Jumat, 20 Januari 2012

Menguak Badai Kiriman Rosa

Menguak Badai Kiriman Rosa
Febri Diansyah, KOORDINATOR DIVISI HUKUM DAN MONITORING PERADILAN
INDONESIA CORRUPTION WATCH (ICW)
Sumber : SINDO, 20 Januari 2012



Mindo Rosalina Manulang dengan blazer warna krem memberikan kesaksian tentang salah satu kasus penting skandal korupsi politik yang paling hangat sejak tahun lalu.Dalam persidangan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin, Rosa menyebut sejumlah nama.

Kesaksian mantan marketing manager Permai Group ini sebelumnya ditunda dua kali karena Nazaruddin sakit.Sempat terjadi kemelut,Rosa mengaku diintimidasi dan diancam dibunuh.Terpidana kasus suap Wisma Atlet yang sudah dijatuhi vonis 2,5 tahun ini diminta agar tidak menyebutkan Nazaruddin dalam kesaksiannya. Karena itulah ia akhirnya dilindungi oleh LPSK.Dengan blazer krem pelapis rompi antipeluru yang dikenakannya, ia mengirimkan badai pada banyak orang, sebagian di antaranya petinggi the ruling party.

Enam Poin

Dari sederet kesaksian yang diberikan Rosa pada persidangan 16 Januari 2012 lalu, sebenarnya apa yang bisa diambil? Apakah hanya sensasi tentang nama-nama besar yang disebutkan? Perdebatan tentang siapa ketua besar vs bos besar? Atau apa? Ada enam poin krusial yang penting dicermati.

Pertama,Rosa menjelaskan siapa “ketua besar” yang muncul berulang kali dalam komunikasi dengan Angelina Sondakh. Nama yang disebut ternyata berbeda dengan versi Nazaruddin. Demikian juga dengan “bos besar”.Ketua besar mengarah pada pimpinan Badan Anggaran DPR, nama Mirwan Amir dari Fraksi Demokrat disebut. Arah ke “Badan Anggaran” bisa masuk akal jika dikaitkan dengan sejumlah fakta persidangan di tiga kasus yang sebelumnya dijatuhi vonis yaitu Rosa, El Idris, dan Wafid Muharam.

Pernah muncul dalam persidangan bahwa proyek WismaAtlet sesungguhnya “dibeli” terlebih dahulu senilai Rp16 miliar pada DPR dan Kemenpora. Di DPR kewenangan penentuan anggaran tentu saja sangat terkait dengan Badan Anggaran. Akan tetapi,kesaksian Rosa tentu tidak bisa berdiri sendiri. Untuk menjerat siapa “ketua besar”sesungguhnya,KPK perlu bekerja lebih keras membuktikan“ aliran dana”tersebut.

Salah satu titik yang harus dilewati tentu saja Angelina Sondakh yang tercatat berkomunikasi dengan Rosa untuk meminta dana bagi “ketua besar”. Poin ini sangat menarik karena dikesaksianRosa,Mirwan tidaklah disebut hanya sebagai personal, tetapi juga dikaitkan dengan distribusi untuk partai.Ibarat sungai,KPK haruslah sampai ke muara aliran dana.

Kedua, siapa sesungguhnya pemilik Permai Group?Urgensi poin ini dinilai melebihi kasus suap Wisma Atlet yang sekarang sedang berjalan.Dari sejumlah fakta persidangan muncul informasi bahwa kas Permai Group digunakan sebagai tempat untuk menampung fee proyek yang tidak hanya berasal dari Wisma Atlet.

Mengejutkan, Rosa menegaskan bahwa pemilik Permai Group adalah Nazaruddin, tetapi pada 2008, nama Anas Urbaningrum juga disebut sebagai pemilik lain. Jika melihat arah pemberitaan, tampaknya tidak begitu banyak yang melihat urgensi peran Permai Group. Padahal, jika KPK bisa membuktikan Permai Group adalah tempat pengumpulan dana fee proyek yang dipegang oleh Nazar, ini adalah kemajuan penting untuk mengusut kasus-kasus lainnya.

 Tidak bisa dibayangkan jika benar kejahatan korupsi “dikelola” secara rapi dan profesional dalam format korporasi. Perusahaan tersebut diduga mengalirkan dana pada politisi dan birokrat untuk mengatur proyek dan kemudian dana feedigunakan untuk pendanaan politik,“pengamanan” kasus, dan lainnya. Tidak banyak yang memperhatikan titik krusial ini karena sebagian besar hanya fokus pada siapa “ketua besar”.

Pencucian Uang

Dari sudut pandang penggunaan UU Pencucian Uang, pembuktian poin kedua ini sangatlah penting. Secara sederhana kita bisa mengatakan, siapa pun pihak pemberi dan penerima dana hasil korupsi ia bisa dijerat dengan delik pencucian uang (aktif dan pasif). Tentu setelah terlebih dahulu memenuhi sejumlah unsur pidana yang disyaratkan pasal tersebut.

UU No 8/2010 telah memberikan KPK kewenangan untuk menangani delik pencucian uang dengan pidana asal korupsi tersebut. Di titik ini KPK harusnya lebih progresif untuk menerapkan pidana pencucian uang dan tidak hanya terpaku pada metode dan delik konvensional yang selama ini digunakan.

 Ketiga, dana untuk pemenangan Andi Mallarangeng. Poin ini cukup mengejutkan karena selama ini yang dimunculkan Nazaruddin cenderung hanyalah Anas Urbaningrum. Dana Rp500 juta dikatakan sudah diberikan pada tim sukses di Bandung.

Keempat, dana untuk Angelina Sondakh. Dengan sandi “bu artis”,nama Angelina yang juga sudah dicantumkan berulang kali di dakwaan KPK kembali dimunculkan di sini. Komunikasi Angie dan Rosa diuraikan dalam sebuah alur yang seharusnya dengan mudah bisa diungkap KPK.

Kelima,proyek pembangunan sport-centerHambalang.Kasus yang sudah masuk tahap penyelidikan di KPK ini menjadi santer di publik setelah Nazaruddin berkicau via Skype. Hambalang dikaitkan dengan dana pemenangan Anas dalam pemilihan ketua umum Partai Demokrat. Nazaruddin kembali disebut meskipun gagal dalam proyek ini.

Khusus bagian ini,KPK perlu lebih bekerja keras untuk merangkai fakta-fakta yang sudah mengemuka di persidangan. Terutama karena nilai proyek Hambalang yang sangat besar, lebih dari Rp1,5 triliun.PT Adhi Karya diketahui sebagai pemenang dan pelaksana proyek ini. Modusnya hampir sama,mulai dari lobi proyek hingga fee yang diberikan pada pihak tertentu karena berkontribusi dalam pemenangan.Kerja masih panjang, apalagi di kesaksiannya Rosa juga menyebutkan ada 35 anak perusahaan yang juga mengelola berbagai proyek pemerintah.

Yang pasti, pada kesaksian Senin lalu,Rosa dengan keberaniannya telah mengirimkan badai untuk sejumlah kekuasaan korup.Badai yang meskipun tidak bisa berdiri sendiri, tetapi sudah dapat menjadi modal tambahan bagi KPK untuk membongkar akar korupsi di sektor politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar