Jumat, 16 Desember 2011

Mesuji: Potret Penindasan

Mesuji: Potret Penindasan
Mahmudi Asyari, DOKTOR DARI UIN JAKARTA
Sumber : SUARA MERDEKA, 16 Desember 2011


MANTAN Wakil KSAD Letjen (Purn) Kiki Syahnakri dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu mengeluhkan mengapa karakter bangsa ini tidak berubah ke arah yang lebih baik meskipun segalanya, termasuk UUD, sudah mengalami perubahan (amendemen). Menurut purnawirawan perwira tinggi itu, ketika UUD sudah diamendemen mengingat kedudukannya sebagai hukum dasar negara seharusnya watak, karakter, dan perilaku warga negara, terutama para pengelola negara, juga berubah.

Perubahan itu mengingat bangsa kita pada era reformasi berkomitmen terhadap demokrasi, yang bukan hanya memuja hukum melainkan juga memegang teguh dan menaatinya sebagai aturan main. Bila hanya memuja kebebasan tanpa supremasi hukum maka yang ada hanya segerombolan orang yang cenderung bertindak destruktif.

Keluhan Kiki selain wajar, menurut saya pantas disampaikan kepada generasi seprofesinya dengan mendalilkan meskipun TNI mengklaim sudah mereformasi diri, kenyataannya tidak banyak berubah. Meskipun UU tentang TNI, dan juga regulasi mengenai Polri, mengamanatkan bahwa anggota korps itu tidak boleh berhadapan dengan rakyat sipil, faktanya banyak rakyat menjadi korban keperkasaan salah tempat.

Hal itu terlihat sebagaimana kesaksian korban kekerasan di Mesuji yang mengatakan bahwa ada anggota Polri terlibat dalam kekerasan itu, yang mengakibatkan sejumlah orang tewas. Ini membuktikan bahwa perilaku buram pada masa lalu, sebagaimana dikatakan mantan Aster KSAD Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi, yang mendampingi warga Mesuji mengadu ke Komisi III DPR, masih berlanjut sampai saat ini.

Bedanya pada masa lalu, didahului dengan pelabelan stigma pengikut komunisme, ekstrem dan sebagainya. Bisa jadi rekan sekorpsnya yang kini masih aktif menilai pernyataan Saurip hipokrit karena pada masa lalu juga terjadi praktik serupa. Bisa jadi karena dia sudah di luar kekuasaan.

Melindungi Warga

Tapi saya menilai pengakuannya itu justru lebih baik ketimbang banyak melakukan tindakan antikemanusiaan, bahkan menghilangkan nyawa orang, tapi merasa tidak bersalah. Bahkan mengidam-idamkan praktik represif itu masih boleh diterapkan pada masa kini.

Alangkah indahnya jika semua lapisan masyarakat di Indonesia hirau terhadap kemanusiaan, keadilan, dan kebenaran, tidak harus menunggu setelah keluar dari sistem, karena hal itu tidak ubahnya orang sekarat.
Artinya, sudah tidak ada faedahnya selain hanya menambah wacana. Malah lebih baik meniru Dicky Chandra yang ketika merasa tidak bisa memperbaiki sebuah keadaan ia memilih keluar dari sistem apa pun risikonya, sembari kemudian menyuarakan keadilan dan kebenaran.

Praktik seperti terjadi di Mesuji, sebagai sebuah bentuk penindasan, sudah lama terjadi, terutama semasa Orba. Negara yang seharusnya melindungi warganya malah sering tampil menjadi penindas. Bedanya zaman dulu tidak banyak orang meributkan karena penguasa lebih dahulu menguncinya dengan melabeli dengan sebutan kelompok ekstrem, pengikut PKI, dan sebagainya.

Dengan ada stigma buruk yang disematkan itu, negara seperti sah membinatangkan warganya,  bahkan jika perlu menghilangkan hak hidupnya. Anehnya, rezim itu mengklaim sebagai pengamal sejati Pancasila dan UUD 1945. Perilaku penguasa seperti itulah yang kini dipertontonkan di Mesuji. Saya kira banyak ”Mesuji” lain di negara kita, yang membuat rakyat harus kalah meskipun secara hukum mereka benar. Hal itu tentu menjadi tantangan bagi MPR yang kini giat mengampanyekan UUD 1945, yang salah satu teksnya yang sering muncul di ruang publik adalah ”guna melindungi warga negara”.

Pertanyaan, kapan UUD 1945 bisa menjadi pelindung warga jika sampai saat ini, sudah sekian lama, hal itu tidak bisa juga dilakukan. Jawabannya, tentu --mengingat saat ini masih tahap sosialisasi-- ”akan”, bukan ”sedang”. Mengingat UUD 1945 sudah kali keempat diamendemen dan di dalamnya ada penegasan masalah HAM,  seharusnya tidak boleh ada lagi praktik otoritarian negara kepada rakyatnya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar