Selasa, 08 Oktober 2013

Ugal-ugalan Perppu

Ugal-ugalan Perppu
Andi Irman Putra Sidin  ;  Pakar Hukum Tata Negara
MEDIA INDONESIA, 07 Oktober 2013


PRESIDEN didampingi para pemimpin lembaga negara, Sabtu (5/10), akhirnya mengeluarkan pernyataan presidensial terhadap `tragedi' yang terjadi di Widya Chandra, beberapa hari lalu. Tidak keliru ketika Presiden kemudian mengundang para pemimpin lembaga negara untuk membicarakan keadaan ini. Namun, yang patut disayangkan sesungguhnya ialah harus berpikir lebih besar dalam bingkai kehidupan kenegaraan. Tragedi tersebut bisa jadi hanya bentuk `arisan' seperti istilah seorang politikus yang sesungguhnya sedang berlangsung di hampir seluruh lini sektor kenegaraan, mulai terendah hingga sangat elite dan sakral di Republik ini.

Seharusnya, mumpung sedang kumpul, para `joker merah' Republik ini harusnya mengeluarkan manifesto yang lebih besar guna mencegah kejahatan terjadi. Harus menciptakan sistem, ketika negara tak perlu menunggu di bawah pohon orang yang melanggar aturan tertib di jalanan, tetapi siap siaga berdiri menghadang mencegah terjadinya destruksi yang mengancam integrasi dan tertib sosial. 

Bagaimanapun itulah memang hakikat negara, ketika di mana pun segala zaman dan ruang orang menciptakan negara untuk mencegah kejahatan, agar negara bisa lebih fokus memberikan pelayanan maksimal guna pencapaian tujuan negara.

Sesungguhnya jawabannya mudah, kembangkan sistem etika yang lebih proaktif, korektif, dan preventif hingga represif dalam semua lini kenegaraan tentunya dengan varian sistem yang progresif. Hal itu akan mujarab mengurangi beban berat dan hiruk pikuk penegakan hukum yang justru bisa menguras energi negara sangat besar.

Suka atau tidak, pascatragedi penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar tersebut, tampaknya tingkat kepercayaan publik melemah.
Yang perlu dicatat, yang lemah bukan terhadap kelembagaaan MK, melainkan terhadap denyut jantung kehidupan bernegara. Bagaimanapun konstitusi ialah jantung kehidupan suatu negara. Ketika konstitusi tersebut mengalami pelemahan, itu ancaman terbesar keberlangsungan suatu negara. Konstitusi adalah carta yang bisa mempersatukan sebuah warna kulit, suku, agama, ras dalam sebuah bingkai negara. 

Konstitusi adalah carta yang bisa mempersatukan teritorium dalam sebuah jarak nan jauh menjadi satu teritorium yang tak terpisah. Bahkan konstitusi bisa mempersatukan darah sebuah umat yang tadinya berbeda warna menjadi satu darah yang tak berpisah. Itulah konstitusi. Bukan hanya melindungi kepentingan terbesar mayoritas rakyat, melainkan juga kepentingan terkecil individu pun konstitusi akan siaga memproteksi.

Langkah penyelamatan

Dalam pertemuan tersebut Presiden mengeluarkan lima langkah penyelamatan. Butir pertama, peradilan dijalankan sangat hati-hati, jangan ada penyimpangan baru. Ingat kepercayaan rakyat sangat rendah kepada MK saat ini, dengan konsolidasi MK sekarang ini, MK akan menunda persidangan jangka pendek, diserahkan sepenuhnya kepada MK. Yang pasti bahwa meski langit runtuh, hukum harus tetap ditegakkan. Tidak ada alasan untuk menunda peri sidangan jangka pendek, kecuali memang ternyata hakim MK tak dapat bersidang dengan kuorum konstitusionalnya. Yang pasti kita sepakat dengan Presiden, MK harus hati-hati untuk tidak terdapat lagi dugaan penyimpangan baru menunda persidangan jangka pendek, diserahkan sepenuhnya kepada MK. Yang pasti bahwa meski langit runtuh, hukum harus tetap ditegakkan. Tidak ada alasan untuk menunda persidangan jangka pendek, kecuali memang ternyata hakim MK tak dapat bersidang dengan kuorum konstitusionalnya. Yang pasti kita sepakat dengan Presiden, MK harus hati-hati untuk tidak terdapat lagi dugaan penyimpangan baru.

Kedua, harapan penegakan hukum yang dilaksanakan KPK dapat dilaksanakan lebih cepat dan konklusif untuk meyakinkan semua pihak dan rakyat jajaran MK yang lain bersih dari penyimpangan-penyimpangan lain. Hal itu penting agar trust kepada MK bisa pulih kembali.

Saya kira, sesungguhnya hal itu juga menjadi esensial dalam kehidupan suatu negara, yaitu prinsip konstitusional adanya kepastian dan perlindungan hukum yang adil cepat dan konklusif. Jadi, jangankan rakyat yang butuh kepastian dan perlindungan, negara pun ternyata masih sulit mendapatkan kepastian dan perlindungan yang cepat dan konklusif dalam menjalankan fungsi fungsinya. Namun, kita tidak bisa salahkan sistem yang berlangsung selama ini, jika memang sistem itu tak mampu segera memberikan kepastian yang cepat dan konklusif guna mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap suatu institusi negara yang tertimpa tragedi. Pasalnya, pelaku kuasa Republik ini hingga saat ini belum tegas bertindak untuk menata sistem lebih baik dan sesuai kebutuhan konstitusional yang berbeda setiap waktu. Hal itu bisa jadi disebabkan tiap hari kekuasaan kita mengedepankan impresi politik, ketika rakyat dijadikan objek impresi itu sendiri sehingga melupakan kuasa tindak yang seharusnya dilakukan guna percepatan pencapaian tujuan negara.

Ketiga, Presiden berencana menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undangundang (perppu), yang antara lain akan mengatur persyaratan, aturan, dan seleksi hakim MK. Sesuai dengan semangat yang ada dalam UUD 1945 materi atau substansi perppu itu perlu mendapatkan masukan dari tiga pihak, yaitu presiden sendiri, DPR, dan MA. Hal itu tentunya bukanlah langkah yang keliru karena memang benar MK berisi hakim konstitusi yang melewati tiga pintu, yaitu presiden karena selaku pemegang kekuasaan pemerintahan, DPR selaku pemegang kekuasaan pembentukan UU, dan MA sebagai pelaku kekuasaan kehakiman. Hal itu menjadi mendasar karena tugas MK ialah mengawal hukum tertinggi, yaitu konstitusi, sehingga pengawalan terhadap itu haruslah dilakukan orang-orang yang dikirim dari pemegang kuasa di suatu negara.

Namun, yang pasti bahwa orang yang dikirim tersebut mutlaklah seorang negarawan karena itu syarat yang tak bisa ditawar dari konstitusi itu sendiri. Mengapa harus negarawan? Karena kehidupan konstitusi tidak berada pada daerah hitam putih, atau kuning, hijau dan merah, tetapi lebih daripada itu tekstur konstitusi yang bisa memesonakan kearifan terhadap zaman bisa mencitrakan kebijaksanaan terhadap alam. Karena konstitusi melindungi segenap konstitusi yang bisa memesonakan kearifan terhadap zaman bisa mencitrakan kebijaksanaan terhadap alam. Karena konstitusi melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Konstitusi tidak hanya melindungi yang kaya, tapi juga hingga yang miskin, tidak hanya pengusaha, tapi juga buruh, tidak hanya melindungi pengkhotbah, tetapi juga hingga pelaku kejahatan.

Oleh karenanya, menyeleksi negarawan itu memang bukan hal mudah, apalagi membayangkan mencari negarawan harus diseleksi dengan sebelumnya yang bersangkutan mengurus surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) lebih dulu, kemudian mengikuti tes tertulis, seperti mahasiswa yang ikut seleksi perguruan tinggi negeri. Tentunya itu perenungan mendalam bagi Presiden, DPR dan MA. Pesan-pesan (pappaseng dalam bahasa Bugis) orangtua kami di kampung bahwa jangan memilih pemimpin yang amat berhasrat jadi pemimpin atau malah yang tidak mau. Itu menjadi tantangan, proaktif ikut tes, mendaftar, hingga pencitraan tentunya bisa terkesan ada yang mau sekali menjadi pemimpin. Kondisi itu tentunya akan menimbulkan kontraindikasi dengan negarawan itu sendiri.

Terbentur putusan

Keempat, dalam perppu kami berpendapat perlu juga diatur proses peradilan di MK dan mengembalikan otoritas KY untuk mengawasi hakim MK. Tentunya hal itu niat baik dari Presiden dengan berangkat pada dogma tidak ada satu kekuasaan tanpa pengawasan. Namun, niat baik Presiden itu nampaknya tak didukung UUD 1945 cq Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006 yang telah mengeluarkan KY sebagai institusi pengawas perilaku hakim MK yang punya argumentasi konstitusional meski belum tentu disetujui. Oleh karena itu, sesungguhnya putusan MK ini dulu harus direinterpretasi MK sendiri melalui gugatan UU KY dan UU MK. Jika kemudian MK melakukan reinterpretasi bahwa KY bisa menjadi institusi pengawas hakim MK, tentunya perppu/UU cukup bersifat self-executing dari putusan MK yang bisa memberikan otoritas kepada KY.

Jadi, mengembalikan otoritas KY solusinya bukan perppu, melainkan mendorong proses konstitusional di MK terlebih dahulu. Namun, sekali lagi, perppu memang merupakan instrumen yang dipersiapkan bagi presiden oleh konstitusi yang bisa dipakai untuk ‘ugal-ugalan’ dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa menurut hak subjektif presiden. Harapan sesungguhnya dari pertemuan pimpinan lembaga negara kemarin ialah perppu yang bisa menata sistem pengawasan etika yang preventif, korektif, persuasif, hingga represif bagi seluruh lembaga kekuasaan. Perppu yang mengembangkan sistem beretika bernegara pastinya akan mengurangi beban penegakan hukum dan proses penyelesaian masalah yang lebih cepat dan restoratif.

Tujuannya agar mencegah arisan tragedi ini berlanjut terus karena risikonya kepercayaan rakyat akan mengalami pelemahan terhadap negara, yang tentunya akan sangat mengancam kelangsungan suatu negara. Andai pranata etika berjalan maksimal dalam seluruh lingkup kekuasaan, ketika seorang hakim atau pejabat negara lainnya sudah bertemu dengan pihak-pihak yang mencurigakan, pranata etik itu sesungguhnya bisa bekerja secara diam-diam untuk memperingatkan agar berhenti melanjutkan perbuatannya. ‘Antivirus’ pranata etik itu sedang membunyikan sirenenya. Tentunya sang hakim atau pejabat tersebut akan malu dan berhenti melakukan percobaan dugaan kejahatannya. Hal itu sebenarnya ditunggu sebagai bagian substansi perppu yang mengatur etika kehidupan institusi negara bukan hanya MK namun di seluruh lini kekuasaan dari pusat dan daerah.


Butir terakhir dari pernyataan Presiden bahwa MK melakukan audit dan tentang pengunduran diri hakim MK. Tentunya hal itu langkah yang bagus karena di mana pun seluruh lini kekuasaan harus setiap saat mengintrospeksi diri dan siap diintrospeksi. Tentunya, jika hakim MK mundur, hal ini malah akan membuat kepercayaan rakyat semakin menipis. Yang dibutuhkan Republik saat ini ialah sisa hakim MK yang ada harus tampil tetap percaya diri sebagai pengawal konstitusi, dan mampu meyakinkan rakyat secara tegas bahwa biar langit runtuh, konstitusi harus tetap ditegakkan. Bagaimanapun dalam sebuah keluarga jika ada salah seorang yang batal puasanya, belum tentu yang lain juga batal puasanya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar