Lebaran
dan Hak untuk Bahagia
Mimin Dwi Hartono ; Staf Senior Komnas HAM
|
DETIKNEWS, 24 Juni 2017
Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1438 Hijriah
segera tiba. Umat Islam akan merayakan hari yang suci dan penuh suka cita itu
pada 25-26 Juni 2017. Setelah 29 hari menjalankan ibadah puasa, puluhan juta
orang berbondong-bondong merayakan Lebaran di kampung halaman untuk mengejar
kebahagiaan sebagai bagian dari hak asasinya (right to pursue of happiness).
Mudik atau pulang ke kampung halaman dijalani oleh
masyarakat antardaerah dan antarpulau. Arus mudik Lebaran di Indonesia adalah
salah satu mobilitas manusia yang paling besar dan masif di dunia karena
melibatkan pergerakan puluhan juta orang dengan berbagai moda transportasi.
Para pemudik tidak hanya kalangan umat muslim saja, tetapi juga penganut
agama dan keyakinan lainnya. Lebaran menjadi hari yang dirayakan oleh segala
lapisan masyarakat dari semua strata.
Sebagai aktivitas tahunan yang melibatkan jutaan orang,
arus mudik menjadi salah satu prioritas kebijakan pemerintah dari waktu ke
waktu. Hal ini untuk memastikan agar masyarakat bisa menjalani mudik dengan
aman dan nyaman. Peristiwa horor Brexit atau kemacetan total di pintu tol
Brebes Timur Jawa Tengah pada Lebaran tahun lalu yang memakan 17 korban jiwa,
menjadi pelajaran berharga agar tidak berulang.
Pemerintah membangun dan memperluas jalan tol, pelabuhan,
bandara, stasiun dan terminal, agar prosesi mudik berjalan dengan lancar dan
kebutuhan para pemudik atas alat dan sarana transportasi terfasilitasi.
Demikian pula dengan fasilitas kesehatan dan pengamanan dipersiapkan secara
maksimal.
Presiden Jokowi telah menargetkan bahwa sepanjang Pulau
Jawa akan terkoneksi dengan jalan tol pada 2018. Target ini sudah mendekati
kenyataan dengan sudah terbangunnya jalan tol sepanjang ujung barat di
Provinsi Banten hingga Kabupaten Batang Jawa Tengah. Terbangunnya jalan tol
ini membantu dan memperlancar mobilitas masyarakat, barang dan jasa.
Hakikat Lebaran
Masyarakat rela untuk berjam-jam antre di jalan tol atau
di pelabuhan demi merayakan Lebaran. Lebaran berasal dari suku kata
"lebar" yang berarti usai atau selesai menjalankan ibadah puasa
Ramadan. Artinya, pintu ampunan telah terbuka lebar melalui silaturahmi
antarsesama manusia (habluminanass).
Sebagai tradisi yang wajib dan selama bertahun-tahun telah
dijalani, berbondong-bondongnya masyarakat merayakan Lebaran di kampung
halamannya adalah untuk mempererat dan memperluas silaturahmi serta saling
bermaaf-maafan dengan orangtua, keluarga, kerabat, dan tetangga sebagai
ikhtiar untuk mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin.
Silaturahmi berarti bertemu dan berkumpul untuk mempererat
hubungan sesama muslim dan dengan Tuhan. Silaturahmi adalah tanda-tanda
seseorang beriman kepada Tuhan. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir maha hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi."
Di era media sosial ketika kehidupan orang tidak bisa
lepas dan sangat tergantung pada gadget, silaturahmi menjadi sesuatu yang
semakin langka. Ucapan selamat berlebaran yang biasanya disampaikan secara
langsung dan face to face, digantikan hanya dengan berkirim SMS, telepon, dan
whatsup.
Alih-alih mempererat silaturahmi, komunikasi via gadget
justru semakin menjauhkan kita dari kerabat, saudara, dan teman dekat. Hal
ini karena makna silaturahmi digeser hanya berupa sharing informasi dan
komunikasi dengan mengirimkan kata-kata dan gambar yang dikirim dari gadget.
Perasaan, empati, dan hati, sebagai esensi dari silaturahmi dikesampingkan.
Komunikasi antarmanusia digantikan dengan komunikasi antarmesin.
Akibatnya, timbul dis-informasi, mis-komunikasi,
perselisihan, perseteruan dan permusuhan. Hal ini misalnya bisa lihat dan
rasakan pada saat Pilkada Jakarta hingga hari ini. Komunikasi dan beredarnya
aneka informasi via media sosial telah merusak silaturahmi karena ego dan
fanatisme politik yang dibalut dengan unsur suku, agama, ras dan
antargolongan.
Posting-an status di Facebook dibalas dengan posting-an
kebencian, sharing berita di grup whatsup dibalas dengan berita yang lain
yang sering berisi kebohongan dan fitnah. Akhirnya, berakumulasi menjadi
perpecahan dan permusuhan karena tidak ada proses klarifikasi dan konfirmasi.
Revolusi digital telah salah dimanfaatkan sehingga merusak
tali dan tenun silaturahmi yang selama ini menjadi pondasi keluarga dan
bangsa Indonesia. Komunikasi digital memang telah memupus sekat dan jarak,
namun pada sisi lain telah merusak tatanan etika dan sopan santun. Komunikasi
antara anak dan orangtua via gadget telah menghilangkan sisi penghormatan
yang muda kepada yang tua.
Untuk itu, Lebaran harus dimaknai secara dalam untuk
memulihkan lagi tradisi silaturahmi supaya mampu mengikis perseteruan dan
permusuhan dan memulihkan tenggang rasa dan toleransi. Lebaran menciptakan
momentum untuk memperkuat tenunan persaudaraan dan rasa kebangsaan kita, di
mulai dari keluarga terdekat hingga pemerintahan, yang telah tercabik oleh
kepentingan politik dan syahwat kekuasaan.
Itulah esensi dan kekuatan dari Lebaran untuk menyatukan
umat dan mengembalikan fitrah manusia pada titik awal, agar meraih
kebahagiaan yang sempurna. Selamat merayakan Lebaran, mohon maaf lahir dan
batin! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar