Demokrasi
Warga
W Wempy Hadir ; Peneliti Indopolling Network;
Direktur Nation and
Character Building Institute
|
MEDIA
INDONESIA, 22 Juni 2017
BEBERAPA politikus mengartikan demokrasi secara praktis.
Misalnya, Presiden Pertama AS, Abraham Lincoln, menegaskan bahwa demokrasi
adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rak-yat. Namun,
secara etimologis, kata demokrasi terdiri dua suku kata, yaitu demos dan
cracy. Demos adalah warga atau warganegara, dan cracy (dari kata Latin,
kratos) adalah kekuasaan/kedaulatan untuk mengatur atau untuk memberlakukan
(aturan-aturan).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa demokrasi adalah
pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat untuk membangun masa
depan mereka sendiri. Lalu, pertanyaannya adalah masa depan seperti apa yang
hendak dibangun? Dan, bagaiamana seharusnya peran warga dalam demokrasi?
Partisipasi aktif
Jika kita sepakat bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, dapat dipastikan bahwa rakyat ialah
subjek dari demokrasi. Kalau rakyat sebagai subjek dari demokrasi, dia
harus/mempunyai peran yang dominan sehingga demokrasi bisa terwujud. Hal
tersebut senada dengan apa yang dikemukan David Mathews (seorang historian
dari Alabama AS) mengatakan seharusnya demkorasi berbasiskan pada warga.
Dengan demikian cita-cita demokrasi yang ideal atau setidaknya mendekati yang
ideal bisa tercapai. Kalau demokrasi berpusat pada warga, perlu ada kesadaran
masyarakat dalam memahami peran warga dalam demokrasi.
Demokrasi harus hidup dan tumbuh dalam komunitas yang
paling kecil, misalnya mulai dari dalam keluarga. Keluarga harus menjadi
rumah pertama demokrasi diba-ngun. Bagaimana kita membahas demokrasi yang
lebih luas kalau dalam rumah sebagai komunitas yang kecil saja kita tidak
menumbuhkan demokrasi. Setelah demokrasi tumbuh di setiap keluarga, dia bisa
menyebar dalam komunitas kecil dan selanjutnya merambah kepada komunitas yang
lebih besar. Ini merupakan ekologi demokrasi (mengutip perkataan Mathews,
dalam buku Ecology of Democracy, 2014). Artinya, setiap sendi-sendi kehidupan
memiliki ketergantungan satu sama lain.
Jika satunya sakit/rusak bisa berpengaruh terhadap yang
lain. Jika warga tidak berpartisipasi aktif dalam demokrasi, dipastikan
mereka akan menjadi objek dari demokrasi dan dieksploitasi kelompok
kepentingan tertentu yang tidak sejalan dengan demokrasi. Selain itu,
partisipasi warga dalam demokrasi akan tumbuh dengan baik manakala ditopang
berbagai faktor. Salah satu faktor yang berpengaruh ialah pendidikan. Dalam
demokrasi sangat mutlak dibutuhkan masyarakat komunikatif. Dalam masyarakat
komunikatif sangat dimungkinkan terjadi dialog antarwarga untuk membicarakan
kepentingan umum demi terwujudnya kesejahteraan bersama.
Dengan demikian, semua warga terlibat aktif untuk membahas
bagaimana sebaiknya kehidupan bersama dikelola untuk kebaikan bersama. Dampak
dari masyarakat komunikatif ialah terwujudnya demokrasi yang partisipatif.
Demokrasi tidak lagi menjadi hegemoni sekelompok orang. Karena itu, jika
masyarakat tidak aktif dalam membicarakan urusan publik, dapat dipastikan
bahwa kelompok tertentu yang cenderung mementingkan kelompok atau golongannya
memanfaatkan situasi ini demi kepentingan pribadi ter-utama bagi mereka
pemburu rente kekuasaan. Lalu, apakah itu terjadi? Jawabannya bisa ya dan
tidak.
Dalam konteks Indonesia, bisa saja kita menjawab ya, jika
melihat realitas demokrasi kita yang hanya melibatkan warga dalam kontestasi
semata. Setelah kontestasi, masyaralat tidak dilibatkan dalam membahas
program-program yang berkaitan dengan kepentingan publik. Pembahasan program
kesannya dilakukan di ruangan yang steril dan gelap sehingga susah dipantau
publik.
Maka, jangan heran begitu banyak program yang tidak
menjawab kebutuhan publik. Impilkasinya ialah banyak yang tejebak dalam kasus
korupsi. Misalnya, belakangan kita sering mendengar operasi tangkap tangan
(OTT) yang dilakukan KPK. Selain itu, rendahnya partisipasi dan pemahaman publik
akan pentingnya peran aktif masyarakat dalam demokrasi menjadi pekerjaan
rumah yang panjang bagi demokrasi kita di Indonesia.
Mestinya masyarakat harus kritis terhadap berbagai
kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan tidak hanya terlibat pada saat
kontestasi pemilu/pilkada semata, tetapi mengawal hingga pelaksanaan
kekuasaan dan kebijakan. Itulah esensi yang sesungguhnya dari demokrasi.
Selanjutnya, masyarakat juga mesti memberikan perhatian terhadap berbagai
aturan yang sedang dibahas legislatif. Misalnya, saat ini kita ketahui bahwa
DPR sedang membahas RUU pemilu. Pembahasan RUU Pemilu itu molor dari
perkiraan awal. Hal ini tidak terlepas dari tarik ulurnya kepentingan
tiap-tiap partai yang ada di Senayan.
Dampaknya ialah mepetnya waktu bagi penyelenggara untuk
mempersiapkan pemilu serta melakukan verifikasi parpol. Jauh yang lebih
penting dari itu juga ialah soal sistem pemilu. Pada Pemilu 2009 menggunakan
sistem terbuka, artinya bahwa siapa yang memperoleh suara terbanyak, dia bisa
menduduki kursi DPR. Namun, ada opsi lain yang dimunculkan dalam pembahasan
RUU pemilu, yakni sistem terbuka terbatas. Artinya penentuan kursi menjadi
otoritas Dewan Pengurus Pusat Partai dan nomor urut. Jika ini yang terjadi
tentu merugikan masyarakat yang telah memilih seseorang yang mereka percayai
untuk mewakili mereka di gedung Senayan. Jika yang terjadi ialah sistem
terbuka terbatas, peluang terjadi patron klien relationship dalam
menyelenggarakan kekuasaan tidak bisa dielakkan. Tentu ini tidak sehat dalam
membangun demokrasi yang baik bagi RI. Mestinya tetap menggunakan sistem yang
terbuka dengan catatan partai melakukan fungsinya secara baik, misalnya
fungsi pendidikan bagi kader yang hendak terjun dalam kontestasi sehingga
kader yang diusung layak untuk dipilih untuk masyarakat.
Peran warga
Dalam demokrasi elektoral seperti saat ini peran warga
sangat sentral. Dalam demokrasi, warga yang diam akan dimanfaatkan kelompok
tertentu sebagai kayu bakar politik semata. Oleh karena itu, jika warga atau
rakyat tidak ingin menjadi korban dari demokrasi, perlu kesadaran publik.
Kesadaran publik akan men-dorong partisipasi dalam membangun demokrasi yang
berbasiskan pada warga, bukan berbasis elite. Demokrasi warga menjadi sebuah
kebutuhan dalam membangun demokrasi yang bisa membawa dampak kebaikan publik.
Kebaikan publik akan terjadi jika masyarakat sadar dan mau
terlibat membicarkan nasibnya sendiri. Masyarakat tidak bisa lagi menyerahkan
nasibnya kepada orang yang tidak mementingan kepentingan publik. Dalam
demokrasi warga, masyarakat seharusnya secara sadar dan mengerti bahwa ketika
memilih seseorang untuk menduduki jabatan publik, pastikan yang bersangkutan
mempunyai kapasitas dan bisa dipercaya untuk menyelenggarakan kekuasaan demi
kepentingan warga. Hanya dengan cara demikian demokrasi bisa memberikan
manfaat daripada mudaratnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar