Sabtu, 07 Januari 2012

Indonesia dan Hak Asasi Manusia

Indonesia dan Hak Asasi Manusia
James Luhulima, WARTAWAN KOMPAS
Sumber : KOMPAS, 7 Januari 2012


Dalam pernyataan tahunan di Kementerian Luar Negeri, Pejambon, Jakarta, Rabu (4/1), Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengungkapkan, Indonesia telah berhasil terus meningkatkan profilnya dalam diplomasi multilateral di bidang hak asasi manusia.
Selama tahun 2011, kata Marty, Indonesia terus meningkatkan sumbangannya dalam upaya global bagi pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia serta merefleksikan secara lebih memadai dan lebih bernuansa sejumlah perkembangan hak asasi manusia di Tanah Air.

Marty menambahkan, pengakuan masyarakat internasional atas peran Indonesia di forum global mengenai hak asasi manusia tecermin sangat nyata pada saat pemungutan suara untuk keanggotaan Indonesia sebagai anggota Dewan HAM periode 2011-2014. Indonesia telah memperoleh suara dukungan tertinggi di antara calon-calon terpilih lain, yakni 184 suara.

Pernyataan itu terasa mengentak. Apalagi ketika Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengemukakan, dalam konteks ini, Indonesia merupakan salah satu negara kunci dalam memajukan sejumlah isu, antara lain kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat secara damai, dan isu hak asasi manusia yang terkait dengan perkembangan media massa sosial/internet.

Mengapa pernyataan itu terasa mengentak? Sebab, keberhasilan Indonesia meningkatkan profilnya dalam diplomasi multilateral di bidang hak asasi manusia itu tidak ditopang oleh keberhasilan Indonesia melindungi hak asasi manusia dari warga negaranya di dalam negeri.

Padahal, pemahaman umum adalah politik luar negeri suatu bangsa merupakan cerminan dari politik atau kondisi di dalam negeri dari negara itu. Secara teoretis, seharusnya jika kiprah Indonesia dalam bidang hak asasi manusia di panggung internasional cukup baik, kiprah Indonesia di dalam negeri pun harus baik.

Kenyataannya, di dalam negeri, kiprah Indonesia dalam bidang hak asasi manusia sangat tidak memadai, terutama dalam melindungi dan menjaga kebebasan berserikat secara damai. Hampir setiap bulan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menerima pengaduan dari masyarakat tentang hal-hal yang mengancam kebebasan beragama, seperti kesulitan membangun gereja di daerah-daerah tertentu serta penggerebekan kelompok-kelompok agama dan kepercayaan.

Pemerintah bahkan tidak hanya melakukan pembiaran, tetapi juga terlibat dalam konflik dan kekerasan. Ini membuat hak-hak dasar warga negara dan tegasnya hak atas rasa aman terancam. Kasus kekerasan terhadap warga Ahmadiyah dan kasus Gereja Kristen Indonesia Yasmin di Kota Bogor adalah dua kasus di antara banyak kasus lain. Wali Kota Bogor Diani Budiarto mencabut izin mendirikan bangunan (IMB) gereja itu. Padahal, Mahkamah Agung memerintahkan pencabutan atas pembekuan IMB tersebut.

Dan, ketika Wali Kota Bogor menolak untuk melaksanakan perintah Mahkamah Agung, tampak seolah-olah tidak ada yang memedulikannya. Jemaat Gereja Kristen Indonesia Yasmin tetap dilarang memasuki lokasi gereja.

Kita bertanya-tanya, bagaimana mungkin ada seorang wali kota berani menentang perintah Mahkamah Agung yang merupakan lembaga hukum tertinggi dan pejabat di atasnya tidak mengambil tindakan apa pun atas pembangkangan itu. Jika seorang wali kota saja mengabaikan perintah Mahkamah Agung, tanpa ada tindakan apa pun, lalu bagaimana orang-orang lain mau menghormati lembaga hukum tertinggi itu.

Daftar pelanggaran hak asasi manusia di dalam negeri dapat diperpanjang dengan deretan peristiwa kekerasan lain, misalnya penembakan di Mesuji (Lampung) dan Bima (Nusa Tenggara Barat) atau serbuan dan pembakaran terhadap pesantren, mushala, dan rumah warga Islam mazhab Syiah di Kecamatan Omben, Sampang, Jawa Timur.

Strategi

Melihat masih buruknya kiprah pemerintah dalam melindungi hak asasi manusia di dalam negeri, kita bertanya-tanya, apakah dunia internasional tidak melihat hal tersebut?
Muncul pemikiran, jangan-jangan pengakuan masyarakat atas peran Indonesia di forum global mengenai hak asasi manusia itu merupakan strategi untuk mendorong agar Indonesia melindungi hak asasi manusia di dalam negeri.

Ada baiknya memang pemerintah segera membenahi masih buruknya kiprah pemerintah dalam melindungi hak asasi manusia di dalam negeri sehingga Indonesia dapat tetap berkiprah di dunia internasional dalam bidang hak asasi manusia dengan kepala tegak.

Dengan demikian, di masa depan, kita tidak perlu khawatir dengan munculnya berita dan foto seperti protes sandal atas tidak adanya rasa keadilan terhadap AAL yang masih di bawah umur, yang pada hari-hari ini menghiasi surat kabar-surat kabar besar dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar