Instagram
dan War-war Perempuan Milenial
Kalis Mardiasih ; Menulis opini dan menerjemah; Aktif sebagai
periset dan tim media kreatif Jaringan Nasional Gusdurian dalam menyampaikan
pesan-pesan toleransi dan kampanye #IndonesiaRumahBersama
|
DETIKNEWS, 23 Juni 2017
Di akun Instagram-nya (selanjutnya disebut IG) seorang
teman perempuan yang kini telah berstatus ibu mengunggah foto anak balitanya.
Tentu saja, foto itu tidak lengkap tanpa pesan. Ia menulis bahwa ia kelak
tidak akan memaksa anak perempuannya pandai matematika, fisika, bahasa asing
atau pelajaran-pelajaran lainnya. Ia hanya ingin anaknya kelak menjadi
pribadi yang saleha.
Dalam hati saya bertanya, "Bukankah untuk menjadi
saleha seseorang perlu menyerap keilmuan dengan baik, mengartikulasi output
dari ilmu yang diserap dengan efektif, lalu mengekspresikannya kepada sesama
dengan strategi yang benar?"
Tetapi, buru-buru saya tepis pikiran bawel yang pasti
hanya kecemburuan pribadi saya belaka sebagai jomblo ini. Ya, beranda akun IG
pribadi saya memang lebih banyak dipenuhi dengan akun-akun teman sekolah yang
kini sebagian besar telah menjadi ibu muda alias mahmud. Mereka yang telah
menjadi mahmud ini, ada yang berpenampilan jauh berbeda dari zaman sekolah
dan kuliah.
Jika dulu berkaos kasual dan jins biasa, kini mereka
bergamis anggun dan berhijab syar'i kekinian. Tipe pertama yang gemar
mengeksplorasi foto keluarga lengkap dengan pesan sakinah mengharu biru ini
identik dengan artis role model keluarga islami kekinian seperti Irwansyah
feat Zaskia Sungkar, atau Dude Herlino dan Alyssa Soebandono.
Tipe kedua adalah tipe unggahan foto makanan bayi dan
aktivitas bayi. Setelah masa enam bulan ASI ekslusif, biasanya bayi akan
disodori Makanan Pendamping ASI alias MPASI. Nah, menu MPASI hari pertama
hingga tak terhingga inilah yang diunggah beserta bahan dan cara membuatnya.
Barisan ibu-ibu penganut HHBF alias Homemade Healthy Baby Food, sebuah
komunitas yg menjunjung tinggi nilai-nilai MPASI rumahan dengan memakai
standar WHO itu giat menjelaskan pola tekstur makanan bayi bertahap, mulai
dari puree, bubur saring, tim, baru kemudian nasi.
Foto harian menu itu, tentu tidak lengkap tanpa pesan
seperti, "Alhamdulillah ya, Nak. Hari ini ibu tetap membuat sendiri
MPASI kamu. Bagaimanapun, menu homemade lebih terjamin untuk perkembangan
kamu dan merupakan bukti kasih sayang ibu."
Dengar-dengar, di grup Whatsapp ibu-ibu milenial, isu
MPASI ini juga jadi salah satu topik moms-war unggulan selain isu ASI vs Susu
Formula, dan isu ibu rumah tangga vs ibu bekerja.
Soal aktivitas bayi, siapa sih yang tidak kenal baby Tatan
atau baby Kirana? Hayo ngaku, kalian tim Tatan atau tim #TemanMainKirana?
Buku Happy Little Soul karangan @retnohening, si ibu selebgram bayi ini
bahkan jumlah pre-order-nya mencapai juta copy sebelum terbit. Yak, hanya
bermodal branding awareness via tingkah-tingkah lucu si bayi. Tidak perlu
endorsement tokoh atau gelar berderet, hanya perlu mencuri hati para ibu.
Jadi, masih berani memandang sepele the power of emak-emak?
Tetapi, belakangan ada barisan ibu-ibu pengambil hikmah
yang juga menyampaikan pesan mulia. Menurut mereka, akun IG membuat ibu jadi
kurang bersyukur pada kemampuan masing-masing anak. Kebiasaan takjub pada
aktivitas anak orang lain mengakibatkan si ibu memiliki keinginan agar
anaknya pun mampu melakukan hal yang sama, padahal perkembangan tiap anak tentu
saja tidak sama.
Skip. Lagi-lagi, tipe kedua ini pun tidak bisa terjangkau
oleh jomblo, eh single semacam saya. Meninggalkan dunia istri dan ibu,
marilah kita membicarakan akun artis dan akun selebgram. Sebagai fans akun
@princesssyahrini garis keras, hidup saya jadi selalu bahagia. Bayangkan
saja, pagi hari ketika membuka mata, saya langsung membuka IG story Syahrini.
Pagi itu, saya tahu Sang Princess sedang berada di Tokyo, Eropa atau New
York, dengan penampilannya yang selalu berkilauan dan cetar membahana.
Dari IG story, kegiatan hariannya mulai dari fitting baju,
make up, naik pesawat, mengunjungi tempat wisata dan lokasi syuting, membeli
oleh-oleh, hingga pemotretan selalu dikabarkan dengan bahagia. Dengan
mem-follow akun artis, saya diingatkan untuk selalu gembira dan bagaimana
memiliki etos kerja tinggi.
Lain artis, lain akun selebgram. Dalam survei yang saya
lakukan secara acak dan tidak metodologis, konon selebgram adalah cita-cita
sebagian besar anak-anak kecil zaman sekarang, selain menjadi Youtuber. Salah
satu akun selebgram yang moncer, tentu saja adalah akun Karin Novilda alias
@awkarin. Karin tidak hanya jadi selebgram, tapi juga rutin mengunggah vlog
(video blog) di Youtube yang isinya aktivitas berlibur lengkap dengan drama
percintaannya.
Kenapa saya mengikuti perkembangan akun Karin? Konon,
Karin yang pemasukan bulanannya bernilai ratusan juta itu suka berkata kasar
dan saru. Kata-kata itu diulang hampir beberapa menit sekali ketika ia
berbicara. Jadilah terkadang saya kurang kerjaan menghitung dan mendaftar
kata-kata apa saja yang ia utarakan. Dari aktivitas sia-sia dan jauh dari
pahala yang saya kerjakan ini, saya memperoleh satu kesimpulan bahwa berkata
kasar dan saru kini sudah tidak rebel; di era kekinian, yang rebel adalah
menghormati orangtua.
Oya, mengamati akun selebgram juga membuat kita tahu tatto
terbaru dan flipper lip yang mereka pakai.
Selain tipe-tipe di atas, yang paling mengerikan tentu
saja adalah akun gosip. Di era kiwari, semua orang adalah subjek yang layak
dibicarakan, sehingga semua orang bisa layak menyandang gosip meskipun mereka
bukan artis. Inilah yang menyebabkan akun Lambe Turah kini tidak hanya
mengikuti aktivitas memsye-pepsye Raffi-Nagita dan Ayu Ting-ting dengan
balajaer-nya, tapi juga membahas isu apa saja yang menggetarkan,
mencengangkan, memalukan, sampai kadang-kadang menjijikkan.
Akun-akun penyedia jasa gosip itu tahu bahwa kita harus
menjadi egaliter dan membumi dengan membahas semua manusia apapun identitas,
profesi dan golongannya. Astaghfirullah...istighfar, Mbak!
Lalu, misteri selanjutnya adalah pertanyaan: ke mana
laki-laki dalam semesta Instagram?
Laki-laki adalah penikmat. Salah seorang teman memberi
kesaksian bahwa di kala aplikasi sosial media yang lain penuh dengan
perdebatan tak berujung yang menjemukan, akun IG adalah layaknya taman-taman
bunga yang indah. Salah satu pameo menggelitik kekinian adalah bahwa
secantik-cantiknya perempuan ialah mereka yang tidak mengunci akun
Instagram-nya.
Ungkapan nakal itu tentu saja disebabkan dua hukum di
dunia yang tidak adil bagi kaum lelaki, yakni selain tidak boleh menangis,
laki-laki juga haram buat ber-selfie. Sayangnya, hal-hal mendesak yang mesti
menjadi perhatian bersama kaum perempuan lebih sering tidak menarik di
Instagram. Komnas Perempuan, misalnya, meluncurkan catatan tahunan (Catahu)
untuk memperingati Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret.
Tahun ini, beberapa hal yang menjadi perhatian penting
Catahu adalah soal dispensasi perkawinan, femisida dan kekerasan di dunia
maya. Dispensasi usia perkawinan kerap melahirkan mata rantai lanjutan
seperti kemiskinan, kekerasan seksual pada perempuan dan pola asuh anak yang
dipaksakan. Femisida adalah pembunuhan seorang perempuan berdasar sentimen
gender yang seringkali masih dianggap sebagai kasus kriminal biasa. Juga
untuk bullying dunia maya yang berdampak tidak sederhana. Jumlahnya terus
meningkat.
Begitulah. Ada banyak sekali tantangan menjadi perempuan
dalam semesta Instagram. Selanjutnya, ada baiknya para perempuan saling
berpegangan tangan dan saling menguatkan, selain agar tidak terus terjebak di
pusaran war-war alias perang stereotip yang menyudutkan perempuan, tentu agar
dompet aman dari akun-akun belanjaan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar