakat seperti mengalami momen 'Aha!', karena melihat contoh yang menjanjikan semacam ini.

Jika Dahlan Iskan adalah idola di tingkat nasional, maka di tingkat daerah kita juga menyaksikan sosok yang kurang lebih serupa, yakni Joko Widodo alias Jokowi. Nama Jokowi melesat bak meteor di langit perpolitikan Indonesia ketika dia memutuskan mobil Kiat Esemka Rajawali buatan anak-anak SMK di Solo menjadi mobil dinasnya beberapa waktu lalu.

Jauh sebelum hingar-bingar mengenai mobil Kiat Esemka ini, nama Jokowi sudah berkibar dan menjadi pembicaraan publik. Dia sukses memimpin kota Solo sejak 2005 dengan melakukan sejumlah terobosan yang sangat cemerlang. Pertama-tama, Jokowi berhasil melakukan reformasi birokrasi lokal sehingga mampu menopang sejumlah gagasan dia untuk melakukan pembangunan kota Solo.

Salah satu terobosan dia yang langsung menarik perhatian publik setempat adalah keberhasilannya melakukan relokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari tanpa menimbulkan gejolak. Terobosan lain yang membuat nama Jokowi langsung populer adalah saat dia meresmikan sistem transportasi publik yang disebut Solo Railbus Batara Kresna.

Saat warga Jakarta mengeluh bukan main karena buruknya transportasi di ibu kota negara ini, Walikota Solo itu justru membuat terobosan di bidang transportasi publik yang selama ini menjadi impian warga Jakarta. Tak ayal, karena prestasinya yang mengesankan ini, nama Jokowi disebut-sebut sebagai calon gubernur DKI Jakarta.

Sambutan publik yang begitu antusias terhadap dua sosok itu menunjukkan satu hal: masyarakat ingin melihat model yang konkrit bagi perubahan di negeri ini. Sejak era reformasi, harapan masyarakat akan perbaikan di negeri ini melambung begitu tinggi. Sementara itu, kenyataan di lapangan tak sepenuhnya sesuai dengan harapan mereka. Lahirlah semacam 'kegalauan sosial'.

Di tengah kegalauan dan kekecewaan semacam ini, sosok Dahlan Iskan dan Jokowi tiba-tiba menyeruak ke permukaan seperti bunga yang mekar di pagi hari, menyebarkan aroma harapan ke sekitar. Dua sosok itu tampil di mata publik nyaris seperti seorang 'juru selamat' atau 'Imam Mahdi' (istilah untuk Ratu Adil dalam tradisi Islam) dalam jagad perpolitikan Indonesia.

Yang menarik, publik kemudian membandingkan dua sosok ideal ini dengan sosok Presiden SBY yang mereka anggap kurang sukses memimpin negeri ini. Tentu saja, pandangan semacam ini tidaklah tepat. Naiknya sosok Dahlan Iskan ke panggung kabinet, jelas tak bisa dilepaskan dari inisiatif presiden. Bahwa Presiden SBY memilih sosok yang gesit dan lugas seperti Dahlan Iskan menunjukkan bahwa dia tahu apa yang harus ia kerjakan. Selain kepada Dahlan Iskan sendiri, tentunya kredit pertama-tama haruslah diberikan kepada presiden yang telah memilihnya menjadi menteri yang mengurus sektor yang sangat vital, yaitu perusahaan negara.

Sementara itu, sosok Jokowi patut kita acungi jempol karena mempopulerkan mobil Kiat Esemka buatan siswa SMK di Solo. Sudah lama, publik kita mendambakan mobil nasional (mobnas). Proyek ini pernah dirintis pada zaman mantan Presiden Soeharto melalui Mobil Timor, tetapi lindap begitu saja saat angin reformasi merontokkan rezim Orba.

Saat mobil Kiat Esemka itu muncul dipopulerkan oleh Jokowi, publik melihat bahwa impian tentang hadirnya mobnas akan segera terwujud. Akan tetapi, baiklah diingat bahwa munculnya mobil Kiat Esemka ini tak dapat dilepaskan dari peran Kemendiknas--yang pasca-reshuffle namanya kembali menjadi Kemendikbud--melalui Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, yang sejak lama menggalakkan sekolah-sekolah kejuruan alias SMK di berbagai pelosok tanah air untuk mengembangkan berbagai jenis kejuruan, termasuk di bidang otomotif.

Dengan kata lain, kredit harus kita berikan kepada dua pihak sekaligus: kepada pemerintah--dalam hal ini Kemendikbud--yang menggalakkan SMK di seluruh penjuru tanah air, dan kepada sosok Jokowi yang berhasil melambungkan popularitas mobil buatan siswa Indonesia itu.

Contoh-contoh ini memperlihatkan bahwa keadaan tidaklah segelap yang digambarkan sejumlah pihak selama ini. Prospek datangnya 'Imam Mahdi politik' masih akan terus mekar di negeri ini.

Nah, yang memang menjadi soal yakni apakah sistem kita, baik di sektor politik, ekonomi, atau sosial, memungkinkan munculnya orang-orang yang kaya dengan inisiatif dan imajinatif seperti Dahlan dan Jokowi itu.

Keistimewaan dua orang ini adalah mereka berpikir 'business not as usual'. Mereka adalah para 'wiraswastawan kebijakan' (policy enterpreneurs), menurut istilah yang terkenal dari ilmuwan politik John Kingdon. Ciri para wiraswastawan di mana-mana adalah mereka kaya imajinasi dan memikirkan penyelesaian masalah di luar 'kotak yang normal'.

Tanpa sistem yang tepat yang membuka diri pada orang-orang imajinatif, maka sosok-sosok seperti Dahlan dan Jokowi itu akan sulit 'nyembul' ke permukaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar