Jumat, 24 Januari 2014

Politik Industrialisasi Perikanan 2014

Politik Industrialisasi Perikanan 2014

Arif Satria  ;    Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB;
Anggota Dewan Kelautan Indonesia 
TEMPO.CO,  24 Januari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
Pada awal 2014 ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengevaluasi perjalanan pembangunan perikanan 2013 dan prospeknya pada 2014. Dari laporan KKP tersebut, aspek-aspek apa saja yang dinilai mengalami kemajuan dan apa yang perlu mendapat catatan khusus untuk perbaikan pada 2014?

Ada sejumlah aspek yang perlu dilihat sebagai bahan evaluasi berdasarkan data yang telah dikeluarkan KKP tahun 2014. Pertama, produksi perikanan telah mengalami kemajuan secara signifikan dari 15,5 juta ton (2012) menjadi 19,56 juta ton (2013), padahal targetnya hanya 17,49 juta ton.

Kedua, ekspor perikanan juga telah mengalami kemajuan dari US$ 3,85 miliar (2012) menjadi US$ 4,16 miliar (2013). Adapun impor produk perikanan mengalami peningkatan dari US$ 410 juta (2012) menjadi US$ 470 juta (2013).

Ketiga, konsumsi ikan perkapita telah meningkat dari 33,89 kilogram per kapita per tahun (2012) menjadi 35,62 kg/kapita/tahun, atau naik 5,3 persen. Tentu ini kabar menggembirakan seiring dengan upaya kita untuk mencerdaskan anak bangsa dengan konsumsi ikan. 

Keempat, nilai tukar nelayan (NTN) mencapai 104,84, yang berarti daya beli nelayan dan pembudi daya ikan relatif baik. Dibanding nilai pada 2012, yang mencapai 105,55, NTN menurun meski tidak signifikan.

Kelima, swasembada garam konsumsi telah tercapai pada 2012 dan bertahan hingga 2013. Meski produksi hanya 1,3 juta ton akibat perubahan cuaca, sedangkan konsumsi 1,4 juta ton, swasembada masih bisa dipertahankan, mengingat sisa produksi 2012 sebesar 641 ribu ton bisa menutupi kekurangan ini. Berdasarkan data dari KKP tersebut, hingga akhir 2013 masih terdapat surplus produksi garam konsumsi sebesar 0,52 juta ton.

Keenam, ternyata data pemerintah menunjukkan bahwa PDB perikanan tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Laju pertumbuhan PDB perikanan tahun 2013 (data triwulan III) sebesar 6,45 persen, lebih besar jika dibandingkan dengan pertanian (3,27 persen), dan Nasional (5,82 persen). Hal ini menggambarkan secara ekonomi sektor perikanan dapat dikatakan stabil.

Berdasarkan data capaian 2013 di atas, secara umum kinerja pembangunan perikanan lebih baik dibanding pada 2012. Bahkan beberapa aspek melebihi target capaian, kecuali ekspor. Bagaimana prospek pada 2014? Dalam kerangka penguatan industrialisasi perikanan 2014, ada beberapa catatan.

Pertama,produksi perikanan tangkap tampaknya masih akan digenjot sampai 6,08 juta ton. Angka ini sangat mepet dengan potensi perikanan yang mencapai 7,5 juta ton. Sebenarnya peningkatan produksi ini masih mungkin dinaikkan lagi, dengan catatan ada pergeseran orientasi dari laut teritorial ke laut ZEE, bahkan di laut internasional. Memang untuk pergeseran orientasi ini tidak mudah, mengingat saat ini armada perikanan tangkap masih didominasi armada tradisional (98,77 persen). 

Pada 2014 ini, kapal ukuran 1.000 GT sudah diizinkan beroperasi. Tentu ini langkah yang baik untuk memperkuat armada nasional. Namun persoalannya adalah bagaimana produksi penangkapan kapal-kapal besar ini bisa dikontrol dengan baik agar bisa didaratkan di Tanah Air, dan tidak langsung dikirim ke negara lain.

Hal ini mengingat industri pengolahan ikan masih sering kekurangan bahan baku. Mestinya kehadiran armada besar ini bermanfaat untuk memperkuat industrialisasi perikanan.

Kedua, orientasi industrialisasi harus diiringi dengan wujud peningkatan produk olahan. Tentu ini juga diikuti dengan suplai bahan baku lokal secara stabil. Salah satu jalannya adalah mengatasi masalah konektivitas antara suplai di kawasan timur Indonesia dengan permintaan di kawasan barat Indonesia. Di sini ada masalah transportasi laut yang sangat mahal dan tidak efisien. Pemerintah, pada 2013, mulai menggagas upaya efisiensi transportasi dengan kombinasi pengangkutan bahan kebutuhan pokok dari barat ke timur dan lalu pengangkutan ikan dari timur ke barat. Namun ini juga tak mudah karena kapal pengangkut ikan memiliki izin tersendiri. Di sinilah masalah regulasi perizinan pengangkutan produk bahan pokok dan perikanan perlu diselesaikan.

Ketiga, penyumbang terbesar produksi budi daya adalah rumput laut. Namun, hingga saat ini, kita masih berfokus pada produksi bahan mentah, sehingga nilai tambah selalu dinik­mati asing. Pada 2014 ini, perlu peta jalan yang sistematis pengembangan industri rumput laut nasional, baik untuk kepentingan pangan, energi, farmasi, maupun kosmetika. Bila industri pengolahan rumput laut ini berkembang, hal itu akan membawa efek pengganda lebih besar: lapangan kerja, ekspor, dan penanggulangan kemiskinan.

Langkah industrialisasi di atas pada akhirnya harus diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan dan pembudi daya ikan. Namun harus dipahami bahwa tahun 2014 adalah tahun politik, di mana pemilu akan diadakan. Semoga situasi politik ini tidak mengganggu jalannya proses pembangunan perikanan yang saat ini makin prospektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar