Membentengi
dari Hoaks dan Ujaran Kebencian
Nadia Egalita ; Master Communication and Media Studies,
Monash University Australia
|
MEDIA
INDONESIA, 09 Maret 2018
PENANGKAPAN sejumlah orang dari
grup Saracen yang terlibat dalam proses perdagangan hoaks dan ujaran
kebencian tahun lalu sepertinya tidak membuat orang lain kapok. Memasuki
bulan kedua pada 2018 ini, polisi kembali menangkap sejumlah orang yang
diduga terlibat dalam praktik penyebaran kebencian dan berita bohong melalui
media sosial serta berbagai akun di dunia maya.
Direktorat Tindak Pidana Siber
Bareskrim, akhir Februari 2018 dilaporkan telah berhasil menangkap sejumlah
orang dan anggota The Family Muslim Cyber Army (TFMCA) yang merupakan
komplotan yang diduga menyebarkan isu provokatif dan bermuatan suku, ras,
agama, dan antargolongan (SARA) di media sosial. Mereka kerap menyebarkan
ujaran kebencian dan hoaks, seperti isu kebangkitan PKI, penculikan ulama,
dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh
tertentu.
Para tersangka anggota TFMCA ini
diketahui telah membuat sejumlah akun kebencian yang disebar melalui grup The
Family MCA yang oleh anggotanya kemudian disebarkan kembali ke grup yang
lebih besar, yaitu Cyber Muslim Defeat Hoax. Grup atau kumpulan warganet yang
besar inilah, yang kemudian akan menyebarkannya secara masif di media sosial.
Cyber Muslim Defeat Hoax ialah
sebuah group di dunia maya yang memiliki anggota hingga ratusan ribu orang.
Dalam hitungan detik, apa pun isu yang dilempar grup ini niscaya akan dengan
cepat menyebar, bahkan menjadi viral yang diperbincangkan masyarakat secara
luas.
Rawan
terprovokasi
Ketika ulah sekelompok orang yang
menyebarluaskan hoaks dan ujaran kebencian dinilai sudah kebablasan dan
secara sengaja dilakukan, sudah barang tentu wajar jika aparat kepolisian
segera bertindak.
Berbagai pihak yang terlibat dalam
aksi provokatif menyebarluaskan hoaks dan ujaran kebencian ini bukan hanya
ditangkap dan dibubarkan grupnya, melainkan juga secara hukum mereka tentu
akan dibidik dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Orang-orang yang dengan sengaja
membuat, mengelola, dan menyebarluaskan berbagai informasi yang bernada
provokatif ini jelas sangat berbahaya jika dibiarkan berlarut-larut. Bukan
tidak mungkin akan memprovokasi warga masyarakat yang lain melakukan aksi
kekerasan atau balas dendam.
Katakanlah isu tentang penculikan
dan penganiayaan ulama oleh orang-orang dari Partai Komunis Indonesia (PKI).
Jika isu ini dibiarkan liar berkembang di masyarakat, bisa saja hal itu akan
berpotensi memicu munculnya konflik yang manifest. Warga masyarakat yang
tidak memiliki tingkat literasi kritis yang baik, mereka bisa saja akan
terprovokasi dan kemudian melakukan aksi balas dendam.
Masyarakat yang memiliki ideologi
dan kepentingan yang berseberangan dengan pihak tertentu, dan ditempatkan
sebagai sasaran yang menjadi korban dalam komunitas cyberspace, mereka ialah
kelompok yang rawan terprovokasi. Di era perkembangan informasi yang luar
biasa pesat, bisa saja kelompok yang rawan ini kemudian menyalurkan
ketidakpuasannya dalam aksi yang meresahkan masyarakat. Padahal, informasi
yang mereka terima dari media sosial tidak benar, minimal tidak sepenuhnya
benar.
Selama ini banyak bukti telah
memperlihatkan bahwa fanatisme dan sikap intoleransi begitu mudah berkembang
karena masyarakat termakan informasi bohong dan ujaran kebencian. Rasa tidak
suka yang semua pasif, bisa saja kemudian menjadi aktif dan agresif ketika
mereka terus-menerus dicuci otak melalui informasi viral di media sosial yang
terus-menerus mengalir.
Bagi masyarakat yang tidak
memiliki tingkat literasi kritis yang memadai, mereka biasanya dengan mudah
termakan informasi tanpa mempertanyakan kredibilitas lembaga maupun
pihak-pihak perseorangan yang menjadi penyebar informasi.
Membentengi
diri
Bagaimana seharusnya membentengi
masyarakat agar tidak mudah terprovokasi? Saat ini ialah agenda terpenting
dalam rangka membangun ketahanan bangsa Indonesia ke depan. Membiarkan hoaks
merajalela meluas di media sosial, sangat berisiko membentuk opini yang penuh
syak wasangka. Akibat hoaks dan ujaran kebencian, opini yang terbentuk di
benak masyarakat niscaya tidak berdasarkan fakta, tetapi lebih karena pengaruh
hasutan dan propanganda.
Untuk mencegah agar masyarakat
tidak rawan terprovokasi hoaks dan ujaran kebencian, yang dibutuhkan tentu
bukan sekadar imbauan agar para warganet tidak mudah menyirkulasi informasi
hoaks dan ujaran kebencian. Namun, yang tidak kalah penting ialah bagaimana
melakukan edukasi agar masyarakat memiliki kepekaan dan kehati-hatian
menyikapi hoaks dan ujaran kebencian.
Pertama, masyarakat perlu
menyadari risiko dan bahaya yang timbul jika mereka terkontaminasi hoaks dan
ujaran kebencian yang tendensius dan tidak bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang pluralis, masyarakat
yang rawan terprovokasi ujaran kebencian dan isu SARA, kemungkinan mereka
terdorong terlibat dalam aksi-aksi yang meresahkan akan makin besar.
Jangankan mengembangkan toleransi dan kohesi sosial, jika masyarakat mudah
terprovokasi, yang timbul ialah jarak, kebencian, dan kemungkinan terlibat
dalam konflik terbuka yang berkepanjangan.
Kedua, masyarakat tidak hanya
perlu memiliki literasi digital, tetapi yang tak kalah penting ialah
kepemilikan literasi kritis yang benar-benar memadai. Di era perkembangan
masyarakat digital, banyak para netizen memang makin ahli dalam menggunakan
teknologi informasi. Namun, itu bukan jaminan bahwa mereka telah melek media
dan memiliki literasi kritis untuk senantiasa berhati-hati jika menerima
kebenaran sebuah informasi.
Ketiga, masyarakat perlu menyadari
bahwa keterikatan pada sebuah ideologi dan fanatisme yang berlebihan akan
berisiko melahirkan benih-benih syak wasangka atau embrio konflik yang
kontra-produktif bagi kelangsungan kehidupan sosial masyarakat. Sering
terjadi, hanya karena keyakinan pada ideologi tertentu, seseorang menjadi
begitu mudah terprovokasi ujaran kebencian karena di sana tidak muncul sikap
kritis dan jeda waktu untuk merenung.
Mencegah agar masyarakat tidak
terkontaminasi hoaks dan ujaran kebencian, yang dibutuhkan ialah bagaimana
membentengi diri sekukuh mungkin. ●
|
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong Hk
BalasHapus