Perlindungan
bagi Nasabah Tunanetra
David ML Tobing ;
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Republik Indonesia
|
KOMPAS,
10 Januari 2014
PEMBERITAAN soal kekecewaan
seorang nasabah tunanetra yang bermaksud membuka rekening di salah satu bank
swasta menarik diulas dari sudut perlindungan konsumen. Di satu sisi, nasabah
tunanetra ingin diperlakukan sama dengan nasabah lainnya (tidak ada
diskriminasi). Namun, di sisi lain, bank menerapkan tambahan ketentuan
pembukaan rekening untuk nasabah berkebutuhan khusus dengan pertimbangan
untuk mengamankan dana yang bersangkutan.
Indonesia telah memiliki Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun
1997 tentang Penyandang Cacat. UU ini diikuti dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang
Cacat, yang isinya memberikan kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat
sehingga mewujudkan kesamaan kedudukan, hak, kewajiban, dan peran penyandang
cacat agar dapat berperan dan berintegrasi secara total sesuai dengan
kemampuannya dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan dengan menyediakan
aksesibilitas.
Penyediaan aksesibilitas yang dimaksudkan dalam peraturan
pemerintah dalam bentuk fisik dan nonfisik.
Aksesibilitas yang berbentuk fisik (bangunan umum, jalan
umum, pemakaman dan pertamanan umum, serta angkutan umum) dan nonfisik
(pelayanan informasi dan pelayanan khusus) telah dipenuhi pemerintah pusat
dan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan,
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006
tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan, serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011
tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan.
Hak disabilitas
Indonesia juga telah mengesahkan Convention on the Rights
of Person with Disabilities yang dituangkan dalam UU No 19/2011 tentang
Pengesahan Convention on the Rights of
Person with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang
Disabilitas).
Pengesahan Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang
Disabilitas merupakan salah satu bukti komitmen dari pemerintah untuk
melindungi, menghormati, dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas.
Meskipun sebelumnya telah ada peraturan perundang-undangan
yang mengatur disabilitas, dengan disahkannya konvensi tersebut,
Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk menyesuaikan peraturan
perundang- undangan, hukum, dan administrasi, termasuk mengubah peraturan
perundang-undangan, kebiasaan, dan praktik-praktik yang diskriminatif
terhadap disabilitas.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur kewajiban untuk
memberikan fasilitas dan aksesibilitas terhadap penyandang disabilitas,
antara lain, adalah UU No 4/1997 tentang Penyandang Cacat, UU No 39/1999
tentang Hak Asasi Manusia, UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian, dan UU No
17/2008 tentang Pelayaran.
Selain itu, UU No 1/2009 tentang Penerbangan, UU No
22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta UU No 25/2009 tentang
Pelayanan Publik.
Khusus menyangkut UU No 25/2009, ruang lingkup dari
pelayanan publik meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan, usaha, tempat
tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan
sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, serta pariwisata
dan sektor strategis lainnya.
Perlu diketahui bahwa Indonesia belum memiliki pengaturan
khusus bagi penyandang disabilitas di sektor perbankan. Namun, saat ini sudah
ada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 1/POJK.07//2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang ditetapkan tanggal 26 Juli 2013, berlaku 1
(satu) tahun sejak tanggal diundangkan, yang mewajibkan pelaku jasa keuangan
untuk menyediakan layanan khusus kepada konsumen dengan kebutuhan khusus.
Persamaan hak
Yang diinginkan oleh penyandang disabilitas adalah
persamaan hak dan perlakuan yang setara sebagai subyek hukum di semua aspek
kehidupan sesuai dengan Pasal 12 UU No 19/2011.
Namun, sikap bank yang menetapkan ketentuan khusus bagi
nasabah dengan keterbatasan fisik sebagai salah satu upaya untuk melindungi
nasabahnya selaku konsumen tidak bisa dianggap sebagai tindakan diskriminasi
atau perbedaan perlakuan kepada calon nasabah karena setiap bank harus
menjalankan prinsip kepercayaan (fiduciary
relation principle your customer principle) dan yang tidak kalah
pentingnya adalah prinsip kehati-hatian (prudential
principle), prinsip kerahasiaan (secrecy
principle), prinsip mengenal nasabah (know
your customer principle).
Kenyataannya saat ini tidak semua bank memiliki prosedur
standar pembukaan rekening bagi penyandang disabilitas dan hanya sedikit bank
yang mau menerima penyandang disabilitas sebagai nasabah mengingat praktik
perbankan berbeda dengan praktik bisnis pada umumnya. Saat ini yang
dibutuhkan para pelaku jasa keuangan adalah pengaturan lebih lanjut dari
aturan yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan tersebut. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar