Arah
Politik Islam Timur Tengah
Ibnu Burdah, PEMERHATI MASALAH TIMTENG DAN DUNIA ISLAM;
DOSEN FAKULTAS ADAB UIN SUNAN
KALIJAGA
Sumber
: SUARA
MERDEKA, 16
Desember 2011
DI tengah proses pemilu yang sedang dan akan
berlangsung di beberapa negara Arab, gerakan politik dan partai Islam di Timur
Tengah (Timteng) perlu mempertimbangkan dan merespons tiga situasi baru yang
melingkupi jika ingin memperoleh penerimaan luas dari masyarakat di negara
masing-masing. Tiga lingkungan baru itu adalah peningkatan interaksi global,
kondisi umat Islam yang masih diliputi keterbelakangan, keterpurukan, dan
keterpecahan, serta revolusi rakyat Arab yang berupaya menggariskan dan
mengimajinasikan masyarakat yang lebih baik. Tanpa kemampuan dan sensitivitas
tinggi dalam merespons, tak akan mudah memperoleh popularitas dan diterima
secara luas, bahkan untuk sekadar bertahan.
Revolusi Arab memberikan arah baru bagi kehidupan politik, sosial, dan ekonomi di negara-negara tersebut. Mereka setidaknya sepakat menolak otoritarianisme, diskriminasi, dan ketertutupan sosial, serta penumpukan kapital dan alat-alat produksi di tangan segelintir orang. Dengan berbagai penyederhanaan, masyarakat Timur Tengah secara umum menginginkan demokrasi, kesetaraan sosial, dan keadilan ekonomi.
Tiga situasi baru itu menuntut gerakan dan partai politik Islam untuk memiliki spirit kuat guna mendorong peningkatan kemampuan dan kebangkitan masyarakatnya dalam berbagai bidang kehidupan, dan memiliki komitmen kuat terhadap nilai keterbukaan dan humanitarian. Komitmen itu bukan hanya memandang nilai itu sebatas instrumen untuk merebut kekuasaan atau kepentingan sempit kelompok melainkan juga sebagai ajaran substansial dan dipraktikkan dalam sebagian episode sejarah Islam.
Beberapa hal itulah yang kini diupayakan oleh partai dan gerakan politik Islam di negara-negara hasil Arab Springs, misalnya Tunisia, Mesir, Libia, Maroko, dan negara lain yang dilanda gerakan rakyat. Mereka tidak hanya berupaya menampilkan diri sebagai partai dan gerakan yang mampu menemukan kembali vitalitas masyarakatnya namun juga berupaya melakukan bedah ideologi yang membawa mereka ke spektrum ideologi Tengah.
Fakta Baru
Partai Hurriyah wa al-Adalah di Mesir, al-Nahdhah al-Islamiy di Tunisia, Partai al-Adalah wa Tanmiyah di Maroko, Partai Keadilan dan Pembangunan di Turki, dan partai-partai Islam di negara-negara Arab lainnya, sudah tak lagi mewacanakan khilafah dan negara Islam. Tentu merupakan kekeliruan besar jika kita mengatakan bahwa keinginan membangun negara atau khilafah Islam itu dengan serta merta hilang dari pengikut partai-partai itu.
Faktanya pernyataan resmi dan tokoh-tokoh mereka jelas sekali menunjukkan adanya perubahan diskursus secara signifikan.
Sebagai yang paling populer dan terbesar di negara masing-masing, partai dan gerakan itu sudah menyatakan dan menunjukkan sebagian komitmennya bahwa mereka memperjuangkan terwujudnya negara yang demokratis, masyarakat madani yang kuat dan terbuka, dan menjunjung nilai-nilai humanitarian.
Partai al-Hurriyah wa al-Adalah sebagai contoh kecil, menjelang pendiriannya menyatakan bahwa inti dari demokrasi sesungguhnya adalah syura yakni pertukaran pikiran, pendapat, dan kepentingan untuk mencari yang terbaik bagi kepentingan bersama. Itulah satu-satunya jalan yang bisa menghindarkan kelompok-kelompok yang bisa jadi saling bertentangan untuk tidak menggunakan cara kekerasan dalam mencapai tujuan.
Namun partai-partai Jihadi dan Salafi, seperti Hizb al-Tanmiyah wa al-Adalah (Jamaah Islamiyah), Hiz al-Nur (Salafi), Hiz al-Fadhila, dan kelompok lain yang berorientasi sama tetap ada dan tumbuh di hampir semua negara di Timur Tengah, terutama negara-negara Arab hasil revolusi rakyat sekarang ini.
Kendati mereka terus berupaya menjatuhkan legitimasi partai Islam yang ke Tengah itu dengan jargon-jargon Islam yang murni dan kewajiban melaksanakan jihad, partai-partai tersebut sepertinya tidak bisa memperoleh popularitas dan penerimaan yang melampaui partai-partai moderat. Salah satu sebabnya karena mereka mengingkari begitu saja kenyataan-kenyataan baru yang melingkupi. ●
Revolusi Arab memberikan arah baru bagi kehidupan politik, sosial, dan ekonomi di negara-negara tersebut. Mereka setidaknya sepakat menolak otoritarianisme, diskriminasi, dan ketertutupan sosial, serta penumpukan kapital dan alat-alat produksi di tangan segelintir orang. Dengan berbagai penyederhanaan, masyarakat Timur Tengah secara umum menginginkan demokrasi, kesetaraan sosial, dan keadilan ekonomi.
Tiga situasi baru itu menuntut gerakan dan partai politik Islam untuk memiliki spirit kuat guna mendorong peningkatan kemampuan dan kebangkitan masyarakatnya dalam berbagai bidang kehidupan, dan memiliki komitmen kuat terhadap nilai keterbukaan dan humanitarian. Komitmen itu bukan hanya memandang nilai itu sebatas instrumen untuk merebut kekuasaan atau kepentingan sempit kelompok melainkan juga sebagai ajaran substansial dan dipraktikkan dalam sebagian episode sejarah Islam.
Beberapa hal itulah yang kini diupayakan oleh partai dan gerakan politik Islam di negara-negara hasil Arab Springs, misalnya Tunisia, Mesir, Libia, Maroko, dan negara lain yang dilanda gerakan rakyat. Mereka tidak hanya berupaya menampilkan diri sebagai partai dan gerakan yang mampu menemukan kembali vitalitas masyarakatnya namun juga berupaya melakukan bedah ideologi yang membawa mereka ke spektrum ideologi Tengah.
Fakta Baru
Partai Hurriyah wa al-Adalah di Mesir, al-Nahdhah al-Islamiy di Tunisia, Partai al-Adalah wa Tanmiyah di Maroko, Partai Keadilan dan Pembangunan di Turki, dan partai-partai Islam di negara-negara Arab lainnya, sudah tak lagi mewacanakan khilafah dan negara Islam. Tentu merupakan kekeliruan besar jika kita mengatakan bahwa keinginan membangun negara atau khilafah Islam itu dengan serta merta hilang dari pengikut partai-partai itu.
Faktanya pernyataan resmi dan tokoh-tokoh mereka jelas sekali menunjukkan adanya perubahan diskursus secara signifikan.
Sebagai yang paling populer dan terbesar di negara masing-masing, partai dan gerakan itu sudah menyatakan dan menunjukkan sebagian komitmennya bahwa mereka memperjuangkan terwujudnya negara yang demokratis, masyarakat madani yang kuat dan terbuka, dan menjunjung nilai-nilai humanitarian.
Partai al-Hurriyah wa al-Adalah sebagai contoh kecil, menjelang pendiriannya menyatakan bahwa inti dari demokrasi sesungguhnya adalah syura yakni pertukaran pikiran, pendapat, dan kepentingan untuk mencari yang terbaik bagi kepentingan bersama. Itulah satu-satunya jalan yang bisa menghindarkan kelompok-kelompok yang bisa jadi saling bertentangan untuk tidak menggunakan cara kekerasan dalam mencapai tujuan.
Namun partai-partai Jihadi dan Salafi, seperti Hizb al-Tanmiyah wa al-Adalah (Jamaah Islamiyah), Hiz al-Nur (Salafi), Hiz al-Fadhila, dan kelompok lain yang berorientasi sama tetap ada dan tumbuh di hampir semua negara di Timur Tengah, terutama negara-negara Arab hasil revolusi rakyat sekarang ini.
Kendati mereka terus berupaya menjatuhkan legitimasi partai Islam yang ke Tengah itu dengan jargon-jargon Islam yang murni dan kewajiban melaksanakan jihad, partai-partai tersebut sepertinya tidak bisa memperoleh popularitas dan penerimaan yang melampaui partai-partai moderat. Salah satu sebabnya karena mereka mengingkari begitu saja kenyataan-kenyataan baru yang melingkupi. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar