Kekerasan
Remaja
FX Wikan Indrarto ; Dokter Spesialis Anak di RS Bethesda
Yogyakarta,
Alumnus S-3 FK UGM
|
KORAN
SINDO, 16 Desember 2014
Ada data
menarik yang bisa kita dapatkan dari Global
Status Report on Violence Prevention 2014 dari 133 negara yang merupakan
laporan tentang penganiayaan anak, kekerasan remaja, pelecehan seksual, dan
penelantaran manula.
Sekitar
250.000 kasus pembunuhan remaja terjadi sepanjang tahun 2013, yaitu 43% dari
total jumlah pembunuhan global setiap tahun. Apa yang sebaiknya kita sadari?
Kekerasan remaja memiliki dampak serius karena sering kali berlangsung seumur
hidup, tidak hanya pada aspek medis, tetapi juga pada fungsi psikologis dan
sosial.
Wajar
saja bila kekerasan remaja terbukti meningkatkan biaya pelayanan kesehatan,
kesejahteraan, dan peradilan pidana, juga mengurangi produktivitas dan
umumnya bahkan merusak struktur sosial di masyarakat. Untuk setiap kasus
kekerasan remaja, 40% mengalami cedera berat, yang memerlukan perawatan di
rumah sakit.
Cedera
ini mencakup 24% gadis remaja yang mengalami kekerasan seksual. Kekerasan
remaja merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Ini mencakup berbagai
tindakan dari bullying dan fighting secara fisik ataupun seksual
hingga bahkan yang lebih parah adalah pembunuhan.
Tingkat
pembunuhan remaja bervariasi. Namun di semua negara, remaja laki-laki
merupakan mayoritas pelaku dan juga korban pembunuhan. Tingkat pembunuhan
pada remaja perempuan jauh lebih rendah daripada laki-laki di hampir semua
negara. Pembunuhan dan kekerasan remaja tidak hanya berkontribusi besar
terhadap beban global kematian dini, cedera, dan cacat, tetapi juga memiliki
dampak serius, sering kali bahkan seumur hidup, pada fungsi psikologis dan
sosial seseorang.
Hal ini
dapat memengaruhi keluarga korban, teman, dan masyarakat. Pada rentang tahun
2000-2012, tingkat pembunuhan remaja menurun di sebagian besar negara
meskipun penurunan telah lebih besar di negara-negara berpenghasilan tinggi
daripada di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Kekerasan
seksual juga menduduki proporsi yang signifikan, yaitu 24% gadis remaja
mengalami kekerasan dalam rumah tangga berupa kekerasan seksual pertama
mereka. Laporan Multi-Country Study on
Women’s Health and Domestic Violence menyebutkan bahwa kekerasan fisik
dan intimidasi juga umum di kalangan remaja. Laporan dari 40 negara
berkembang menunjukkan bahwa intimidasi terjadi pada 45,2% remaja laki-laki
dan 35,8% gadis atau remaja perempuan.
Faktor
yang dapat meningkatkan terjadinya kekerasan remaja sangat kompleks, meliputi
diri remaja sendiri, keluarga, dan komunitas atau negara. Faktor risiko dalam
diri individu remaja meliputi sifat hiperaktif, impulsif, agresif, kontrol
perilaku yang buruk, kurang perhatian, keterlibatan awal atau kecanduan
alkohol, obat-obatan dan rokok, keyakinan aneh, dan sikap antisosial.
Selain
itu juga kecerdasan dan prestasi pendidikan yang rendah, rendahnya minat dan
kegagalan di sekolah, berasal dari orang tua tunggal atau rumah tangga kurang
harmonis, perceraian orang tua, dan paparan kekerasan dalam keluarga.
Faktor
risiko dalam hubungan dengan orang dekat dalam keluarga atau teman meliputi
kurangnya pemantauan dan pengawasan remaja oleh orang tua, pendidikan
disiplin orang tua yang terlalu keras, kendur atau bahkan tidak konsisten,
keterikatan antara orang tua dan remaja yang rendah, keterlibatan orang tua
dalam kegiatan remaja yang rendah, dan orang tua terlibat dalam
penyalahgunaan obat atau kriminalitas.
Selain
itu juga pendapatan keluarga yang rendah dan bergaul dengan remaja lainnya
yang sejenis. Faktor risiko dalam komunitas dan masyarakat yang lebih luas
meliputi rendahnya tingkat kohesi sosial dalam masyarakat atau geng remaja
dan pasokan senjata atau obat-obatan terlarang, tidak adanya alternatif
nonkekerasan untuk menyelesaikan konflik antarremaja, ketimpangan pendapatan
yang tinggi, perubahan sosial dan demografi yang cepat, urbanisasi, serta
kualitas pemerintahan suatu negara.
Dalam
hal ini meliputi penegakan hukum dan kebijakan pemerintah di bidang
pendidikan dan perlindungan sosial. Program pencegahan kekerasan yang sudah
terbukti efektif juga dapat dibaca pada Global
Status Report on Violence Prevention 2014.
Pencegahan
tersebut meliputi program keterampilan dan pembangunan sosial untuk membantu
remaja mengelola kemarahan, menyelesaikan konflik, dan mengembangkan
keterampilan sosial yang diperlukan untuk memecahkan masalah, kurikulum
sekolah berbasis program pencegahan antiintimidasi, dan kurikulum prasekolah
agar anak memiliki kemampuan akademik dan sosial sejak usia dini.
Dalam
tataran hukum dan aspek keamanan, dapat berupa program untuk mengurangi akses
remaja ke alkohol, obat, dan rokok, yaitu melalui peningkatan pajak dan
pengurangan jumlah gerai penjualan. Yang terakhir, meningkatkan pengelolaan
lingkungan, misalnya mengurangi kesempatan remaja berkerumun dan mengurangi
konsentrasi kemiskinan dengan membantu keluarga pindah ke lingkungan sosial
yang lebih baik.
Program pencegahan yang sudah terbukti berhasil di dalam Global Status Report on Violence
Prevention 2014 layak kita contoh, juga dengan mengoreksi faktor risiko
kekerasan yang ada. Tentunya agar remaja di sekitar kita terbebas dari
ancaman kekerasan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar