Sisi
Humanis Stephen W Hawking
Anwar Tjen ; Rohaniwan, PhD, dari Universitas Cambridge
|
KOMPAS,
20 Maret
2018
Sang penjelajah jagat raya itu
telah pergi di jalan bersama anak-anak manusia. Dunia yang mengagumi
pemikirannya, yang hanya dipahami oleh segelintir fisikawan teoretis, turut
kehilangan salah seorang tokoh mitologisnya.
Riwayat Stephen William Hawking yang
memancing kekaguman sebenarnya juga menyimpan tragedi di mata mereka yang
mengetahui hidup pribadinya. Ilmuwan yang telah melegenda ini menyimpan luka
kehidupan keluarga yang mengenaskan. Hanya keangkuhan seorang ternama yang
tampaknya mampu menutupi semuanya sehingga tanda-tanda penganiayaan pada
tubuhnya tidak diproses tuntas sebagai kemungkinan kasus KDRT, kekerasan
dalam rumah tangga.
Hawking niscaya ilmuwan brilian,
tetapi tanpa ketangguhannya menghadapi penyakit ALS (amyotrophic lateral
sclerosis) yang melumpuhkan tubuhnya, boleh jadi ia tidak akan menjulang di
gemunung popularitas. Ia adalah sebuah mitos yang dibutuhkan dunia masa kini,
yang memuja sains sebagai ilah baru. Kepergiannya meninggalkan ”ruang
imajinasi mitologis” yang tak mudah diisi oleh kolega-koleganya yang tak
kalah briliannya.
Melek
batin
Di luar dugaan banyak orang,
ilmuwan secemerlang Hawking ternyata adalah pemikir yang tidak terkurung
dalam menara gading penelitiannya yang superteoretis. Walau tidak percaya
kepada Tuhan, kecuali barangkali sebagai suatu konstanta matematis dalam
pencariannya akan jejak-jejak awal semesta, Hawking tetaplah figur humanis
yang melek batin untuk melihat dampak-dampak yang ditimbulkan karya anak-anak
manusia demi impian egosentris akan kenyamanan dan kedigdayaan.
Ketika perang di Irak meletus
(2004), misalnya, Hawking mengecam invasi yang mengatasnamakan kepentingan
”luhur” untuk memberantas senjata pemusnah massal. Ia ikut berbelasungkawa
atas jatuhnya korban- korban tak bersalah.
Siapa yang menyangka bahwa demi
mendukung perjuangan Palestina ia pernah menolak undangan untuk hadir dalam
satu konferensi di Universitas Ibrani, Jerusalem (2013)?
Kebebasan
ilmiah
Kepeduliannya tak hanya berwujud
kata-kata di atas kertas. Hawking mendukung kebebasan ilmiah yang tidak
terpasung oleh sebentuk rasisme dan menggalang dana bagi pendidikan anak-anak
Palestina. Belum lama berselang, ia mengecam gerakan Brexit yang diyakininya
akan mencederai negara sendiri dalam kepentingan lintas-batas penelitian.
Jika dunia kita kian memuja
efisiensi dan produktivitas yang dihasilkan teknologi, Hawking mengakui
manfaatnya tanpa menutup mata pada dampak-dampaknya yang amat destruktif.
Akselerasi teknologi canggih semisal kecerdasan artifisial, internet, dan
teknologi digital dilihatnya sebagai jalan pasti menuju tragedi kemanusiaan
bila tak diantisipasi dengan visi dan strategi yang lebih manusiawi.
Kendati tidak menawarkan jalan
keluar—yang niscaya berada di luar kompetensinya— Hawking menyuarakan
peringatan profetis tentang deretan malapetaka yang tengah membayangi planet
kita, sebut saja: pencemaran lingkungan, perubahan iklim, ledakan penduduk,
krisis pangan, dan pengangguran masif.
Rumah
bersama
Sang ateis bagaikan suara dari
gurun yang berseru-seru mengingatkan kita akan rumah kita bersama, kosmos
yang senantiasa mencari kesetimbangan entropis. Ia bukan pemercaya Tuhan,
tetapi bukan pula insan tanpa spiritualitas.
Dalam pandangannya, kosmos tak
layak menjadi jagat raya kita bila tak menjadi rumah bagi sesama yang kita
cintai. Spiritualitas ”kosmik” yang dihayatinya setidaknya mempertemukan
dirinya dengan nasib bersama anak-anak manusia tak jarang terjebak dalam
perangkap ambisi dan ilusi yang ditenun dengan mengkhianati kemanusiaan
sendiri.
Visi kemanusiaan Hawking pantas
dikenang sebagai bagian dari pesan terakhirnya bagi pelakon-pelakon kehidupan
dalam meraih mimpi setinggi bintang, termasuk bagi umat beragama yang
mengklaim dirinya sebagai ahli waris nilai-nilai luhur di balik visi etis
agamanya. Bukankah para tokoh religius mengajarkan pula betapa rahmat ilahi
menerbitkan matahari dan menurunkan hujan bagi semua tanpa memilih-milih?
Hawking wafat pada 14 Maret lalu,
tepat pada hari lahir Albert Einstein. Selamat jalan Stephen William Hawking!
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar