Senin, 20 Januari 2014

Berpolitik dengan Keluhuran

Berpolitik dengan Keluhuran

Mohamad Sobary  ;   Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi
KORAN SINDO,  20 Januari 2014
                                                                                                                       


Deklarasi Indonesia Sejati. Ini nama sebuah imbauan politik kaum muda. Boleh ditambah: politik kaum muda dengan wawasan moral dan kesejatian jiwa, yang berkiblat pada kepentingan besar, luhur, dan mulia, yang selama ini terlupakan. 

Mungkin memang sengaja dilupakan. Itu yang harus ditarik kembali ke dalam papan catur perpolitikan kita sekarang. Dengan begitu, jelas imbauan ini mengajak kita kembali ke jalan perjuangan yang sudah dirintis para tokoh pendahulu, yang mengawali kehidupan kita, membangun bangsa dan negara. Pada masaitu, “bangsa” dan “negara” merupakan suatu pengertian baru yang belum kita kenal sebelumnya. Tetapi, kiblat dan arah perjalanannya jelas, mulia, agung, dan memberi tempat terhormat seluruh warga negara. 

Deklarasi itu dirayakan di Rumah Blogger Indonesia, sebuah “ruang publik”, tempat para “blogger” dan kaum muda bermusik, berhumor, “ngopi” dan minum teh asli, ramuan Blonktank Pur, yang betulbetul teh Indonesia. Rumah Blogger itu dulu sekretariat sebuah LSM, sekarang menjadi pusat kegiatan dan pendidikan bagi para warga masyarakat, secara umum, dan terbuka bagi siapa pun, yang tertarik belajar mengelola internet. 

Malam kemarin, Sabtu, 18 Januari 2014, deklarasi dibacakan Agus Gunawan Wibisono, di depan para hadirin yang tak terlalu besar jumlahnya, terdiri atas kaum muda pemusik kontemporer kita. Tapi hadir juga rombongan pemusik klasik Jawa, tiga orang bersaudara, yang “sesiteran”, berkidung palaran, dengan kombinasi tembang-tembang karya dalang terkemuka: Ki Narto Sabdho. 

Mukadimah deklarasi itu menyebutkan situasi dan kondisi kebangsaan yang semakin menjauh dari cita-cita Proklamasi membutuhkan sebuah tindak nyata untuk menemukan kembali jalan luhur politik agar mampu menjamin kehidupan bangsa yang aman dan sejahtera, adil dan makmur, sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Nama Indonesia sejati dipilih untuk mewakili ikon gerakan, sejenis usaha kembali ke jalan lurus. Nada atau bunyinya punya kesamaan dengan apa yang di masa Orde Baru dulu pernah disebut “Gerakan Berkonstitusi”, yang dilancarkan kelompok kecil, warga masyarakat senior, dan terhormat, Jakarta, yang dibalas dengan permusuhan sengit oleh pemerintahan tentara Orde Baru. 

Deklarasi Indonesia Sejati itu kesejatiannya dibikin jelas dalam mukadimah tadi dan lebih diperjelas lagi oleh etika hidup, yang dikembangkannya, yang menjamin pluralitas budaya, yang mengimbau cara hidup transparan, terbuka, menjunjung tinggi watak jujur dan bertanggung jawab, semangat gotong-royong, dan watak partisipatif. 

Sekarang pluralitas itu sudah mati, dihidupkannya kembali sebagai jiwa dalam hidup bermasyarakat, dan dalam caracara penyelenggaraan politik kenegaraan yang tak mengutamakan satu golongan dan mengabaikan golongan lain. Keterbukaan itu ada di dalam kata-kata para politisi dan media, tapi keterbukaan sebetulnya sudah dibikin tak berfungsi dalam mengatur hidup masyarakat secara keseluruhan. 

Banyak warga yang tak memperoleh akses keadilan dan kemanusiaan dan mereka diperlakukan seperti bukan sebagai warga negara. Gotong-royong sudah mati. Semua mekanisme sosial untuk menjaga kelangsungan hidup kemasyarakatan kita sudah ambruk dan di sanasini uang lebih berbicara daripada kesediaan bergotongroyong yang kita andalkan sebagai cara hidup Nusantara masa lalu dan masih kita kap yang kita kapitalisasikan untuk membangun masyarakat Indonesia masa depan: Indonesia yang kita lahirkan kembali dari kesejatian dirinya, yang sudah kita kenal sejak dulu. 

Dengan kata lain, Indonesia yang dibayangkan masa depan oleh kaum muda itu ialah Indonesia yang memiliki kedaulatan yang berdikari dan memiliki kepribadian. Kaum muda yang menggagas Indonesia Sejati itu merumuskan misi gerakannya untuk mewujudkan keluhuran politik, memperjuangkan keadilan ekonomi, menyelenggarakan pendidikan, yang mewujudkan manusia merdeka, sambil dengan sungguh-sungguh melindungi keragaman kebudayaan kita. 

Mereka juga merumuskan program kampanye publik untuk berbagi kesadaran dengan seluruh masyarakat yang mungkin dijangkau oleh kemampuan komunikasi politik mereka. Menyelenggarakan pendidikan politik dan pengembangan ekonomi berbasis komunitas. Banyak yang belum dirumuskan secara jelas. Langkah politik kembali ke kesejatian Indonesia tidak bisa dicapai dengan kesederhanaan konsep ini. 

Banyak hal lain harus dirumuskan lebih jelas. Tapi, janganlupa, kaummuda ini bukan pegawai pemerintah, bukan birokrat, dan bukan orang-orang yang terbiasa berbicara dalam bahasa birokrasi pemerintahan. Kekuatan mereka bukan di program, melainkan di ide, dan kesegaran gagasan, yang membikin kita kaget bahwa itu lama tak menjadi perhatian kita. Kekurangan kaum muda dalam merumuskan strategi dan wujud nyata gerakan hendaknya diisi oleh warga masyarakat lain, kita isi bersama, dan menjadi agenda kehidupan kita bersama. 

Mungkin kita bersyukur bahwa kaum muda kita, yang kelihatannya tak peduli terhadap dunia politik, dan lebih asyik bermusik, nyanyi-nyanyi, bermain internet yang menghabiskan berjam-jam tiap hari, ternyata mereka tampil dengan gagasan politik yang tampaknya seperti jalan keluar dari kebuntuan politik yang dungu dan egois, menghidupi partai tanpa peduli basis pendukung, menjadi wakil rakyat yang tak mewakili seorang rakyat pun, dan serakah terhadap jabatan dan duit negara. 

Malam itu di Rumah Blogger Indonesia, Jalan Apel III No 27, Jajar, Solo, pesta politik, malam politik, diramu musik dan tembang-tembang, yang menjadikan politik tidak sangar, tidak angker seperti politik di tangan para politisi yang bohong, yang meneriakkan antikorupsi, tetapi mereka sendiri korup, dan langsung ditangkap, dan dibui. 

Dengan musik kontemporer maupun musik klasik Jawa, politik mengalir nyaman di dalam kesadaran warga negara, kaum muda yang bukan birokrat, bukan politisi, dan bukan orang bayaran pemerintah. Di Senayan, politik itu membawa ketegangan, bukan karena kesungguhan mereka memperjuangkan kepentingan rakyat yang mereka wakili, bukan karena tanggung jawab mewujudkan cita-cita bernegara, melainkan lebih karena cita-cita menambah kekuasaan masingmasing dan menambah pemasukan di kantong masing-masing. 

Ini ironi yang getir dan corak kehidupan yang tragis. Tapi, siapa di antara mereka itu yang masih punya rasa peduli? Meneriakkan, sekali lagi, semangat antikorupsi, dengan semangat lebih besar melakukan korupsi, menjadi kenyataan. Partainya, yang berteriak- teriak tentang moral dan kesucian, dan tokoh-tokohnya yang tampil sok suci sok puritan, tak terbukti membawa kesucian ke dalam politik. 

Yang terbukti korupsinya, penggelapannya, dan pencuriannya, maupun kemunafikan tokoh-tokohnya, yang satu per satu digiring KPK ke rumah tahanan dan diadili. Beberapa sudah meringkuk ke dalam penjara. Ini menyengat kesadaran politik kaum muda yang menyelenggarakan deklarasi Indonesia sejati tadi. 

Jalan kembali yaitu untuk mewujudkan cita-cita bersama, membangun kesejatian hidup bangsa Indonesia, ditempuh dengan cara-cara berpolitik yang menjadikan keluhuran dan kemuliaan sebagai kiblat, sekaligus pilar-pilar kemasyarakatanyangtakboleh“ doyong”, membengkok, tidak tegak lurus, apalagi roboh. Kiblat keluhuran politik dijaga, tanpa banyak omong, tanpa kemunafikan. 

Berpolitik dengan keluhuran itu pertama-tama konstruksi jiwa, dan wujud kesadaran moral politik, dan diwujudkan dalam tata kehidupan politik yang adil, manusiawi, dan memberi rasa adil pada seluruh manusia, yang merupakan warga negara Indonesia. Keluhuran politik itu keluhuran Indonesia dan kesejatian wujud politik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar