Fase
Kritis Demokrasi Kita Hari ini
Moch Aly Taufiq ; Mahasiswa Program Doktoral Universitas Negeri
Jakarta
|
REPUBLIKA, 20 Juni 2017
Saat ini, pemerintah bersama DPR sedang ngebut
merampungkan RUU Penyelenggaraan Pemilu. Sederet isu sudah diputuskan,
meskipun beberapa isu krusial lainnya masih membutuhkan pembahasan panjang.
RUU ini adalah rangkaian insfrastruktur demokrasi kita
yang masih diselimuti jalan terjal. Labirin panjang berkelok seakan juga tak
ada ujung yang segera kita temui. Endemik intrik politik rasanya kian hari
juga kian mengubur cita-cita kemakmuran negeri ini. Gejala apa gerangan yang
terjadi?
Bung Karno dalam salah satu kesempatan pidatonya
mengatakan secara retoris-provokatif:
“Saudara-saudara, saya usulkan, kalau kita mencari
demokrasi hendaknya bukan demokrasi barat, tetapi permusyawaratan yang
memberi hidup, yaitu politiek-economische yang mampu mendatangkan
kesejahteraan sosial”.
Kutipan pidato sang proklamator itu betapapun masih sangat
kontekstual dan relevan jika kita bumikan ke dalam demokrasi Indonesia saat
ini. Mengapa? Meminjam istilah R. William Liddle (2010) demokrasi Indonesia
saat ini adalah demokrasi in waiting, demokrasi yang sedang proses loading,
demokrasi yang sedang ‘mencari bentuk’, menentukan posisi mana yang pas,
format bagaimana yang cocok serta gaya apa yang klik.
Sejalan dengan hal itu, wakil presiden Mohammad Hatta
dalam “Demokrasi Kita” juga pernah mengatakan bahwa kelak harusnya demokrasi
Indonesia adalah demokrasi yang sesuai dengan kultur dan juga nilai-nilai
luhur yang dimiliki bangsa, bukan demokrasi yang asal “copy-paste”
mentah-mentah dari Barat. Demokrasi seperti itu dinamakan oleh Hatta sebagai
demokrasi kekeluargaan yang menjunjung tinggi permusyawaratan.
Konsep demokrasi yang digagas oleh Soekarno dan Hatta
itulah yang kemudian hari diterjemahkan oleh Yudi Latif (2011) sebagai
demokrasi deliberatif. Demokrasi yang meletakkan keutamaan diskusi dan juga
musyawarah yang bertendensi pada argumentasi-argumentasi serta daya konsensus
serta hikmah kebijaksanaan yang mumpuni.
Namun, rupanya lain konsep lain pula pelaksanaan.
Menilikkondisi yang ada dan berkembang belakangan ini, terutama soal
demokrasi serta dunia perpolitikan negeri ini,agaknya kita harus rela untuk
berpikir lebih keras lagi guna menentukan langkah yang lebih serius,
bertindak secara jeli tidak asal-asalan dan juga berlaku adil serta
konstruktif dalam membaca demokrasi.
Kenyataannya demokrasi kita masih sangat gaduhdan diwarnai
dengan intrik dan konflik sekaligus kental dengan aromasaling mengalahkan
serta kagiatan-kegiatan yang bersifat politis-transaksional.
Karut marut demokrasi kita tidak hanya datang dari
sulitnya menerapakan konsep saja, namun juga ketidak seragaman kita dalam
memahami demokrasi itu sendiri juga menjadi masalah yang teramat serius yang
harus kita kaji lebih jauh.
Bukankah tidak sedikit produk demokrasi kita hari ini yang
dianggap inkonstusional? Hampir di setiap pascahajatan pemilu, pemilukada dan
juga pemilihan-pemilihan yang lainnya selalu diikuti oleh protes, kecaman dan
juga tak jarang “amuck” dari pihak yang kalah karena merasa dicurangi.
Sudah tidak terhitung lagi jumlah sengketa pilkada yang
terjadi di negeri ini, dan itu semua sebagaimana kita pahami adalah salah
satu produk demokrasi negeri ini.
Mahfud MD (2012) pernah mengutip Samuel P. Huntington
dalam menganalisis perjalanan demokrasi negeri ini. Mahfud, meminjam
Huntington, mengatakan bahwa jika melihat realitas demokrasi kita hari ini
sesungguhnya sampai manakah tahapan demokrasi negeri ini?
Ilmuwan politik asal Amerika Huntington itu mengatakan
bahwa setidaknya ada dua tahapan dalam demokrasi yakni tahapan transisi dan
juga tahap konsolidasi.
Tahapan transisi ini adalah tahapan di mana sebuah negara
beranjak dari cengkeraman rezim lama menuju “dunia baru”, sementara tahapan
konsolidasi demokrasi terjadi tatkala demokrasi sudah menjadi satu-satunya
acuan serta aturan yang diterapkan dalam negera tersebut, tak ada yang lain.
Jika kita sependapat dan bertolak dengan pola pembacaan
demokrasi berdasarkan katagori yang ditawarkan oleh Huntington tersebut tentu
dengan sangat mudah kita akan segera menyimpulkan bahwa demokrasi kita hari
ini masih berada pada tahap transisi.
Masa transisi demokrasi itu setidaknya terlihat dari masih
belum berhasilnya pemerintahan kita “melepaskan” diri dari cengkeraman
orde-orde penguasa sebelumnya. Bahkan jika kita mau terus terang sebetulnya
reformaasi yang kita banggakan yang terjadi pada 1998 itu belumlah berhasil.
Reformasi dalam arti menggulingkan kekuasaan Soeharto
secara formal mungkin sudah, namun yang tak berhasil kita gulingkan adalah
“Soeharto-Soeharto” lain dan baru yang pascareformasi kelahirannya semakin
lama semakin banyak.
Dalam istilah lain, perampok tunggal negeri ini pada era
orde baru adalah Soeharto secara individu, namun pasca reformasi perampok
negeri ini adalah Soeharto-Soeharto lain yang lebih abstrak sifatnya.
Lebih dalam lagi kondisi demokrasi kita hari ini juga sangat
mungkin bisa dikatakan sebagi demokrasi nirdemos, demokrasi yang tidak
menempatkan rakyatknya sebagai instrumen utama dalam pelaksanaannya.
Demokrasi yang semacam ini sungguh sangat berbahaya dampaknya jika kita kita
biarkan terlalu berlarut-larut.
Kita harus belajar bahwa apapun sistem yang kita jalankan,
keadulatan rakyat harus dijunjung setinggi-tingginya. Inggris atau misalnya
Belanda yang sejak dahulu konsistenmemilih monarki sebagai sistem dalam
bernegara, patut kita ajukan pertanyaan, mengapa mereka berhasil? Jawabannya
karena yang mereka utamakan adalah keadaulatan rakyat di atas segala-galanya.
Rakyat menjadi subjek utama yang harus dijamin
kehidupannya. Kedaulatan rakyat dijamin oleh negara. Maka jelas, menggunakan
sistem model bagaimanapun, berganti pola pemerintahan seperti apapun jika
tanpa dibarengi dengan penghargaan serta jaminan atas kedaulatan rakyat maka
runyamlah negara tersebut
Tidak ada pilihan lain, yang harus kita lakukan hari inia
dalah menjadikan rakyat sebagai tulang punggung dan subjek utama demokrasi.
Dengan begitu jalan menuju era konsolidasi demokrasi yang kita idam-idamkan
sangat mungkin untuk kita raih. Semoga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar