Peran
dan Manfaat Radiologi di Era BPJS
Bambang Soeprijanto ; Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga
|
JAWA
POS, 21
Juni 2017
DEWASA ini salah satu penyakit yang sering mengancam dan
ditakuti masyarakat adalah kanker. Kasus kematian Julia Perez alias Jupe,
misalnya, merupakan salah satu bukti betapa kanker (serviks) merupakan
penyakit yang mematikan. Hingga kini belum ditemukan formula yang benar-benar
efektif untuk mengobati dan menyembuhkan penderita kanker.
Sementara itu, salah satu metode pengobatan kanker adalah
memanfaatkan radiasi. Sebagaimana diketahui, salah satu sifat radiasi sebagai
gelombang yang bertenaga (enersi) tinggi adalah merusak. Kemampuan itu dalam
batas-batas tertentu bisa digunakan untuk membunuh kanker.
Namun, penggunaan radiasi untuk mengobati kanker, pada
saat yang sama, ternyata juga berpotensi merusak organ tubuh yang sehat. Hal
itu mirip dengan penggunaan radiasi dalam peperangan (bom atom), merusak
semua yang ada di sekitar. Bila terpapar ke manusia, radiasi juga merusak
cetak biru manusia (gen). Akibatnya, timbul beberapa gangguan dan penyakit
yang serius seperti kanker yang kini menghantui masyarakat di berbagai
belahan dunia.
Peran Radiologi
Dalam dunia kedokteran, ada semacam pedoman pokok dalam
proses pengobatan pasien. Yaitu, menetapkan diagnosis dulu, baru dilakukan
terapi. Hal itu dilakukan, antara lain, untuk menjaga agar pengobatan
benar-benar tepat sasaran (sesuai penyakitnya), meminimalkan akibat samping
bagi pasien (patien safety), dapat meramalkan kemungkinan kesembuhannya
(prognosis), efisien (murah dan sederhana), serta meminimalkan tindakan yang
bersifat coba-coba.
Dokter menganalisis penyakit dengan tanya jawab (anamnesis)
dan pemeriksaan fisik (tubuh) pasien. Prosedur itu menjadi agak sederhana
kalau penyakitnya dapat dikenali dengan pancaindra dokter. Ada beberapa
penyakit yang menyulitkan karena letaknya jauh di dalam tubuh, tidak tampak
dan tak teraba (misalnya, tumor di dalam paru-paru dan tumor otak). Hal
tersebut bisa menimbulkan keraguan dalam membuat diagnosis sehingga
diperlukan bantuan (penunjang) yang, antara lain, dengan menggunakan
radiologi.
Dalam praktik medis, radiologi justru sering menjadi
penentu diagnosis. Misalnya, pada pasien tidak sadar dengan kecurigaan
kelainan di otak, apakah disebabkan penyakit infeksi atau tumor otak. Dokter
pengirim atau yang merawat pasien adalah konsumen radiologi yang mengetahui
alasan pasien diperiksa (indikasi) dan mengetahui risiko pemeriksaan (bahaya
radiasi dan sebagainya).
Sebagian besar hasil pemeriksaan radiologi diagnostik
berupa gambar (image). Sebagian yang lain bisa berupa angka atau grafik.
Tumor otak yang tidak dapat dilihat dan diraba dokter diinformasikan secara
tidak langsung dalam bentuk gambar penyakitnya. Bentuk fisik dari hasil
pemeriksaan sering terlihat dibawa pasien sebagai lembaran foto rontgen. Pada
era teknologi digital, gambar tersebut dapat berbentuk compact disc (CD),
bahkan dikirim langsung ke dokter pengirim lewat jaringan komputer rumah
sakit atau lewat internet.
Penemuan Sinar X
Pada awalnya, yang banyak digunakan dalam pemeriksaan
radiologi adalah foto rontgen dan penerawangan (fluoroskopi, doorlichting).
Penemunya adalah seorang ahli fisika dan matematika dari Jerman, Wilhelm
Conrad Röntgen, pada 1985. Nama sinar X itu sampai sekarang tetap dipakai, di
samping nama penghormatan untuk sang penemu, sinar Rontgen. Rontgen menerima
hadiah Nobel di bidang fisika pada 1901. Berkat temuan Rontgen dan kemudian
dikembangkan dalam dunia medis, sinar yang mampu menembus tubuh manusia itu
dalam perkembangannya dimanfaatkan di bidang kedokteran hampir di seluruh
dunia.
Dalam perkembangan pemanfaatan sinar X, untuk memperjelas
gambar, biasanya digunakan bahan pewarna yang disebut kontras medium, baik
yang diminum maupun yang disuntikkan. Tetapi, dalam perkembangan berikutnya,
ditemukan cara baru pembuatan gambar radiologi dengan gelombang suara (sound)
berfrekuensi tinggi (ultra) yang disebut ultrasound yang dikenal dengan nama
USG. Pemeriksaan itu menggunakan prinsip gelombang pantul dan biasanya
digunakan untuk memeriksa ibu hamil.
Teknologi foto sinar X juga memanfaatkan komputer dan itu
dikenal dengan nama CT scan. Penemuan baru lainnya adalah MRI, yang berbasis
manipulasi proton oleh gelombang radio dan medan magnet besar. Perkembangan
juga terjadi pada peralatan yang menggunakan bahan radiasi isotop yang
disebut kedokteran nuklir seperti SPECT dan PET. Ada yang menggabungkan
teknologi itu dengan CT scan dan MRI.
Pelayanan Radiologi di Era BPJS
Di tengah keterbatasan kekuatan ekonomi masyarakat,
radiologi bisa membantu pelayanan kesehatan masyarakat sesuai dengan kualitas
standar (standard of care). Misalnya, membantu kepastian penyakit (diagnosis)
pasien yang menderita batuk-batuk dan sudah lama, apakah ada TBC paru atau
bahkan kelainan yang minimal, sehingga dapat diberi pengobatan yang tepat. CT
scan juga bermanfaat dalam penanganan korban yang tidak sadar karena
kecelakaan lalu lintas, apakah ada perdarahan di dalam otaknya dan memerlukan
penanganan secepatnya agar jiwanya terselamatkan.
Di samping memastikan diagnosis, radiologi bisa memberikan
informasi keberhasilan pengobatan. Hal itu berdampak pada pemenuhan prosedur
asuransi. Misalnya, pada korban kecelakaan kerja, foto sinar X dapat
mendeteksi adanya patah tulang dengan cepat serta akurat dan kemudian dapat
diterapi (operasi). Setelah pengobatan, foto rontgen bisa menginformasikan
keberhasilan terapinya.
Di samping keperluan medis, foto-foto tersebut bisa
menjadi bukti administrasi (arsip). Yaitu, yang telah dibayar pihak asuransi
adalah tepat sasaran dan memang benar ada kejadiannya. Proses tersebut
biasanya diperkuat (dilampiri) data pendukung (foto) dan surat keterangan
(hasil bacaan) foto oleh dokter spesialis radiologi yang disebut expertise
radiologi.
Dalam melakukan verifikasi, tidak semua petugas asuransi
bisa menilai foto-foto radiologi. Keadaan itu bisa dibantu dengan membaca
expertise-nya. Pada kasus lain, secara tidak sengaja, ada kemungkinan dokter
yang merawat pasien keliru dalam membuat diagnosis berdasar foto. Hal itu
bisa dikurangi dengan mempertimbangkan expertise radiologi.
Dengan demikian, foto dan expertise radiologi bisa
berperan dalam proses asuransi dan sebagai checks and balances serta
meminimalkan kemungkinan kekeliruan manajemen pasien dan kemungkinan fraud
(salah guna). Lebih dari sekadar foto rontgen dan sinar X, radiologi pada era
masyarakat modern sesungguhnya memiliki peran yang sangat signifikan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar