|
PRESIDEN didampingi para pemimpin
lembaga negara, Sabtu (5/10), akhirnya mengeluarkan pernyataan presidensial
terhadap `tragedi' yang terjadi di Widya Chandra, beberapa hari lalu. Tidak
keliru ketika Presiden kemudian mengundang para pemimpin lembaga negara untuk
membicarakan keadaan ini. Namun, yang patut disayangkan sesungguhnya ialah
harus berpikir lebih besar dalam bingkai kehidupan kenegaraan. Tragedi tersebut
bisa jadi hanya bentuk `arisan' seperti istilah seorang politikus yang
sesungguhnya sedang berlangsung di hampir seluruh lini sektor kenegaraan, mulai
terendah hingga sangat elite dan sakral di Republik ini.
Seharusnya, mumpung sedang kumpul, para `joker merah'
Republik ini harusnya mengeluarkan manifesto yang lebih besar guna mencegah
kejahatan terjadi. Harus menciptakan sistem, ketika negara tak perlu menunggu
di bawah pohon orang yang melanggar aturan tertib di jalanan, tetapi siap siaga
berdiri menghadang mencegah terjadinya destruksi yang mengancam integrasi dan
tertib sosial.
Bagaimanapun itulah memang hakikat negara, ketika di mana pun
segala zaman dan ruang orang menciptakan negara untuk mencegah kejahatan, agar
negara bisa lebih fokus memberikan pelayanan maksimal guna pencapaian tujuan
negara.
Sesungguhnya jawabannya mudah, kembangkan sistem etika yang
lebih proaktif, korektif, dan preventif hingga represif dalam semua lini
kenegaraan tentunya dengan varian sistem yang progresif. Hal itu akan mujarab
mengurangi beban berat dan hiruk pikuk penegakan hukum yang justru bisa
menguras energi negara sangat besar.
Suka
atau tidak, pascatragedi penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil
Mochtar tersebut, tampaknya tingkat kepercayaan publik melemah.
Yang perlu dicatat, yang lemah bukan terhadap kelembagaaan MK, melainkan
terhadap denyut jantung kehidupan bernegara. Bagaimanapun konstitusi ialah
jantung kehidupan suatu negara. Ketika konstitusi tersebut mengalami pelemahan,
itu ancaman terbesar keberlangsungan suatu negara. Konstitusi adalah carta yang
bisa mempersatukan sebuah warna kulit, suku, agama, ras dalam sebuah bingkai
negara.
Konstitusi adalah carta yang bisa mempersatukan teritorium dalam sebuah
jarak nan jauh menjadi satu teritorium yang tak terpisah. Bahkan konstitusi
bisa mempersatukan darah sebuah umat yang tadinya berbeda warna menjadi satu
darah yang tak berpisah. Itulah konstitusi. Bukan hanya melindungi kepentingan
terbesar mayoritas rakyat, melainkan juga kepentingan terkecil individu pun
konstitusi akan siaga memproteksi.
Langkah penyelamatan
Dalam pertemuan tersebut Presiden
mengeluarkan lima langkah penyelamatan. Butir pertama, peradilan dijalankan sangat
hati-hati, jangan ada penyimpangan baru. Ingat kepercayaan rakyat sangat rendah
kepada MK saat ini, dengan konsolidasi MK sekarang ini, MK akan menunda
persidangan jangka pendek, diserahkan sepenuhnya kepada MK. Yang pasti bahwa
meski langit runtuh, hukum harus tetap ditegakkan. Tidak ada alasan untuk
menunda peri sidangan jangka pendek, kecuali memang ternyata hakim MK tak dapat
bersidang dengan kuorum konstitusionalnya. Yang pasti kita sepakat dengan
Presiden, MK harus hati-hati untuk tidak terdapat lagi dugaan penyimpangan baru
menunda persidangan jangka pendek, diserahkan sepenuhnya kepada MK. Yang pasti
bahwa meski langit runtuh, hukum harus tetap ditegakkan. Tidak ada alasan untuk
menunda persidangan jangka pendek, kecuali memang ternyata hakim MK tak dapat
bersidang dengan kuorum konstitusionalnya. Yang pasti kita sepakat dengan
Presiden, MK harus hati-hati untuk tidak terdapat lagi dugaan penyimpangan baru.
Kedua, harapan penegakan hukum
yang dilaksanakan KPK dapat dilaksanakan lebih cepat dan konklusif untuk
meyakinkan semua pihak dan rakyat jajaran MK yang lain bersih dari penyimpangan-penyimpangan
lain. Hal itu penting agar trust kepada
MK bisa pulih kembali.
Saya kira, sesungguhnya hal itu juga menjadi esensial dalam
kehidupan suatu negara, yaitu prinsip konstitusional adanya kepastian dan
perlindungan hukum yang adil cepat dan konklusif. Jadi, jangankan rakyat yang
butuh kepastian dan perlindungan, negara pun ternyata masih sulit mendapatkan
kepastian dan perlindungan yang cepat dan konklusif dalam menjalankan fungsi
fungsinya. Namun, kita tidak bisa salahkan sistem yang berlangsung selama ini,
jika memang sistem itu tak mampu segera memberikan kepastian yang cepat dan
konklusif guna mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap suatu institusi negara
yang tertimpa tragedi. Pasalnya, pelaku kuasa Republik ini hingga saat ini
belum tegas bertindak untuk menata sistem lebih baik dan sesuai kebutuhan
konstitusional yang berbeda setiap waktu. Hal itu bisa jadi disebabkan tiap
hari kekuasaan kita mengedepankan impresi politik, ketika rakyat dijadikan
objek impresi itu sendiri sehingga melupakan kuasa tindak yang seharusnya
dilakukan guna percepatan pencapaian tujuan negara.
Ketiga, Presiden berencana menyiapkan peraturan pemerintah
pengganti undangundang (perppu), yang antara lain akan mengatur persyaratan,
aturan, dan seleksi hakim MK. Sesuai dengan semangat yang ada dalam UUD 1945
materi atau substansi perppu itu perlu mendapatkan masukan dari tiga pihak,
yaitu presiden sendiri, DPR, dan MA. Hal itu tentunya bukanlah langkah yang
keliru karena memang benar MK berisi hakim konstitusi yang melewati tiga pintu,
yaitu presiden karena selaku pemegang kekuasaan pemerintahan, DPR selaku
pemegang kekuasaan pembentukan UU, dan MA sebagai pelaku kekuasaan kehakiman.
Hal itu menjadi mendasar karena tugas MK ialah mengawal hukum tertinggi, yaitu
konstitusi, sehingga pengawalan terhadap itu haruslah dilakukan orang-orang
yang dikirim dari pemegang kuasa di suatu negara.
Namun, yang pasti bahwa orang yang dikirim tersebut
mutlaklah seorang negarawan karena itu syarat yang tak bisa ditawar dari
konstitusi itu sendiri. Mengapa harus negarawan? Karena kehidupan konstitusi
tidak berada pada daerah hitam putih, atau kuning, hijau dan merah, tetapi
lebih daripada itu tekstur konstitusi yang bisa memesonakan kearifan terhadap
zaman bisa mencitrakan kebijaksanaan terhadap alam. Karena konstitusi
melindungi segenap konstitusi yang bisa memesonakan
kearifan terhadap zaman bisa mencitrakan kebijaksanaan terhadap alam. Karena
konstitusi melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Konstitusi tidak hanya melindungi yang kaya, tapi juga hingga yang miskin,
tidak hanya pengusaha, tapi juga buruh, tidak hanya melindungi pengkhotbah,
tetapi juga hingga pelaku kejahatan.
Oleh karenanya, menyeleksi negarawan itu memang bukan hal
mudah, apalagi membayangkan mencari negarawan harus diseleksi dengan sebelumnya
yang bersangkutan mengurus surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) lebih
dulu, kemudian mengikuti tes tertulis, seperti mahasiswa yang ikut seleksi
perguruan tinggi negeri. Tentunya itu perenungan mendalam bagi Presiden, DPR
dan MA. Pesan-pesan (pappaseng dalam
bahasa Bugis) orangtua kami di kampung bahwa jangan memilih pemimpin yang amat
berhasrat jadi pemimpin atau malah yang tidak mau. Itu menjadi tantangan,
proaktif ikut tes, mendaftar, hingga pencitraan tentunya bisa terkesan ada yang
mau sekali menjadi pemimpin. Kondisi itu tentunya akan menimbulkan
kontraindikasi dengan negarawan itu sendiri.
Terbentur putusan
Keempat, dalam perppu kami berpendapat perlu juga diatur
proses peradilan di MK dan mengembalikan otoritas KY untuk mengawasi hakim MK. Tentunya
hal itu niat baik dari Presiden dengan berangkat pada dogma tidak ada satu
kekuasaan tanpa pengawasan. Namun, niat baik Presiden itu nampaknya tak
didukung UUD 1945 cq Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006 yang telah mengeluarkan
KY sebagai institusi pengawas perilaku hakim MK yang punya argumentasi
konstitusional meski belum tentu disetujui. Oleh karena itu, sesungguhnya
putusan MK ini dulu harus direinterpretasi MK sendiri melalui gugatan UU KY dan
UU MK. Jika kemudian MK melakukan reinterpretasi bahwa KY bisa menjadi
institusi pengawas hakim MK, tentunya perppu/UU cukup bersifat self-executing dari putusan MK yang bisa
memberikan otoritas kepada KY.
Jadi, mengembalikan otoritas KY solusinya bukan perppu,
melainkan mendorong proses konstitusional di MK terlebih dahulu. Namun, sekali
lagi, perppu memang merupakan instrumen yang dipersiapkan bagi presiden oleh konstitusi
yang bisa dipakai untuk ‘ugal-ugalan’ dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa menurut hak subjektif
presiden. Harapan sesungguhnya dari pertemuan pimpinan lembaga negara kemarin
ialah perppu yang bisa menata sistem pengawasan etika yang preventif, korektif,
persuasif, hingga represif bagi seluruh lembaga kekuasaan. Perppu yang
mengembangkan sistem beretika bernegara pastinya akan mengurangi beban
penegakan hukum dan proses penyelesaian masalah yang lebih cepat dan restoratif.
Tujuannya agar mencegah arisan tragedi ini berlanjut terus
karena risikonya kepercayaan rakyat akan mengalami pelemahan terhadap negara,
yang tentunya akan sangat mengancam kelangsungan suatu negara. Andai pranata
etika berjalan maksimal dalam seluruh lingkup kekuasaan, ketika seorang hakim
atau pejabat negara lainnya sudah bertemu dengan pihak-pihak yang mencurigakan,
pranata etik itu sesungguhnya bisa bekerja secara diam-diam untuk
memperingatkan agar berhenti melanjutkan perbuatannya. ‘Antivirus’ pranata etik
itu sedang membunyikan sirenenya. Tentunya sang hakim atau pejabat tersebut
akan malu dan berhenti melakukan percobaan dugaan kejahatannya. Hal itu
sebenarnya ditunggu sebagai bagian substansi perppu yang mengatur etika
kehidupan institusi negara bukan hanya MK namun di seluruh lini kekuasaan dari
pusat dan daerah.
Butir terakhir dari pernyataan Presiden bahwa MK melakukan
audit dan tentang pengunduran diri hakim MK. Tentunya hal itu langkah yang
bagus karena di mana pun seluruh lini kekuasaan harus setiap saat
mengintrospeksi diri dan siap diintrospeksi. Tentunya, jika hakim MK mundur,
hal ini malah akan membuat kepercayaan rakyat semakin menipis. Yang dibutuhkan
Republik saat ini ialah sisa hakim MK yang ada harus tampil tetap percaya diri
sebagai pengawal konstitusi, dan mampu meyakinkan rakyat secara tegas bahwa
biar langit runtuh, konstitusi harus tetap ditegakkan. Bagaimanapun dalam
sebuah keluarga jika ada salah seorang yang batal puasanya, belum tentu yang
lain juga batal puasanya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar